OPINI
“Peran negara juga sangat minim dalam melindungi anak. Negara juga tidak peduli pada urusan moral, dan malah membiarkan faktor-faktor penyebab maraknya predator anak merajalela,”
Oleh : Nanda Nabila Rahmadiyanti
KASUS predator anak makin marak dan makin mengancam. Baru-baru ini, seorang gadis cilik berusia 7 tahun yang masih duduk di kelas 1 madrasah ibtidaiyah menjadi korban pembunuhan dan pemerkosaan pada Rabu (13/11/2024), di Banyuwangi, Jawa Timur. Hingga saat ini polisi masih menyelidiki pelaku pembunuhan dan pemerkosaan gadis tersebut.
Kasus kedua, pada Senin (11/11/2024) polisi telah menangkap tiga pelaku pelecehan seksual dan pemerkosaan terhadap A (14) yang terjadi pada 6 November 2024, di Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara.
Beberapa waktu lalu juga terjadi pemerkosaan pada anak di bawah umur berinisial Z (16) oleh seorang petani berinisial MJA (40) pada Sabtu (28/9/2024) di Kabupaten Ende, NTT. Miris, pelaku masih memiliki hubungan keluarga dengan korban.
Berdasarkan data kekerasan seksual pada kekerasan.kemenpppa.go.id, jumlah korban kekerasan seksual dalam kurun waktu Januari sampai dengan November 2024, terdapat 23.965 kasus kekerasan seksual, dengan 63,2% korban masih di bawah umur.
Mengapa hal ini terjadi?
Hal ini merupakan dampak penerapan sistem sekuler, sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, yang membuat moral, naluri, dan akal manusia menjadi rusak. Individu dengan keimanan yang lemah, tidak akan peduli akan halal-haramnya perbuatan yang dilakukan. Justru mengedepankan hawa nafsu semata.
Keluarga, masyarakat, dan negara juga tidak bisa diharapkan menjadi benteng perlindungan bagi anak. Tidak sedikit kasus pelecehan dan pemerkosaan yang pelakunya adalah keluarga ataupun masyarakat sekitar tempat tinggalnya.
Keluarga yang tidak terwarnai dengan aqidah dan keimanan yang kuat, dengan mudah tercipta individu yang lemah iman pula. Masyarakat dalam sistem sekuler juga semakin individualistis, sehingga rasa peka dan peduli terhadap lingkungannya sudah hilang.
Peran negara juga sangat minim dalam melindungi anak. Negara juga tidak peduli pada urusan moral, dan malah membiarkan faktor-faktor penyebab maraknya predator anak merajalela. Seperti memberikan kurikulum pendidikan berbasis sekuler, dimana kurikulum ini tidak menanamkan aqidah sejak dini, sehingga saat dewasa tidak mempunyai tolak ukur perbuatan yang sesuai dengan aqidah.
Sistem sanksi dan pencegahan yang diterapkan oleh negara pun tidak menjerakan. Sehingga para pelaku tidak ada rasa takut ketika melancarkan perbuatannya. Banyak pula pelaku kejahatan seksual yang masih berkeliaran karena tidak sigapnya pihak berwenang untuk mengejar dan menangkapnya. Banyak dari mereka baru bertindak ketika ada laporan yang diviralkan.
Tak hanya itu, negara juga tidak memblokir media-media yang menyiarkan film berbau pornografi serta akses-akses menuju situs porno secara total. Padahal pengaruh media sangat mendukung pengabaian individu terhadap standar halal-haram.
Bagaimana pandangan islam?
Islam menetapkan negara memiliki kewajiban menjaga generasi, baik dalam kualitas hidup maupun lingkungan yang baik dan juga keselamatan generasi dari berbagai bahaya, termasuk berbagai macam kekerasan dan ancaman keselamatan.
Islam memiliki 3 pilar perlindungan, mulai dari ketaqwaan individu, peran keluarga, kontrol masyarakat hingga penegakan sistem sanksi oleh negara yang tegas, dan menjerakan.
Individu yang bertaqwa lahir dari keluarga yang menjadikan aqidah Islam sebagai landasan kehidupan. Sehingga akan melahirkan orang-orang saleh yang enggan berlaku maksiat. Dengan begitu, keluarga mampu untuk melindungi anak-anak di dalamnya dari kejahatan kekerasan seksual, termasuk mencegah adanya predator seksual dari keluarga sendiri.
Individu dan keluarga yang bertaqwa ditunjang dengan adanya Masyarakat yang memiliki perasaan, pemikiran, dan peraturan yang sama yang bersumber dari aqidah islam. Sehingga tidak ada lagi individualistis, justru kepekaan dan kepedulian terhadap sesama akan tumbuh subur.
Negara yang menerapkan sistem islam juga akan menerapkan pencegahan dan sistem sanksi secara total. Kurikulum pendidikan akan berbasis aqidah, yang akan melahirkan generasi bertaqwa dan berkualitas. Menyaring dan memblokir media yang mengarah pada ide liberalisme dan akses pada situs pornografi secara total. Pelaku kejahatan juga akan disanksi tegas dan menjerakan, sehingga memutus calon pelaku kekerasan seksual berikutnya.
Dengan demikian, semua ini akan terwujud dengan penerapan semua sistem kehidupan berdasarkan sistem Islam secara menyeluruh. Wallahu a’lam bisshawwab. (**)
*Penulis Adalah Alumnus Universitas Indonesia