Pontianak, Lapan6online.com : Keputusan Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi ( Tipikor ) Pontianak , dalam dua kasus tindak pidana korupsi yang diungkap oleh Kejaksaan Negeri Sanggau pada tahun 2024 dinilai mencederai rasa keadilan di masyarakat serta menimbulkan pertanyaan banyak pihak.
Kasus pertama tindak pidana korupsi Kepala Desa Semongan Jaja Miharja Haryanto Suhendri, yang terbukti menyelewengkan dana desa senilai Rp 417 juta dituntut 2 tahun 4 bulan dan divonis 2 tahun penjara.,membayar denda sebesar Rp. 50 Juta dan mengembalikan kerugian keuangan Negara sebesar Rp.417 Juta.
Sementara Gema Liliyantia seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Disperindagkop dan UM Kabupaten Sanggau yang melakukan tindak pidana korupsi ( Pungli ) sebesar Rp 4,4 miliar dalam kasus Tera Timbangan hanya dituntut 1 tahun 6 bulan dan divonis 1 tahun penjara ,membayar denda Rp.50 juta ,tanpa adanya putusan pengadilan untuk mengembalikan atau menyita uang hasil korupsinya ( Pungutan Liar ).
Ketidakadilan terhadap vonis hukuman ini memicu pertanyaan besar mengenai proses peradilan hukum mengenai tindak pidana korupsi di Indonesia.
Masyarakat Kabupaten Sanggau dan sejumlah praktisi hukum menilai ada disparitas yang mencolok dalam putusan pengadilan tersebut. Sebagian besar menilai bahwa hukuman yang dijatuhkan tidak memberikan efek jera, terutama terhadap ASN yang terlibat dalam korupsi dengan kerugian negara yang jauh lebih besar.
Jaja Miharja Haryanto Suhendri Kepala Desa Semongan, terbukti menyelewengkan dana desa sebesar Rp 417 juta. Meskipun kerugian negara relatif lebih kecil dia dijatuhi vonis 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta seta harus mengembalikan kerugian keuangan negara sebesar Rp.417 juta .
Sedangkan Gema Liliyantia ASN yang melakukan tindak pidana korupsi pubgutan liar Tera Timbangan sebesar Rp 4,4 miliar, hanya dituntut 1,6 tahun dan dijatuhi hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta ,dan lebih memprihatinkan karena tidak ada putusan pengembalian uang atau penyitaan hasil pungutan yang dilakukan Gema.
Pengamat hukum Herman Hofi Munawar, mengkritik keputusan ini dan menyatakan bahwa disparitas hukuman tersebut menunjukkan adanya disorientasi dalam sistem peradilan yang seharusnya lebih fokus pada keadilan bagi masyarakat.
“Putusan ini bisa memunculkan ketidak percayaan terhadap lembaga peradilan,” ujar Hofi Munawar kepada infokalbar lewat sambungan telfon, Rabu malam,18 Desember 2024.
Pelaksana Harian (PLH) Ketua Forum Wartawan & LSM Kalbar Indonesia Sujanto, menilai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Gema Liliyantia tidak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi.
“Hukuman 1 tahun penjara untuk kerugian Rp 4,4 miliar jelas tidak memberikan efek jera. Ini justru bisa memberi pesan bahwa korupsi dalam jumlah besar masih bisa dihukum ringan,” ungkap Sujanto.
Senada dengan Sujanto, Sekjen FW & LSM Kalbar Indonesia Wawan Daly Suwandi, menyebutkan bahwa perbedaan hukuman ini membingungkan masyarakat.
“Apakah sudah sesuai dan seperti ini penerapan undang-undang tindak pidana korupsi di Indonesia ,sehingga tuntutan JPU yang dianggap tidak maksimal sehingga putusan pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjadi ringan ?
Keputusan yang dinilai tidak adil ini mendorong harapan masyarakat agar Presiden Prabowo Subianto, yang memiliki komitmen besar dalam pemberantasan korupsi, segera turun tangan. Pemerintah diharapkan dapat mengevaluasi dan memastikan bahwa hukum benar-benar ditegakkan tanpa pandang bulu terlebih dalam kasus-kasus yang mengakibatkan kerugian keuangan negara dalam jumlah besar. (*/Tasya/Red)