HUKUM | NUSANTARA
“Agung Sedayu Grup (ASG) menyatakan bahwa Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) pagar laut di kawasan pantai utara (Pantura), Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten benar adanya milik anak usaha PT Cahaya Intan Sentosa (CIS) dan PT Intan Agung Makmur (IAM) dengan sesuai procedural,”
Jakarta | Lapan6Online : Kalau rumpun bambu sudah barang tentu bisa tumbuh dan beranak pinak. Tapi ini pagar bambu yang berjajar dari bibir pantai hingga ke laut. Sudah pasti bukan untuk ditumbuhkembangkan, melainkan untuk dikembangkan menjadi kawasan bisnis dan perumahan. Aneh bin ajaib, setelah jadi ontran-ontran dan jadi sorotan khalayak, taka da yang mengakui siapa penanam pagar bambu itu!
Barulah, setelah sedikit demi sedikit mulai terkuak topengnya, nah ternyata “o..o kamu ketahuan” kedoknya lempar bambu sembunyi tangan. Padahal sebelumnya, ada yang mengaku-aku untuk mengakui sebagai penanam bambu dan ada beberapa pihak yang terseret kasus tanam bambu laut ini. Dan barulah setelah terpojok, karena tak ada lagi alasan untuk menghindar dan mengelak, sosok yang sejak awal dicurigai, kini mau tidak mau membuka mulut yang tertutup “pagar bambu laut”.
Adalah Agung Sedayu Grup (ASG) menyatakan bahwa Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) pagar laut di kawasan pantai utara (Pantura), Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten benar adanya milik anak usaha PT Cahaya Intan Sentosa (CIS) dan PT Intan Agung Makmur (IAM) dengan sesuai prosedural.
Menurut kuasa hukum Agung Sedayu Group, Muannas Alaidid, mengatakan bahwa dari kepemilikan SHGB atas nama anak perusahaannya itu tidak mencakup keseluruhan luasan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (Km).
“SHGB di atas sesuai proses dan prosedur. Kita beli dari rakyat SHM,” jelasnya melalui keterangan tertulis yang diterima, pada Jumat (24/01/2025).
Ia mengatakan, dengan kepemilikan Sertifikat Hak Guna Bangunan dibalik nama resmi itu pihaknya telah membayar pajak dan tertera SK surat ijin Lokasi/PKKPR. “Balik nama resmi bayar pajak dan ada SK surat ijin Lokasi/PKKPR,” katanya.
Dalam hal ini, ditegaskan Muannas, bahwa pagar laut bersertifikat HGB yang dimiliki anak usahanya tersebut hanya berada di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang Provinsi Banten.
“Pagar laut bukan punya PANI, dari 30 Km pagar laut itu kepemilikan SHGB anak perusahaan PIK PANI dan PIK Non PANI hanya ada di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji saja di tempat lain dipastikan tidak ada,” tegasnya.
Dia menambahkan, bila isu yang saat ini berkembang dengan menyangkut seluruh pagar laut dimiliki oleh Agung Sedayu Group tersebut tidak benar adanya.
“Saya perlu luruskan agar tidak menjadi liar opininya, panjang pagar itu didapati melewati 6 kecamatan. SHGB anak perusahaan PANI dan Non PANI PT IAM dan PT CIS hanya ada di satu kecamatan di Desa Kohod. Jadi, bukan sepanjang 30 Km itu ada lahan SHGB milik kita,” kata dia.
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid mengatakan bahwa penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) pagar laut di kawasan pesisir pantai utara (Pantura), Kabupaten Tangerang, Banten, berstatus cacat prosedur dan material, karena itu batal demi hukum.
“Dari hasil peninjauan dan pemeriksaan terhadap batas di luar garis pantai, itu tidak boleh menjadi privat properti, maka itu ini tidak bisa disertifikasi, dan kami memandang sertifikat tersebut yang di luar adalah cacat prosedur dan cacat material,” jelas Nusron di Tangerang, Rabu.
Menurutnya, berdasarkan hasil verifikasi dan peninjauan terhadap batas daratan/garis pantai yang sebelumnya terdapat dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di pesisir pantai utara Kabupaten Tangerang itu secara otomatis dicabut dan dibatalkan statusnya.
“Berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2021 selama sertifikat tersebut belum lima tahun, maka Kementerian ATR/BPN memiliki hak untuk mencabutnya atau membatalkan tanpa proses perintah pengadilan,” ungkapnya.
