Ada Apa di Balik Konser Blackpink?

0
10
Rizka Adiatmadja/Foto : Ist.

OPNI | POLITIK

“Kontras adanya, cermin dari kondisi kehidupan masa kini yang kian memperlihatkan ketidakadilan. Di saat kondisi umat terpuruk, sepak terjang generasi pun semakin memburuk,”

Oleh : Rizka Adiatmadja,

PEMUDA adalah aset bangsa, generasi yang menjadi tolok ukur berhasil atau gagalnya sebuah negeri. Akankah menjadi insan muda yang terbina atau hakikatnya terhina?

Semua kembali kepada kebijakan pemangku negara, adakah aturan paripurna yang mampu menjaga tunas bangsa menjadi penerus yang bisa melanjutkan estafet peradaban atau hancur secara sikap dan pemikiran, tergerus kegilaan zaman?

Dikutip dari CNBC Indonesia – BLACKPINK mengadakan konser berjudul “WORLD TOUR [BORN PINK]” di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, pada akhir pekan ini. Konser dibagi dalam dua hari, yaitu 11–12 Maret 2023.

Di momen tersebut, girl grup yang sedang menguasai dunia ini mendapatkan sebuah penghargaan dari “Guiness World Records” pada Sabtu kemarin. Sebagai pemecah rekor kelompok penyanyi yang mendapatkan pendengar terbanyak di Spotify seluruh dunia (12 Maret 2023).

Dikutip dari laman kompas.com, konser Blackpink mampu menggerakkan Kepolisian Daerah Metro Jaya yang mengerahkan 1.022 personel untuk mengamankan konser hari keduanya.

Ribuan anggota tersebut merupakan gabungan dari beberapa unsur di antaranya: 932 personel Polda Metro Jaya dan Polres Metro Jakarta Pusat, 30 personel Tentara Nasional Indonesia (TNI), serta 60 personel dari pemerintah daerah (pemda). (12 Maret 2023).

Pelantun “Pink Venom” ini memiliki single utama berjudul “Shut Down” yang berhasil menempati urutan pertama di tangga lagu dan memiliki followers sebanyak 38 juta di Spotify. Prestasi dan penghargaan yang diterima mampu mengalihkan pandangan dunia dan hanya tertuju kepada girl grup tersebut.

Tiket konser dengan harga selangit, tidak sama sekali membuat penggemar terlihat sulit. Mereka berlomba-lomba mempersiapkan segala keperluan dan dana hanya untuk bisa menghadiri konser akbar tersebut.

Laman detik (11/3/2923) menulis bahwa lebih dari 70 ribu penggemar Blackpink (Blink) hadir di konser tersebut. Tidak hanya berkorban untuk membayar biaya tiket, yang dipatok dengan harga Rp1.350.000–Rp3.800.000. Blink pun tak ketinggalan untuk merogoh kocek lebih dalam agar maksimal memakai pernak-pernik khas Blackpink. Miris, jika ditangani calo, ternyata harga tiket bisa mencapai Rp10.000.000.

Budaya hedonisme yang tak bisa dibendung, menggilas pemikiran remaja hari ini.

Prioritas yang sudah melanggar batas, di sela kondisi perekonomian negeri dihantui resesi. PHK yang terus-menerus, kemiskinan ekstrem semakin menggerus. Kontras adanya, cermin dari kondisi kehidupan masa kini yang kian memperlihatkan ketidakadilan. Di saat kondisi umat terpuruk, sepak terjang generasi pun semakin memburuk.

Hal yang lebih menyakitkan, demam budaya Korea Selatan ini tak hanya menggoda generasi muda biasa, remaja muslimah pun ikut larut dan terbawa. Tak sedikit yang berkerudung pun berjoget dan bersenandung. Tampilan islami tak membuat mereka malu dan risi untuk berkontribusi.

Sebuah pemandangan yang teramat mengerikan, potret kemunduran sebuah peradaban. Akidah sekularisme telah mencengkeram generasi agar rusak dari dalam diri sehingga miskin visi karena budaya rusak ala Barat semakin lancar menginjeksi.

Umat Islam kian limbung, generasi ikut linglung. Lupa pijakan ketika agama tak dijadikan sandaran perbuatan. Jumlah yang begitu banyak tak memberi kualitas layak. Seperti buih di lautan yang terombang-ambing gelombang, hingga tinggal menunggu karam dan berujung kehancuran. Manusia berlomba-lomba membuktikan cintanya kepada dunia, hingga akhirat tak lagi menjadi tujuan utama.

