Halsel | Malut | Lapan6Online : Sebelumnya, Ketua Lembaga Bantuan Hukum “Justice Indonesia” Cabang Halmahera Selatan, Ongky Nyong, SS. SH menegaskan, bahwa terkait dengan sejumlah TKA China yang datang ditengah Pandemik Covid 19 di Desa Kawasi, Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan yang saat ini menjadi pemicu Konflik adalah bentuk pelanggaran Hukum yang tidak bisa dibiarkan.
“Kenapa tidak? Kita tau bersama bahawa sejak tanggal 2 April 2020 secara resmi diberlakukan Peraturan Menkumham Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Larangan Masuk dan Keluarnya TKA di Indonesia dan yang lebih ditegaskan lagi pada Pasal 8 Ayat (1) dan (2) Bahwa Sejak diberlakukan peraturan ini maka Permenkumhan nomor 7 tahun 2020 dan Permenkumham Nomor 8 Tahun 2020 tentang pemberian visa dan ijin dinyatakan tidak berlaku.” ujar Ongky Nyong kepada redaksi Lapan6online beberapa waktu lalu.
Dia menegaskan, adanya tontonan Kedatangan TKA saat ini di Kawasi membuat tenaga kerja lokal bahkan Masyarakat Desa Kawasi menjadi Resah.
“Kami dari Lembaga Bantuan Hukum Justice Indonesia Hal-Sel mengecam keras. Kami minta kepada pemerintah khususnya lembaga yang berwenang agar menindak tegas TKA tersebut,“ pinta Ongky.
PB HMI Angkat Suara
Kecaman datangnya TKA China itu tak cuma datang dari LBH Justice semata, tetapi kecaman juga datang dari Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI).
Bahkan mereka menuntut Gubernur Maluku Utara dan Kapolda untuk bertanggung jawab atas lolosnya Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China yang masuk ke Halmahera Selatan di tengah pandemi Covid-19.
Wakil Sekretaris Jenderal PB HMI, Riyanda Barmawi menilai, lolosnya 46 TKA asal China dengan menggunakan kapal pribadi tersebut merupakan permainan elit dan pemodal. Sebab, kata Riyanda seluruh TKA yang lolos masuk ke Halmahera Selatan tersebut merupakan tenaga ahli yang khusus didatangakan oleh perusahaan untuk menyelesaikan proses konstruksi smelter di PT HPAL.
“Jadi kita berkesimpulan bahwa ini kebijakan sepihak Perusahan tanpa memperhatikan kondisi Negara yang sedang dihantui pandemi Covid-19,” kata Riyanda dalam rilis seperti dikutip Lapan6online dari situs TeropongSenayan.com, Minggu (19/4/2020).
Lebih lanjut Riyanda mengatakan Pemprov Maluku Utara sepatutnya perlu belajar dari beberapa daerah di Indonesia seperti Kota Kendari yang berani memulangkan secara paksa 49 TKA, Kota Bintan Provinsi Riau sebanyak 39 TKA karena dianggap melanggar prosedur kerja.
“Tidak ada salahnya kalau pihak Pemprov dan Pemkab menyelesaikan persoalan ini dengan berkaca pada kasus dibeberapa daerah yang berhasil memulangkan para TKA,” katanya.
Riyanda mengatakan persoalan masuknya 46 TKA di Halsel mustahil tanpa diketahui oleh pemerintah baik Provinsi maupun Kabupaten, bahkan pihak keamanan dalam hal ini Polda dan Polres juga telah mengetahui masuknya TKA asing di Pulau Obi.
“Gubernur sebagai pemberi izin Perusahan PT HPAL dan Kapolda sebagai pananggung jawab keamanan di Malut harus bertanggung jawab atas masuknya TKA asal China di Desa Kawasi,” katanya.
Pada kesempatan itu, Riyanda juga menyampaikan bahwa jajaran Polda Malut hingga ketingkat Polres Halsel dalam persoalan ini juga telah mengabaikan Peraturan Menteri Hukum dan HAM.
“Lebih jelasnya lagi Polda dan Polres Halsel telah mengabaikan Permenkumham No. 11 Tahun 2020 tentang pelarangan masuknya TKA ditengah meluasnya Covid-19,” tandas Aktivis Lingkungan itu.
(*/RedHuge/Laan6online)