OPINI
“Akan tetapi pengembangan vaksin ini tetaplah didukung oleh sejumlah anggota DPR khususnya dari jajaran Komisi IX. Alasan mereka mendukung pengembangan vaksin ini karena ingin Indonesia memiliki produk farmasi khusus penanganan Covid-19 karya anak bangsa,”
Oleh : Maya Amellia Rosfitriani
PANDEMI Covid-19 masih belum teratasi. Program vaksinasi Covid-19 pun kian digencarkan, seperti yang saat ini sedang dikebut oleh pemerintah mengenai Vaksin Nusantara.
Vaksin Nusantara adalah vaksin Covid-19 yang berbasis sel dendritic (yang dibuat dengan mengeluarkan sel dendritic dalam tubyhm kemudian memasukkannya lagi ke dalam tubuh setelah dikembangkan di laboratorium).
Pengembangan vaksin ini menggandeng PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma) yang berkerja sama dengan AIVITA Biomedical Inc. asal California, Amerika Serikat dan Universitas Diponegoro.
Tim peneliti Vaksin Nusantara untuk sementara waktu terpaksa berhenti melakukan pengembangan karena ingin memenuhi sejumlah persyaratan yang ditetapkan BPOM terlebih dahulu.
BPOM sendiri masih belum mengeluarkan Vaksin Nusantara untuk masuk uji klinis tahap II. “Iya (penelitian dihentikan), menunggu dari BPOM, karena BPOM mensyaratkan adanya CPOB dulu sebelum masuk uji klinis tahap II,” kata Juru Bicara Vaksinasi Kemenkes Siti Nadia Tarmizi kepada CNNIndonesia.com, Senin (22/3).
Menurut Penny Lukito, Kepala BPOM, dalam rapat di DPR (10/3) mengatakan dalam kaidah klinis pengembangan vaksin, seharusnya tim peneliti memiliki komite etik yang berasal dari tempat pelaksanaan penelitian, sebab komite etik itulah yang akan bertanggung jawab atas pelaksanaan dan keselamatan subjek penelitian.
Akan tetapi, pihak BPOM menemukan penelitian Vaksin Nusantara dilakukan di RSUP dr Kariadi, Semarang. Padahal komite etik penelitian vaksin berasal dari RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. Selain itu, Penny juga menyinggung adanya perbedaan data review uji klinis I yang dipaparkan tim uji klinis dalam rapat kerja dengan data yang diberikan BPOM kepada Kementerian Kesehatan dan tim peneliti sebelumnya.
Vaksin Nusantara Diragukan Para Ahli
Sejak awal masuknya virus corona ke Indonesia, Indonesia menjadi negara yang terkesan sembrono dalam penanganan pandemi Covid-19 ini. Penularan yang belum berhasil diatasi, kasus positif yang terus bertambah setiap harinya, hingga ekonomi yang belum bisa dipulihkan menjadi bukti nyata dari kegagalan Indonesia dalam menangani pandemi.
Berhentinya izin BPOM terhadap tim peneliti vaksin ini bukanlah satu-satunya kontroversi yang berkaitan dengan Vaksin Nusantara. Akan tetapi, khasiat dan efektivitas dari vaksin ini pun juga diragukan oleh epidemiologi hingga kalangan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Anggota tim uji klinis vaksin, Jajang Edi Prayitno mengatakan antibody Vaksin Nusantara mampu bertahan hingga seumur hidup. Begitu pula dengan perusahaan farmasi yang bekerja sama dalam pengembangan vaksin ini, PT Rama Emerald Multi Sukses, juga mengklain Vaksin Nusantara tidak memiliki efek samping, sebab didesain menyasar ke seluruh golongan baik dari segi usia hingga penyakit penyerta atau komorbid.
Namun, Zubairi Djoerban, selaku Ketua Satgas Covid-19 IDI, meminta kepada tim uji klinis untuk tidak asal klaim. Dia mengatakan tidak ada satu pun pengembang vaksin virus corona di dunia ini yang berani mengklaim dan membuktikan daya jangkauan dan ketahanan antibodi vaksin pada tubuh manusia.
Windhu Purnomo, seorang epidemiolog Universitas Airlangga, menilai model Vaksin Nusantara yang menggunakan sel dendritic yang bersifat individual tidak cocok digunakan dalam pelaksanaan vaksinasi massal.