Dia menerangkan, bahwa dari 266 sertifikat SHGB dan SHM yang berada di dalam bawah laut dan dicocokkan dengan data peta yang ada, telah diketahui berada di luar garis pantai.
Oleh karena itu, pihaknya saat ini melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap petugas juru ukur maupun petugas yang menandatangani atau mengesahkan status sertifikat tersebut sebagai langkah penegakan hukum yang berlaku.
Hari ini kita sudah panggil kepada petugas itu oleh aparatur pengawas internal pemerintah terkait pemeriksaan kode etik,” kata dia.
Denda Adminitratif Rp 18 Juta/ Kilometer
Sementara itu, seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan bahwa pemilik pagar laut di kawasan pesisir pantai utara (Pantura), Kabupaten Tangerang, Banten, akan dikenakan sanksi denda administratif sebesar Rp18 juta per kilometer.
Meski belum merinci soal total denda terhadap pemilik pagar laut sepanjang 30,16 kilometer yang ada di perairan Tangerang tersebut, Trenggono menjelaskan sanksi denda pasti akan diberlakukan.
“Belum tahu persis (totalnya), itu bergantung pada luasan. Kalau (pagar di perairan Tangerang) itu kan 30 kilometer ya, per kilometer Rp18 juta,” kata Trenggono saat ditemui di Istana Kepresidenan Jakarta seperti dikutip sejumlah media pada Kamis (23/01/2025).
Menteri KP menjelaskan bahwa pengungkapan pemilik pagar laut masih dilakukan pendalaman dengan berkoordinasi bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nusron Wahid.
Keterangan dari Menteri ATR menyebutkan ada dua orang yang terindikasi pelaku dan selanjutnya menjadi bahan diskusi untuk diserahkan kasusnya kepada aparat penegak hukum.
“Begitu kita dapat (pelakunya) akan didenda. Dari kami sanksi denda karena lebih ke arah sanksi administratif, kalau ada unsur pidana itu kepolisian,” kata Trenggono.
Sebelumnya, KKP telah memanggil dan menerima pemeriksaan dua orang nelayan yang mengklaim pemasangan pagar laut itu.
Tahapan pemeriksaan terhadap orang yang mengatasnamakan memasang pagar laut tersebut, kini masih berlangsung dan dirinya tengah menunggu hasil pemeriksaan.
Pemasangan pagar laut di perairan Tangerang ini juga menjadi bahan koreksi KKP untuk memantau seluruh pergerakan melalui sistem Ocean Big Data.
“Saya koreksi dan perbaiki terus dengan sistem. Sebenarnya kalau kita sudah terimplementasi semuanya yang Ocean Big Data sudah ketahuan,” kata Trenggono.
Ganti Biaya Pembongkaran
Sementara itu ditempat terpisah, Ketua Komisi IV DPR, Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto, menegaskan bahwa pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar laut ilegal di Kabupaten Tangerang, Banten, harus mengganti seluruh biaya pembongkaran.
“Siapa pun dan pihak manapun yang terbukti melanggar hukum dan bersalah harus mengganti semua biaya yang sudah dikeluarkan,” ujar Titiek, seperti dilansir dari Republika, pada Jumat (24/01/2025).
Pembongkaran pagar sepanjang 30,16 kilometer tersebut melibatkan banyak personel dan peralatan, termasuk tank amfibi dari TNI AL.
Titiek mengapresiasi KKP dan instansi lainnya yang bekerja sama, termasuk dukungan nelayan, dalam menyelesaikan pembongkaran pagar laut pada 22 Januari 2025 kemarin.
Namun, Titiek menekankan pentingnya mengungkap dalang di balik pemasangan pagar laut berbahan bambu di wilayah perairan Tangerang Banyen.
“Kami menekankan agar kementerian tidak takut terhadap oligarki, karena kami dari DPR mendukung,” ungkapnya.
Di sisi lain, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, mengungkapkan bahwa pembiayaan pembongkaran pagar laut dilakukan melalui mekanisme patungan.
Meski tidak menyebut jumlah dana yang digunakan, Trenggono memastikan bahwa proses pembongkaran akan terus dilanjutkan dengan dukungan lintas sektor dan masyarakat nelayan, meskipun anggarannya bersumber dari berbagai pihak. (*Kop/MasTe/Lpn6)