Korupsi Kian Menjadi, Apa yang Terjadi?

0
28
Nikmah Ridha Batubara, M.Si/Foto : Ist.

OPINI | POLITIK | HUKUM

“Kondisi di lapangan sepertinya jauh panggang dari api. Karena percuma saja kalau yang dipotong hanya daunnya, tetapi akarnya masih menjalar dan mencengkeram kuat di tanah Indonesia,”

Oleh : Nikmah Ridha Batubara, M.Si

SEOLAH sudah menjadi makanan sehari-hari, pembicaraan tentang korupsi tak pernah berhenti. Entah apa yang merasuki para pejabat yang ada di negeri ini, sampai tega membiarkan rakyat menderita, sementara mereka asyik berfoya-foya.

Temuan terbaru, terungkapnya korupsi yang dilakukan oleh Direktur Pertamina Patra Niaga dan pejabat pertamina lainnya, yang merugikan negara sampai ratusan triliun rupiah. Setelah sebelumnya kita juga dihidangkan dengan kasus korupsi PT. Timah yang mencapai angka Rp 300 Triliun. Dan masih banyak daftar kasus serupa dengan angka-angka fantastis yang membuat rakyat geram dengan keserakahan orang-orang tak berperasaan tersebut.

Pada pertemuan di Forum Internasional, World Governments Summit 2025 di Dubai, Uni Emirat Arab beberapa waktu lalu (Kamis/13/2/2025), Pak Prabowo Subianto menyatakan kekhawatirannya tentang tingginya tingkat korupsi di Indonesia yang menurut beliau menjadi penyebab kemunduran di berbagai sektor di negeri ini. Dan beliau bertekad ingin memberantas korupsi dengan segala upaya yang dimilikinya saat ini.

Namun, kondisi di lapangan sepertinya jauh panggang dari api. Karena percuma saja kalau yang dipotong hanya daunnya, tetapi akarnya masih menjalar dan mencengkeram kuat di tanah Indonesia.

Sistem Kapitalisme – Sekulerisme yang masih diterapkan di Indonesia, adalah akar permasalahan dari menjamurnya para koruptor di Indonesia. Penerapan sistem Kapitalisme – Sekulerisme telah membuka peluang terjadinya korupsi secara sistemik, pada berbagai bidang dan level jabatan. Bahkan para pemilik modal pun mendapatkan proyek dari negara. Tampaknya, sistem ini selalu menganak-emaskan para pemilik modal.

Ditambah lagi, pada masa pemilihan wakil rakyat akan terbuka lebar kesempatan bagi para oligarki untuk berbondong-bondong memberikan modal kepada para calon pejabat. Sehingga pada akhirnya, ketika Sang calon memegang tampuk kepemimpinan, pemilik modal tinggal menagih janji untuk “diamankan” segala urusannya. Atau Si pemenang itu, harus mengembalikan modal yang cukup besar yang terpakai untuk mendongkraknya naik ke kursi pejabat. Otomatis, dia akan menghalalkan berbagai cara untuk melepaskan dirinya dari sandera utang politik. Miris dan menyedihkan.

Permainan yang selalu dipertontonkan di hadapan masyarakat yang hanya dapat menangis menjalani nasib sebagai rakyat jelata. Marah dan kecewa, tapi tak mampu berkata-kata.

Belum lagi dalam pembuatan aturan dan kebijakan, pejabat yang dimodali para oligarki pastilah akan tunduk dan lemah di hadapan sang pemodal. Bagaimana tidak, karena dalam sistem kapitalis, pemilik modal berada di puncak tertinggi kekuasaan. Money is an epitome of human power, uang adalah lambang dari kekuasaan manusia. Kalau sudah seperti ini, rakyat adalah pihak yang paling terdzolimi.

