“Tentu saja dengan demikian terjadi berbagai kerusakan yang menyebabkan kesengsaraan. Salah satu bentuk hawa nafsu yang diperrurutkan itu adalah poliandri yang sedang ramai dibicarakan belakangan ini,”
Oleh : Umi Hanifah
JAKARTA | Lapan6Online : Beberapa waktu lalu, poliandri menjadi perbincangan setelah Menteri PANRB Tjahjo Kumolo menyebutkan, poliandri menjadi tren baru di kalangan aparatur sipil negara (ASN).
Ia mengaku banyak menerima laporan soal poliandri oleh ASN. Sementara, tahun ini, ada 5 laporan yang diterima.
Poliandri merupakan sebuah fenomena yang jarang terjadi di Indonesia, terutama secara legal.
Poliandri dan poligami sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Pada Pasal 3 UU Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang istri dan seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami. (Kompas.com (5/9/2020).
Dalam hukum positif poliandri jelas dilarang, namun mengapa hal itu masih terjadi dan apa yang menjadi penyebabnya?
Pertama, maraknya arus dan trend kesetaraan gender yang digaungkan bahwa kaum wanita punya hak dan kesempatan yang sama denga laki-laki dalam segala hal.
Wanita diberi kemudahan akses sehingga mereka bebas melakukan apapun asalkan dia suka.
Kedua, masifnya opini agar wanita mengaktualisasikan diri dengan bekerja menjadikan mereka mandiri dalam finansial, sehingga merasa berhak menentukan kehendaknya.
Sebaliknya sulitnya lowongan kerja bagi laki-laki, menjadikan peran istri lebih dominan. Istri merasa berhak mengatur rumah tangga.
Fungsi pemimpin bagi laki-laki diabaikan, ini bisa memicu keretakan yang berakhir perceraian. Berikutnya anak-anak yang akan menjadi korban terpisahnya orang yang disayangi.
Dalam kondisi seperti ini, mereka mudah terjerumus pada pergaulan bebas yang berujung pada aborsi bahkan pembunuhan, tawuran, mencuri, terjerat narkoba dll adalah hasil dari diabaikannya pendampingan anak dari orangtua yang bercerai.
Ketiga, lemahnya ilmu dan iman. Membina rumah tangga perlu bekal ilmu agar paham hak dan kewajiban masing-masing. Selama ini modal menikah hanya karena cinta, kesamaan hobi, harta, jabatan, dan materi yang lain sehingga membuat pernikahan tidak sesuai dengan harapan.
Iman (agama) juga tidak menjadi prioritas mereka dalam membina rumah tangga. Keringnya iman membuat suami istri gampang tersulut emosi ketika ada permasalahan. Sakinah mawadah tidak mungkin terwujud dalam rumah tangga seperti ini, pernikahan tak lebih hanya formalitas belaka.
Keempat, hal di atas adalah akibat diterapkannya sistem sekulerisme yang memberi peluang bahwa manusia berhak/bebas berkehendak (tingkah laku), bebas memiliki, bebas berpendapat, dan bebas beragama (punya agama atau tidak).
Hal ini menjadikah manusia tetseret oleh hawa nafsu sehingga melsmpaui batas dan menganggap tidak perlu lagi aturan dari Tuhan dalam menjalani kehidupan.
Tentu saja dengan demikian terjadi berbagai kerusakan yang menyebabkan kesengsaraan. Salah satu bentuk hawa nafsu yang diperrurutkan itu adalah poliandri yang sedang ramai dibicarakan belakangan ini.
lslam sebagai sistem memiliki solusi agar tidak terjadi poliandri yang akan menimbulkan banyak hal negatif bagi kehidupan manusia ke depan. Ini tegas dilarang dalam agama. Mengapa?
Pertama. lslam mewajibkan manusia untuk menuntut ilmu, dengannya akan diketahui mana perbuatan yang baik dan buruk. Manusia secara fitrah adalah baik, maka ia akan memilih cara hidup dan berperilaku baik dengan dasar ilmu yang dimiliki. Negara dalam hal ini memberikan fasilitas yang murah bahkan gratis terhadap kebutuhan dari segi sarana dan prasarana agar masyarakat mudah menjangkaunya.
Dari sini akan mewujud orang-orang yang bertaqwa dan mematuhi perintah agama dan meninggalkan larangannya. Poliandri adalah salah satu hal yang sangat terlarang dalam Islam.
Firman Allah SWT:
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۖكِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ
Artinya: “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu.” (QS. An-Nisa: 24).
Kedua, adanya amar ma’ruf nahi munkar dalam masyarakat. Sikap saling menasihati menunjukan kasih sayang agar tidak mendapat adzab Allah, baik di dunia terlebih kelak diakhirat.
Perasaan dan pemikiran masyarakat dalam Islam memiliki kesamaan dan dilandaskan pada Al-Qur’an, As Sunah, ljma’ Shahabat, dan Qiyas Syar’i.
Mereka menjauhi apa yang dilarang dan mengerjakan apa yang disenangi-Nya Mereka semua paham bahwa poliandri adalah keharaman.
Ketiga, khalifah sebagai kepala negara berfungsi sebagai junnah/pelindung yang akan mengurusi kebutuhan hidup rakyat. Sandang, pangan, papan, serta kesehatan, keamanan, dan pendidikan dengan murah bahkan gratis.
Semua warga negara mendapatkannya baik muslim atau non muslim, kaya atau miskin. Biaya yang digunakan negara dari baitul mal/kas negara dengan sumber pendapatan dari tiga hal.
Pertama, harta negara yang diperoleh dari kharaj, jizyah, khumus, rikaz dll. Kedua, harta milik umum. Barang tambang (minyak, emas, besi, batu bara dll), hutan dengan segala kekayaan didalamnya, dan air tidak boleh dimiliki individu atau perusahaan baik lokal/asing melainkan dikelola negara dan hasilnya akan dikembalikan pada masyarakat. Ketiga, zakat, baik zakat mal, pertanian, peternakan, dan perdagangan yang penerimanya adalah delapan asnaf.
Dengan mekanisme yang jelas seperti itu maka kehidupan masyarakat menjadi stabil. Kondisi rumah tangga akan terjaga, samawa akan tercapai tanpa takut terjerat poliandri.
Kebobrokan poliandri di antaranya nasab tidak jelas. Nasab dalam islam adalah melalui jalur laki-laki, dengan poliandri nasab akan rusak. Hukum waris juga demikian, akan salah penempatan jika anak dari hasil perkawinan poliandri.
Sejatinya apa yang dilarang syariat pasti banyak kerusakan didalamnya.
Terakhir, jika ada yang melanggar peraturan, maka negara akan memberi sanksi sesuai syariat. Pemberian hukuman berfungsi sebagai jawazir/mencegah agar yang lain tidak melakukannya, dan jawabir/penebus dosa di akhirat karena telah dilaksanakan di dunia.
Gambaran kehidupan bersih dan tenang seperti di atas akan bisa dirasakan jika lslam diterapkan secara kaffah. Allahu a’lam. [GF/RIN]