“KPK menerima surat dari Azis yang meminta penundaan pemeriksaan dengan alasan sedang isolasi mandiri. Terkait penyidikan dugaan suap penanganan perkara korupsi di Kabupaten Lampung Tengah,”
Lapan6Online | Jakarta : Penyidik KPK menjemput paksa Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Azis Syamsuddin (AS) di tempat tinggalnya pada Jumat (24/09/2021) malam.
Azis Syamsuddin dijemput paksa setelah disinyalir menghindari pemanggilan oleh penyidik pada Jumat ini dengan dalih sedang melakukan isolasi mandiri. Namun, mantan ketua Komisi III DPR itu memilih bungkam ketika tiba di Gedung Merah Putih sekitar pukul 20.00 WIB.
Azis yang mengenakan setelah batik lengan panjang berwarna cokelat lantas langsung masuk ke kantor Firli Bahuri Cs. Firli sebelumnya membenarkan informasi penjemputan paksa terhadap Azis Syamsuddin. Dia menyebut rumah tempat mantan ketua Banggar DPR itu melakukan isolasi mandiri sudah ditemukan penyidiknya.
“AS sudah diketahui, alhamdulillah sudah ditemukan, rumahnya ditemukan,” ucap Firli Bahuri di Jakarta, pada Jumat (24/09/2021). KPK sebelumnya sudah mewanti-wanti Azis Syamsuddin untuk kooperatif menghadapi agenda pemeriksaan di lembaga antirasuah itu terkait kasus dugaan korupsi di Lampung Tengah.
“Kami mengingatkan yang bersangkutan kooperatif,” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta.
Sebelum dijemput paksa, KPK menerima surat dari Azis yang meminta penundaan pemeriksaan dengan alasan sedang isolasi mandiri. Terkait penyidikan dugaan suap penanganan perkara korupsi di Kabupaten Lampung Tengah, KPK belum memerinci konstruksi kasus tersebut.
Namun demikian, Azis Syamsuddin yang anggota DPR RI Dapil II Lampung dikabarkan ikut terjerat dalam kasus tersebut. Penyidik KPK juga telah memeriksa sejumlah saksi di Jakarta, Bandung, Tangerang, dan Lampung dalam penyidikan kasus itu. Nama Azis sebelumnya masuk dalam surat dakwaan mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan advokat Maskur Husain. Azis Syamsuddin selaku wakil ketua DPR RI bersama dengan kader Partai Golkar lainnya, yaitu Aliza Gunado disebut memberikan suap senilai Rp 3.099.887.000 dan 36 ribu dolar AS (sekitar Rp 513 juta), sehingga totalnya sekitar Rp 3,613 miliar ke Stepanus Robin Pattuju untuk mengurus kasus di Lampung Tengah. (*Red)
*Sumber : Antara