Efektifkah Pemberantasan LG8T dengan Membentuk Perda?

0
19
Siti Sri Fitriani/Foto : Ist.

OPINI | POLITIK

“LGBT bukan saja penyimpangan, tetapi juga ancaman kemanusiaan. Ia bisa menghambat regenerasi, amoral, menyebarkan penyakit kelamin yang sama sekali tidak diinginkan siapapun,”

Oleh : Siti Sri Fitriani

GUNA pencegahan penyakit HIV/AIDS yang menyerang masyarakat di Ranah Minang, DPRD Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) tengah merencanakan pembentukan peraturan daerah (perda) terkait LG8T yang menjadi sebab akibat dari penyakit masyarakat tersebut.

Menurut wakil ketua DPRD Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) Nanda Satria, sudah ada lebih dulu perda terkait LG8T di daerah yang juga termasuk provinsi Sumatera Barat, dan dinilai pemerintah provinsi perlu melakukan hal yang sama. Berharap menjadi solusi untuk mengatasi penyakit masyarakat di daerah yang dikenal dengan filosofi “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” (kompas.com, 4/1/2025).

Lantas apakah upaya pemerintah akan efektif mencegah terjadinya LG8T? Tentu, keinginan pemerintah membuat perda terkait LG8T adalah sesuatu hal yang sangat baik. Tapi, hal tersebut tidak akan mampu memberantasnya, sebab sudah begitu banyak perda syariah yang dibuat namun dibatalkan oleh pemerintah pusat karena dianggap bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat.

Padahal sejatinya LG8T bukan lahir tanpa sebab akibat, ia lahir dari sistem yang bernama sekularisme (menjauhkan agama dari kehidupan). Dengan begitu, manusia bebas menentukan pilihan hidupnya sesuai keinginan sendiri, manusia bebas menentukan orientasi seksual, demi memuaskan hawa nafsunya. HAM yang selama ini diusungkan hanya akan memberikan pupuk kemaksiatan hingga tumbuh subur di kalangan masyarakat.

Kemudian akan menjadi tidak terlihat, karena adanya pihak-pihak yang mendukung hal tersebut. LGBT bukan saja penyimpangan, tetapi juga ancaman kemanusiaan. Ia bisa menghambat regenerasi, amoral, menyebarkan penyakit kelamin yang sama sekali tidak diinginkan siapapun.

Namun, sistem demokrasi saat ini sangat melindungi HAM, dengan dalih untuk tercapainya keadilan, namun hal ini tidak lain hanyalah kedok untuk melancarkan kebebasan manusia hingga keluar dari fitrahnya. Dinilai bahwa manusialah yang berhak menentukan aturan hidupnya sendiri. Begitulah kerusakan pandangan Barat sekuler dan liberal yang penting nafsu syahwat mereka terpenuhi. Tidak pandang merusak atau menjijikkan.

Padahal, dalam Islam hakikatnya manusia diciptakan dengan kodratnya sebagai lelaki dan perempuan. Bukan homoseksual, baik gay atau lesbian. Allah SWT berfirman:

وَمِن كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kalian mengingat kebesaran Allah” (TQS adz-Dzariyat [51]: 49).

Penciptaan pria dan wanita bukan sekadar untuk memenuhi dorongan seksual, tetapi untuk tujuan mulia, yakni supaya umat manusia terus berketurunan. Firman Allah SWT:
وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا وَجَعَلَ لَكُم مِّنْ أَزَوَٰجِكُم بَنِينَ ‌وَحَفَدَةً
“Allah telah menjadikan bagi kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri dan telah menjadikan bagi kalian dari istri-istri kalian itu anak-anak dan cucu-cucu” (TQS an-Nahl [16]: 72).

Kelahiran anak dan keturunan secara kodrati tidak mungkin tercapai jika manusia tidak berpasangan antara pria dan wanita. Allah SWT telah menciptakan pada keduanya kemampuan reproduksi yang saling menyempurnakan. Sementara kaum LG8T, merusak nasab.

Karena itulah Islam mensyariatkan pernikahan yang di dalamnya terpenuhi pemenuhan kebutuhan biologis sekaligus mendapatkan keturunan yang terpelihara nasabnya. Semuanya bernilai pahala di hadapan Allah SWT.

Sebagaimana sabda Nabi SAW, “Persetubuhan salah seorang di antara kalian (dengan istrinya) adalah sedekah.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah SAW menjawab, “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa? Demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala” (HR Muslim).

Begitulah Allah menurunkan seperangkat aturan bagi manusia, untuk mencegahnya dari berbuat kemaksiatan, yakni sistem Islam. Dalam penerapannya sistem Islam telah mengatur secara kaffah pergaulan antara laki-laki dengan perempuan juga orientasi seksualnya. Kemudian negara menjadi pelindung dan penjaga fitrah umat agar tetap sesuai dengan syari’at.

Negara akan menutup semua celah dan peluang terjadinya kemaksiatan. Sistem Islam memiliki sanksi yang tegas dan menjerakan atas pelanggaran hukum syara termasuk penyimpangan orientasi seksual. Nabi SAW bersabda:
مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ
“Siapa saja yang menjumpai orang yang melakukan perbuatan liwath (sodomi), sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Luth, maka bunuhlah kedua pasangan liwath tersebut” (HR Abu Dawud).

Selama umat tidak kembali pada pelaksanaan syariah dalam naungan Khilafah, sepanjang itu pula kaum LG8T akan eksis dan mengancam kehidupan umat. [**]

*Penulis Adalah Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok