Riza Fahmi, Pengawal Pengalihan FIR Dari Singapore ke Indonesia

0
1
Foto : Ist.

NEWS | BISNIS

“GM termuda saat itu yang diuji leadership-nya untuk memimpin senior-seniornya di lapangan. Semua bisa dirangkul dengan akrab, dengan tak lupa membangun profesionalisme seluruh anak buahnya,”

JAKARTA | Lapan6Online : Riza Fahmi saat ini menjabat Direktur Operasi Perum LPPNPI (AirNav Indonesia) sejak Maret 2024. Ia merupakan lulusan terbaik STPI Curug 1996, sekaligus peraih “Adhi Makayasa” di tahun tersebut.

Salah satu pencapaian signifikan AirNav Indonesia di bawah kepemimpinan Riza Fahmi adalah suksesnya pengalihan ruang udara di atas Kepulauan Riau dan Natuna dari “Flight Information Region” (FIR) Singapura ke Indonesia pada 2024. Pengelolaan ruang udara itu sudah dilakukan Singapura sejak 1946, itu kini kembali di kelola Indonesia.

Selain itu, Riza Fahmi juga menandatangani perjanjian kerja sama dengan Pelita Air untuk mengembangkan Bandara Pondok Cabe di Tangerang Selatan. Kerja sama ini mencakup penyediaan layanan navigasi penerbangan, yang bertujuan meningkatkan keselamatan dan keamanan penerbangan, serta kualitas layanan bagi penumpang.

Kepemimpinan Riza Fahmi di AirNav Indonesia menunjukkan komitmen kuat dalam meningkatkan layanan navigasi penerbangan dan memperkuat kedaulatan udara Indonesia. Langkah-langkah strategis yang diambilnya diharapkan dapat terus memajukan industri penerbangan nasional dan memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat luas.

Dengan kepemimpinan Riza Fahmi, AirNav Indonesia diharapkan dapat terus memperkokoh posisinya sebagai penyedia layanan navigasi penerbangan kelas dunia,sekaligus mendukung pertumbuhan sektor penerbangan nasional.

Dibalik kesuksesan karirnya, Fahmi pernah bekerja sebagai Air Traffic Controller (ATC) pada 1997, lalu Junior Manager Flight Data Management pada 2006 dan menjadi Manager Pelayanan Lalu- lintas Penerbangan pada 2009 di PT Angkasa Pura 1 (Persero).

Ia kemudian dipercaya tiga negara dalam bidang Diplomasi kedaulatan udara di Asia Pasifik, Fahmi dipercaya Pemerintah RI untuk menjadi delegasi Indonesia pada ICAO Regional Task Force pada tahun 2009, anggota delegasi ASEAN Route Review Task Force pada 2010, dan anggota delegasi ICAO Global AIM Congress pada tahun yang sama.

Tak hanya dipercaya di Indonesia, pria kelahiran Sidoarjo 1976 ini juga dipercaya oleh negara tetangga dalam hal harmonisasi isu-isu operasional penerbangan. Tercatat pada 2010, Fahmi dipercaya sebagai Ketua Delegasi Indonesia-Malaysia ATS Data Intechange, lalu Indonesia-Australia ATS Data Interchange.

Pada 2012, Fahmi ditunjuk sebagai Chairman Join Task Force Trilateral Indonesia, Philippine, Australia. Pria dengan dua orang anak ini, juga dipercaya untuk memimpin penyelesaian isu dan harmonisasi operasional navigasi penerbangan di tiga negara (Indonesia, Philippine, Australia), terutama inter-boundary operations, realignment routes yang melewati tiga negara tersebut serta komunikasi antar-ATC System (Inter-data Change) yang memang menjadi salah satu keahlian teknisnya.

Global ATFM Expert FAA Asia Pacific yang melihat potensi pria penyuka music rock ini, kemudian memberinya beasiswa “Future ATC Leaders” pada tahun 2012. Fahmi diberikan pengayaan ilmu penerbangan dari FAA, NTSB, Boeing, serta diberikan kesempatan terbatas untuk mengunjungi FAA Command Centre di Virginia.

Bersama Director FAA, Fahmi lalu diminta menjadi pembicara pada “Global ATFM Forum” di Bali. Inilah kali pertama ATFM (Air Traffic Flow Management) dan ACDM (Airport Collaborative Decission Making) mulai diperkenalkan di Indonesia.

ATFM-ACDM adalah teknik pengaturan navigasi yang mampu meningkatkan kapasitas Bandara hingga 30 persen tanpa perlu memperpanjang atau menambah Runway baru.

Fahmi adalah salah satu ahli yang diakui dunia yang dimiliki Indonesia. Fahmi lalu diangkat menjadi anggota The Global ATFM Expert yang beranggotakan 50 orang dari seluruh dunia (tiga orang dari ASEAN). Para Global Expert ini kemudian banyak berkontribusi dalam menyusun dokumen-dokumen ICAO bidang ATFM dan ACDM yang dijadikan acuan di seluruh dunia.

Usai pemerintah membentuk Perum LPPNPI yang menyatukan pelayanan Navigasi dari PT.Angkasa Pura I dan II, maka Fahmi memilih untuk melepas karirnya di PT Angkasa Pura I (Persero) dan bergabung dengan Perum LPPNPI atau Airnav Indonesia pada 2013. Dia langsung diangkat sebagai EVP ATC & ATFM System.

Setahun kemudian, Fahmi diberi kepercayaan untuk memimpin Kantor Cabang sebagai GM Airnav Palembang. Dia adalah GM termuda saat itu yang diuji leadership-nya untuk memimpin senior-seniornya di lapangan. Semua bisa dirangkul dengan akrab, dengan tak lupa membangun profesionalisme seluruh anak buahnya.

Setelah sukses menggawangi Airnav Palembang, pada 2016, Fahmi ditarik kembali ke Kantor Pusat sebagai EVP Safety & Security. Tugasnya kali ini adalah mengawal isu-isu terkait Cyber Security yang saat itu mulai ramai diperbincangkan dan dikhawatirkan dapat menjadi ancaman bagi jaringan ATC System Nasional.

Bekerja sama dengan Tim Kementerian Perhubungan dan Tim Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Fahmi banyak memberikan masukan untuk penyusunan regulasi keamanan siber di lingkungan penerbangan, baik bidang navigasi, bandar udara maupun maskapai penerbangan.

Di sela-sela kesibukannya, pria penyuka kuliner ini menyempatkan diri menulis buku berjudul “Crash!”. Buku ini mencoba menyingkap penyebab kecelakaan pesawat di Indonesia dari kacamata seorang ATC (Air Traffic Controller).

Pada 2019, Fahmi diangkat sebagai EVP Corporate Risk Management. Tugasnya adalah membuat peta resiko operasi dan korporasi, serta menyiapkan mitigasinya. Dan benar saja, beberapa bulan kemudian muncullah pandemi Covid-19 (masuk Indonesia pada Maret 2020). Semua aktifitas korporasi seakan terhenti. Sementara pelayanan navigasi tetap harus standby 24/ 7. Artinya, sesuatu yang siap sedia dan tersedia sepanjang waktu, tanpa libur, dan tanpa absen.

Jaman pandemi Covid-19, ajaran Direksi Airnav Indonesia segara menunjuk Fahmi sebagai Ketua Satgas Covid-19. Dialah yang mengawal mitigasi resiko Pandemi bagi seluruh karyawan dan keluarganya, hingga dilakukan vaksinasi masal beberapa bulan kemudian. Dia juga yang membantu Direksi menyusun konsep “Business Continuity Plan” guna menjaga kesinambungan Airnav Indonesia.

Mengawal G-20 di Bali
Setelah sukses megawal mitigasi Covid-19, tugas berikutnya menanti Riza Fahmi, yaitu Event Presidential G-20 di Bali. Selain leadership yang kuat, dengan keahlian teknis di bidang ATFM dan ACDM, maka Fahmi menjadi pilihan Direksi Airnav Indonesia untuk mengawal agenda negara tersebut.

