OPINI
“Terkait PPN 12% pemerintah meyakinkan kenaikan tersebut hanya untuk barang mewah namun benarkah demikian?,”
Oleh : Suci Ramadani
DIKUTIP dari kompas.id, Bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai hanya berlaku untuk barang mewah, namun ada juga sejumlah barang dan jasa tetap ikut terdampak tarif PPN 12 persen.
Kenaikan pajak diterapkan pada banyak barang dan jasa yang sering digunakan masyarakat sehari-hari. Misalnya, PPN atas kegiatan seperti pembangunan atau renovasi perumahan, pembelian mobil bekas dari dealer mobil bekas, layanan asuransi, pengiriman paket, layanan agen perjalanan, perjalanan keagamaan, dan lain-lain.
Terkait pengenaan PPN atas sejumlah barang dan jasa ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 yang mengatur tentang skema PPN di tahun 2025, yaitu tarif efektif 12 persen untuk barang-barang mewah dan tarif efektif 11 persen untuk barang-barang non-mewah.
Sehubungan dengan itu Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati baru-baru ini mengungkapkan, alokasi dana pemerintah yang dihimpun dari masyarakat di banyak tempat telah membuat pemerintah terlilit utang. Sri Mulyani mencatat, pemerintah secara khusus mengalokasikan hingga 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah (APBN) sepanjang tahun 2024 untuk sektor pendidikan dalam negeri.
“Sampai dengan 24 Desember 2024, realisasi anggaran pendidikan mencapai Rp 519,8 triliun,” katanya dalam Instagram resminya @smindrawati, dikutip Sabtu (4/1/2025). (cnbcindonesia.com, 4/1)
Dengan berlakunya kebijakan di atas masyarakat kian dikejutkan dengan bermacam tarif baru dimulai dari kenaikan PPN 12%, tarif bus listrik yang mulai dikenai biaya merambat dengan kenaikan harga gas LPG. Terkait PPN 12% pemerintah meyakinkan kenaikan tersebut hanya untuk barang mewah namun benarkah demikian? Pasalnya harga barang dan jasa lainnya yang sudah disebutkan di atas tetap saja mengalami kenaikan. Hal ini tentu terjadi karena tidak jelasnya aturan terkait barang mewah apa saja yang akan dikenakan PPN 12%. Bahkan apakah beras, minyak, gula dan beberapa bahan pokok lainnya merupakan barang mewah? Pasalnya harga sembako hingga kini masih melambung tak ada penurunan harga sedikitpun sampai saat ini.
Hal yang tampak saat ini adalah negara berusaha untuk cuci tangan dengan dukungan beberapa media partisan atau dalam peribahasa sering kita dengar “lempar batu sembunyi tangan” dengan berbagai aturan pajak yang menjerat rakyat saat ini.
Bermacam program bantuan termasuk subsidi listrik, Makan bergizi gratis dan sebagainya terus menerus diklaim sebagai peringan beban hidup rakyat, namun nyatanya tak sama sekali malahan mencekik rakyat hari ini. Negara kini acap kali membuat berbagai jenis program dan kebijakan yang katanya pro terhadap rakyat namun kenyataannya hanya omong kosong belaka.
Hal yang berlaku hari ini negara justru abai pada rakyat dan pro terhadap para kapitalis di berbagai lini kehidupan. Bukankah kebijakan yang seperti ini semakin menguatkan profil pemimpin yang populis otoriter.
Apatah profil pemimpin seperti itu yang ada dalam aturan Islam. Siapa yang patut diteladani akan kepemimpinannya dalam mengurusi urusan rakyat selain Rasulullah, Tokoh nomor satu yang tertulis dalam buku Michael H. Hart yang berjudul “The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History” (100 tokoh paling berpengaruh dalam sejarah).
Belum lagi jika kita telisik dalam sumber terlengkap yakni Al-Qur’an dan hadits menyebutkan bahwa Rasulullah adalah teladan terbaik (Uswatun Hasanah) yang layak dicontoh baik kepribadiannya maupun kepemimpinannya.
Dalam Islam para pemimpin diwajibkan untuk mengurus (meriayah) rakyatnya sesuai dengan hukum-hukum Islam dan menghindari timbulnya kebencian dan penderitaan pada rakyat. Islam mewajibkan para pemimpin untuk hanya menerapkan aturan Islam saja dan Allah mengancam para pemimpin yang melanggar aturan-Nya. (**)
*Penulis Adalah Mahasiswa Prodi Sastra Arab USU