OPINI | POLITIK
“Rencana pembentukan Perda ini diharapkan bisa menjadi sebuah solusi untuk mengatasi LGBT di Ranah Minang, sejalan dengan filosofi daerah yang dikenal dengan ungkapan “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah“.
Oleh : Erlita Nur Safitri
RANCANGAN peraturan daerah (Raperda) yang menyoroti pencegahan dan larangan LGBT terus bermunculan di berbagai daerah di Indonesia. Beberapa daerah menyatakan dukungannya terhadap larangan perilaku LGBT dan mendukung rancangan perda yang diajukan oleh DPRD.
Terbaru, DPRD Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) sedang mengkaji rencana pembentukan peraturan daerah (Perda) untuk memberantas penyakit masyarakat, terutama LGBT di Ranah Minang. Menurut Wakil Ketua DPRD, Nanda Satria, Pemerintah daerah harus merancang strategi bersama masyarakat untuk menyelesaikan persoalan ini secara efektif.
Dikutip dari CNN Indonesia, Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang, dr. Srikurnia Yati mengungkapkan bahwa dari total kasus HIV di Padang, sebanyak 166 kasus (53,8%) berasal dari luar kota, sementara 142 kasus (46,2%) merupakan warga Kota Padang sendiri.
Data ini menunjukkan pentingnya langkah preventif yang lebih komprehensif dalam menangani persoalan sosial dan kesehatan di masyarakat. Rencana pembentukan Perda ini diharapkan bisa menjadi sebuah solusi untuk mengatasi LGBT di Ranah Minang, sejalan dengan filosofi daerah yang dikenal dengan ungkapan “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah“.
LGBT adalah akronim dari Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender. Beberapa negara di dunia seperti Australia, Irlandia dan Thailand telah melegalkan pernikahan sesama jenis melalui undang-undang. Hal ini membuktikan bahwa penyebaran LGBT semakin masif dan merupakan buah dari sistem sekuler yang diterapkan hari ini.
Hak Asasi Manusia (HAM) yang lahir dari sekularisme membuat manusia bebas menentukan kehendaknya sendiri, termasuk dalam menentukan orientasi seksualnya. Dan sistem hari inilah yang menumbuhsuburkan kemaksiatan ini. Tentu saja, rancangan peraturan daerah untuk memberantas LGBT adalah keinginan yang sangat bagus untuk diterapkan.
Namun, hal ini tidak akan efektif jika dilakukan di sistem saat ini. Misalnya saja, perda syariah yang dibuat di beberapa daerah faktanya justru terus-menerus dipermasalahkan oleh pihak-pihak tertentu.
Bahkan, ada yang dibatalkan oleh pemerintah pusat karena dianggap bertentangan dengan kebijakan pemerintah. Apalagi, dalam sistem Demokrasi Sekuler, bukan Islam yang dijadikan acuan, melainkan dasar hukum yang bersumber pada akal manusia yang lemah. Maka, tidak ada tempat bagi penerapan syariat Islam secara menyeluruh. Asas yang batil tidak akan mampu memberikan solusi tuntas atas permasalahan manusia.
Berkebalikan dengan sekularisme yang berpegang pada kebebasan dan HAM, gaya hidup LGBT bertentangan dengan syariat dan tidak dapat diterima dalam Islam. Islam memandang bahwa seorang muslim wajib untuk tidak mengambil nilai, konsep dan aturan di luar Islam. Semua aturan yang diterapkan harus berdasarkan hukum syara’ dan berlandaskan keimanan. Dari sanalah kita meyakini bahwa Islam adalah agama yang mampu menyelesaikan seluruh urusan umat manusia.
Islam memiliki hukum tertentu sesuai syariat Allah yang berkaitan dengan sistem pergaulan atau sistem sosial, yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan serta orientasi seksualnya. Negara akan menjadi pelindung dan penjaga umat agar tetap berada dalam ketaatan pada Allah termasuk dalam sistem sosial.
Negara juga akan menutup rapat setiap celah yang dapat membuka peluang pelanggaran hukum syara’. Islam juga memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan atas pelanggaran hukum syara’, termasuk dalam penyimpangan orientasi seksual. Islam memiliki mekanisme tiga pilar tegaknya aturan Allah yang akan mencegah adanya LGBT. Oleh karena itu, LGBT hanya akan dapat diberantas secara tuntas ketika Islam diterapkan secara kaffah. (**)
*Penulis Adalah Alumnus Universitas Pancasila