HUKUM | TIPIKOR | MEGAPOLITAN
“Pembayaran dimaksud dilakukan dalam bulan Agustus 2018, dimana atas pencairan tersebut, para tersangka menerima dan atau menikmati keuntungan yang tidak sah dari pembebasan lahan tersebut,”
Lapan6Online | Jakarta : Kasus korupsi yang diduga melibatkan para mafia tanah di kawasan Cipayung, Jakarta Timur tahun 2018. Hal itu lantaran berkas perkara, tersangka dan barang buktinya sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari,red) Jakarta Pusat (Tahap II).
Tahap II Perkara Tindak Pidana Korupsi dalam Kegiatan Pembebasan Lahan pada Dinas Kehutanan Kota Provinsi DKI Jakarta di Kecamatan Cipayung, Kota Administratif Jakarta Timur Tahun 2018.
“Adapun para tersangkanya adalah LD selaku Notaris, HH selaku Kepala UPT Tanah, MTT selaku pihak swasta dan J selaku makelar tanah. Tahap II kepada Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat,” ujar Kasipenkum Kejati DKI Jakarta, Ade Sofyan, kepada wartawan di Jakarta, pada Selasa (15/12/2022).
Seperti diketahui tahun 2018, Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta melakukan pembebasan lahan di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur atas 9 pemilik lahan guna kepentingan pengembangan RTH DKI Jakarta.
Dalam pelaksanaan pembebasan lahan di RT 008 RW 03 Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, diduga dilaksanakan secara melawan hukum.
Ade mengatakan, dalam proses pembebasan lahan yang dilakukan/ dilaksanakan secara melawan hukum, yakni adanya kerjasama antara Tersangka J, Tersangka LD, Tersangka MTT dan Tersangka HH sehingga lahan di Kelurahan Setu Kecamatan Cipayung dapat dibebaskan oleh Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta.
Menurut Ade, para tersangka telah melakukan pengaturan harga terhadap 8 pemilik atas 9 bidang tanah di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, pemilik lahan tersebut hanya menerima uang ganti rugi pembebasan lahan sebesar Rp.1.600.000,- per meter, sedangkan harga yang dibayarkan Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta kepada pemilik lahan rata-rata sebesar Rp.2.700.000 per meter.
“Total dana yang dikeluarkan oleh Dinas Kehutanan Provinsi DKI adalah sebesar Rp. 46.499.550.000,00, sedangkan total uang yang diterima oleh para pemilik lahan hanya sebesar Rp. 28.729.340.317,00, sehingga uang hasil pembebasan lahan yang dinikmati Para Tersangka setelah dikurangi biaya terkait pelepasan lahan yaitu sebesar Rp. 17.222.483.312,00.
Pembayaran dimaksud dilakukan dalam bulan Agustus 2018, dimana atas pencairan tersebut, para tersangka menerima dan atau menikmati keuntungan yang tidak sah dari pembebasan lahan tersebut.
Menurut Ade, dalam proses pembebasan lahan yang dilaksanakan di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, melanggar Peraturan Gubernur Nomor 82 tahun 2017 tentang Pedoman Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Proses kegiatan pembebasan lahan di RT. 008 RW. 03 Kelurahan Setu Kecamatan Cipayung Jakarta Timur dari awal dimulainya permohonan pembebasan, tahap verifikasi dokumen sampai dengan pelaksanaan pembayaran pada tanggal 16 Agustus 2018 oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada para pemilik lahan dilakukan pada saat kepemimpinan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta dijabat oleh Djafar Muchlisin, sedangkan dalam proses penyidikan yang dilaksanakan oleh Kejati DKI Jakarta pada awal bulan Januari 2022, dimana Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta yang telah berubah nama menjadi Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta dijabat oleh Suzi Marsitawati selaku Kepala Dinas.
Pasal yang disangkakan untuk Tersangka LD dan J adalah Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 5, Pasal 13 Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal yang disangkakan untuk Tersangka HH dan MTT adalah Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 11, Pasal 12 huruf b Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ade menambahkan, dalam tahap penyidikan, Penyidik melakukan penahanan kepada Tersangka LD di Rumah Tahanan Negara Kelas I Pondok Bambu, Tersangka HH di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sedangkan Tersangka MTT dan Tersangka J di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung dan setelah pelaksanaan penyerahan tersangka dan barang bukti dari Penyidik kepada Jaksa Penuntut Umum.
“Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada tahap penuntutan tetap melakukan penahanan kepada para tersangka,” tutur Ade.
Kemudian, tambah Ade, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat akan menyusun surat dakwaan.
“Lalu segera melimpahkan berkas perkara para tersangka ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” kata Ade Sofyan. (*Kop/Syamsuri /MasTe/Lpn6)