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman bin Ibrahim bin Ad Dimasyqi, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Bakr, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Jabir, ia berkata, telah menceritakan kepadaku Abu Abdissalam dari Tsauban, ia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Nyaris saja umat-umat (selain Islam) bersekongkol untuk memerangi kalian layaknya memperebutkan makanan pada sebuah nampan.’ Ada seseorang yang bertanya, ‘Apakah kami pada saat itu berjumlah sedikit?’ Beliau menjawab, ‘Bahkan jumlah kalian pada saat itu sangat banyak, hanya saja kalian itu bagaikan buih banjir.

Sesungguhnya Allah benar-benar akan mencabut dari musuh-musuh kalian rasa takut terhadap kalian, dan akan menimpakan ke dalam hati kalian wahn.’Orang tersebut bertanya kembali, ‘Wahai Rasulullah, apa itu wahn?’ Beliau menjawab, ‘Cinta dunia dan takut mati’.” (HR. Abu Daud No. 3745, sanad sahih menurut Muhammad Nashiruddin Al Albani).

Apakah kerusakan yang terjadi mutlak kesalahan generasi? Jawabannya tentu tidak, sebab pemerintah dan atau pejabatlah yang terbukti tidak mampu memberi yang terbaik tentang visi dan misi hidup hakiki. Bahkan mendidik dan mengarahkan mereka masuk pada kancah kerusakan yang terfasilitasi.

Kekerasan perilaku remaja yang menjadi topik utama di kanal berita, seks bebas semakin merajalela, aborsi tak lagi dihukumi dosa. Nyanyian, musik, minuman keras, dan narkoba menjadi solusi sesaat dari keguncangan yang ada, hingga tren bunuh diri yang semakin meningkat jumlahnya.

Siapa yang bisa menyelamatkan generasi dari kehancuran yang semakin menggila ini? Tentu jawabannya hanyalah Islam semata yang memiliki visi nyata dalam mendidik generasi agar menjadi umat terbaik.

Islam membentuk generasi dengan kepribadian islami. Takwa yang dibentuk pertama hingga menggelora dan sanggup menjaga mereka dari perbuatan sia-sia yang akan berujung dosa. Visi yang jelas dalam membangun tunas yang tangguh agar tidak menjadi penerus yang bermental rapuh.

Dengan pendidikan yang bervisi hakiki, pemuda Islam akan menyibukkan diri menuntut ilmu, fokus pada urusan-urusan yang yang bisa meningkatkan kualitas diri sebagai hamba Tuhan/ibadah.

Belajar dengan gigih agar bisa memberi kontribusi cemerlang untuk peradaban. Negara yang menjalankan sistem Islam akan menjadi perisai terkuat dalam memilah serta memilih hal apa saja yang bisa berpengaruh kepada generasinya. Sehingga pemikiran dan gaya hidup generasi tidak teracuni budaya asing yang membunuh dari dalam.

Negara dan atau pejabat pemerintah akan memfilter atau bahkan meniadakan tayangan, konten, ide, buku, dan lain-lain yang merusak agar tidak bisa diakses bebas oleh remaja.

Mereka akan mencintai suasana kajian karena negaralah yang akan meluaskan ruang untuk mereka berkiprah memahami Islam yang bukan sekadar agama, tetapi pedoman hidup.

Ruh ketakwaan pun akan terpancar di tengah-tengah umat karena atmosfer yang tercipta di masyarakat pun sehat. Sebab, negara tidak memberikan pemahaman salah tentang agama. Seperti halnya hari ini, masyarakat dibuat bingung dengan makna radikal dan moderasi. Sehingga fobia terhadap kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh para remaja.

Negara pun akan fokus terhadap pusat awal mula kekuatan peradaban, fondasi pertama yang menguatkan, yaitu keluarga. Kesejahteraan dalam perekonomian diurusi dengan maksimal sehingga tak melahirkan kecacatan peran.

Seorang ayah sebagai pencari nafkah akan diberikan lapangan pekerjaan yang layak, seorang ibu tak akan dibebankan tugas di luar kewajiban sehingga bisa fokus mendidik generasi dengan pemahaman akidah sedari dini.

Saat Islam tak dijadikan aturan hidup yang utuh maka pemandangan dunia teramat menyedihkan karena dari situlah bermula pembentukan generasi yang bermental rapuh. Wallahualam bissawab. [*GF/RIN]

*Penulis Adalah Praktisi Homeschooling