Pakar biologi molekuler, Ahmad Rusdan Handoyo Utomo, menyatakan semua uji klinis pada vaksin Covid-19 saat ini tidak didesain untuk membuktikan mampu mencegah infeksi virus corona. Ahmad menekankan, vaksinasi tetap berguna untuk meringankan beban fasilitas kesehatan. Artinya, untuk mengurangi beban perawatan mereka yang bergejala sedang hingga berat. (muslimahnews.com, 23/03).
Meski para ahli meragukan Vaksin Nusantara, akan tetapi pengembangan vaksin ini tetaplah didukung oleh sejumlah anggota DPR khususnya dari jajaran Komisi IX. Alasan mereka mendukung pengembangan vaksin ini karena ingin Indonesia memiliki produk farmasi khusus penanganan Covid-19 karya anak bangsa.
Dalam Rapat Paripurna, Selasa (23/3), Wakil Ketua Komisi IX DPR dari Fraksi PKS Anshori Siregar meminta DPR mendesak pemerintah agar mewujudkan Vaksin Nusantara dan melanjutkan pengembangan.
Hal ini menjelaskan adanya keinginan anggota DPR agar Indonesia bisa mandiri dalam penanganan Covid-19 dengan menluncurkan vaksin hasil karya anak bangsa. Akan tetapi, menimbukan pertanyaan baru, yakni benarkah dikebutnya vaksinasi ini hanya untuk kesehatan rakyat atau justru adanya niat terselubung di balik pengembangan Vaksin Nusantara?
Adakah udang di balik batu dalam pengembangan vaksin nusantara? Pertanyaan ini menjadi wajar, sebab di sistem kapitalis ini semuanya hanyalah berasaskan pada kepentingan pemilik modal.
Dicky Budiman, pakar epidemiologi dari Universitas Driffith, mengatakan vaksin dan obat tidak bisa menjadi senjata utama mengatasi masalah pandemi Covid-19. Para ahli epidemiologi Indonesia juga meminta agar pemerintah tidak hanya terfokuskan pada pengembangan vaksin semata, melainkan pemerintah juga harus meningkatkan kapasitas 3T (testing, tracing, treatment) yang menjadi strategi utama pengendalian pandemi.
Dalam sistem kapitalisme saat ini, sangat sulit untuk memutuskan kepada siapa rakyat harus percaya. Melihat fakta banyaknya perbedaan pendapat ahli mengenai Vaksin Nusantara ini, membuat masyarakat semakin bingung, sebab adanya pandemi Covid-19 yang menghambat perekonomian mereka, ditambah rakyat seakan diminta untuk berpikir sendiri, bagaimana cara mereka terlepas dari keterpurukan karena pandemi ini. Sudah jatuh, tertiban tangga pula.
Sudah Saatnya Indonesia Mengakhiri Pandemi Covid-19
Sudah terbukti kepemimpinan dan sistem kapitalisme saat ini tidaklah benar-benar mampu mengatasi pandemi Covid-19. Dalam mengatasi pandemi Covid-19, sangatlah dibutuhkan kehadiran kepemimpinan yang bertakwa dan amanah, serta kuatnya sistem kesehatan, sistem politik dan sistem ekonomi.
Sebab hanya dengan kepemimpinan dan sistem Islam yang tepatlah akan mendayagunakan semua potensi yang dimiliki suatu negara dalam rangka meraih tujuan negara tersebut.
Penerapan syariat Islam secara kafah merupakan pemecahan problematika umat saat ini, termasuk dalam penyelesaian pandemi. Keselamatan rakyat negara menjadi prioritas utama dengan mengefektifkan 3T dan menyediakan vaksin berkualitas bagi seorang khalifah.
Berapapun biaya yang diperlukan, negara tidak khawatir akan kekurangan dana, sebab dalam sistem Islam menggunakan mekanisme baitul mal yang pasti menjamin ketersediaan dana.
Hal ini jelas berbanding terbalik dengan apa yang diterapkan di sistem saat ini. akses ke luar masuk negeri justru kian dibuka lebar, hanya demi ekonomi tidak semakin memburuk.
Semua itu dilakukan bukan untuk kemaslahatan warna negara, tapi hanya sekadar kemaslahatan bagi para kapital saja. Ini semakin memperkuat solusi pandemi ini dengan penerapannya syariat kafah oleh institusi khilafah. [*]
*Penulis Adalah Mahasiswi Universitas Gunadarma