Selain itu, faktor yang berperan dalam merebaknya korupsi saat ini adalah kepribadian seseorang yang tidak mencerminkan sikapnya sebagai seorang muslim. Seorang muslim tidak hanya dituntut memiliki pola pikir yang Islami, tetapi juga haruslah memiliki pola sikap yang Islami (syakhsiyah Islamiyah).

Orang yang berkepribadian Islam tidak akan gelap mata melihat angka-angka fantastis yang tertera dalam tiap proyek yang ditanganinya. Dan tidak akan menerima pemberian di luar dari gaji yang sudah ditetapkan untuknya. Dia akan faham bahwa apa pun yang dilakukannya disaksikan oleh Allah SWT dan akan dihisab di yaumil akhir kelak. Sehingga ia akan selalu berhati-hati dalam mengambil sikap dan keputusan.

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits : ”Barangsiapa yang telah aku angkat sebagai pekerja dalam satu jabatan kemudian aku beri gaji, maka sesuatu yang diterima di luar gajinya adalah ghulul (korupsi).” (H.R. Abu Dawud). Penerapan sistem Islam di dalam Daulah Islamiyah, akan menutup rapat celah yang memungkinkan terjadinya korupsi.

Sistem Islam memiliki aturan hukum yang tegas dan memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi. Pada masa kepemimpinan Nabi Muhammad SAW, pernah terjadi kasus korupsi yang dilakukan seorang sahabat. Dia ternyata telah mengkorupsi harta ghanimah (rampasan perang), walaupun nilainya tidak sampai 2 dirham. Namun sekecil apa pun nilai yang diambil, pelakunya itu tetaplah bergelar koruptor. Maka Rasulullah SAW pun enggan menshalatkannya sebagai peringatan bagi seluruh ummat, bahwa korupsi adalah perbuatan yang hina dan penuh dosa.

Perbuatan ini adalah pengkhianatan terhadap amanah yang diberikan rakyat. Sikap Rasulullah SAW ini adalah salah satu bentuk sanksi moral yang membuat orang lain tidak mau melakukan hal yang sama.

Sistem Islam memiliki mekanisme yang lengkap untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi. Keharaman korupsi tertera di dalam Al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber hukum. Sebagai langkah preventif, orang yang berhak diberi amanah hanyalah orang-orang yang adil. Tidak ada kesempatan bagi orang fasik dan pelaku maksiat, apalagi mantan pidana korupsi.

Pergerakan jumlah harta pejabat juga diawasi, apabila ada pemasukan yang tidak wajar maka akan dilakukan pemeriksaan untuk dipastikan darimana sumbernya. Jika ternyata terjadi korupsi, maka pejabat tersebut akan diviralkan di publik, harta hasil korupsinya disita dan dihukum takzir yang jenis hukumannya ditentukan oleh khalifah atau Qadi. Takzir yang diberikan bisa berupa hukuman penjara, diasingkan atau bahkan hukuman mati.

Maka dari itu, sistem yang dianut suatu negara menentukan keberhasilan dalam penegakan hukum secara sempurna. Negara yang menerapkan sistem Islam akan mendidik generasi yang memahami hukum syara’. Penerapan Sistem Islam yang sempurna dalam naungan Daulah Islamiyah, akan menghadirkan sistem pendidikan yang mengutamakan pembentukan generasi taqwa dan bersyakhsiyah Islamiyah.

Sehingga akan lahirlah para pemimpin adil yang mampu menjalankan amanahnya dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan. Negara yang dipimpin oleh orang-orang yang taat dalam menegakkan aturan Allah SWT dan masyarakatnya pun memahami fungsinya sebagai kontrol dalam kehidupan bermasyarakat, akan mampu memberantas korupsi sampai ke akar – akarnya. Sehingga kita akan hidup penuh dengan keberkahan. (**)

*Penulis Adalah Aktivis Dakwah/Alumni S2 Biologi PascaSarjana FMIPA USU

Disclaimer :
Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan Lapan6Online.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi Lapan6Online.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.