Fahmi lalu ditunjuk sebagai GM Airnav Denpasar pada akhir 2021 guna mempersiapkan tim yang akan mengawal event G20 di Bali pada November 2022.

Saat itu, kondisi traffic di DPS hanya 50 penerbangan per hari (akibat pandemi). Sedangkan saat G-20 nanti, diperkirakan Tim ATC harus mampu melayani 400 pesawat per hari. Inilah tantangan yang harus disiapkan dalam 10 bulan kedepan. Latihan dan simulasi segera digelar.Tantangan lainnya adalah arahan Presiden RI agar tidak ada penutupan bandara selama G-20, karena ekonomi Bali yang baru bangkit dari pandemi.

Artinya, pergerakan pesawat VVIP harus diselaraskan dengan penerbangan komersial. Ini sangat menantang, karena baru pertama dilakukan di Indonesia model mix operations VVIP dan komersial.Karena normalnya, setiap ada penerbangan VVIP (pesawat Presiden, Perdana Menteri atau wakilnya), selalu mengikuti protokol penutupan bandara selama 30-45 menit.

Dan tantangan terbesarnya tentu saja bagaimana meyakinkan US Secret Service bahwa Air Force One dapat terbang dengan aman diantara pesawat komersial, saat mereka menghadiri G-20. Dan alhmadulillah, tugas penting ini dapat dijalankan dengan baik bersama TNI-AU.

Atas kesuksesan pada G-20, Fahmi dipromosikan sebagai Direktur Safety di Airnav Indonesia pada Mei 2023. Tugas berikutnya adalah mempersiapkan Safety Risk Assessment (SRA) pada pengambil-alihan FIR Natuna dari Singapore ke Indonesia.

SRA ini menghitung detail teknis pengalihan pelayanan dari Singapore dan dampaknya bagi Airlines dan keselamatan penerbangan. Tidak boleh ada gangguan ataupun penghentian pelayanan penerbangan sedetikpun. SRA harus disepakati oleh kedua pihak (Indonesia & Singapore) dan akan sangat menentukan Go or No-Go pengambilalihan FIR pada Hari-H.

Pada Maret 2024, lulusan terbaik Curug 1996 ini diangkat sebagai Direktur Operasi dengan tugas menyelesaikan Operational Agreement antara Indonesia dan Singapore guna proses teknis pengalihan kendali FIR. Seluruh proses ini akhirnya berbuah manis dengan suksesnya pengalihan FIR Natuna dari Singapore pada 22 Maret 2024.

Ini adalah kebanggaan Nasional karena FIR Natuna dikendalikan oleh Singapore sejak 1946 dan baru dapat kita ambil-alih pada 2024 setelah sebelumnya bernegosiasi dan berdiplomasi.

Menurut Pengamat Keamanan dan Intelijen, Ridlwan Habib, keberhasilan Riza Fahmi menunjukkan kemampuan leadership yang tinggi.

“Beliau berhasil menata secara rapi alur penerbangan VVIP secara sempurna di G20 Bali, itu perlu skill intelijen juga, ” ujar Ridlwan Habib, ketika dihubungi pada Rabu (21/1/25) di Jakarta.

Para kepala negara dengan security super maksimal tentu butuh keahlian khusus, Ridlwan menilai Fahmi bisa mensinergikan antara kepentingan security dengan navigasi penerbangan.

Ridlwan juga menyoroti kinerja Fahmi dalam lobi lobi dengan pihak Singapura.

“Dia punya kemampuan negosiasi dan mencari win-win solution dalam problem khusus,” beber alumni S-2 Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia tersebut.

Dalam menghadapi musim liburan hingga lebaran, Ridlwan mengingatkan agar terus meningkatkan profesionalitas tim Airnav. “Saya kira Pak Fahmi bisa memperkirakan titik puncak yang harus diantisipasi, termasuk juga resiko keamanan dari sisi cuaca maupun keamanan dari sisi terorisme, ” tandas Ridlwan. (*MasTe)