HUKUM | TIPIKOR | MEGAPOLITAN
“Bahwa Tersangka LD bersama-sama dengan pihak lainnya telah melakukan pengaturan dan atau pengaturan harga terhadap 8 pemilik atas sembilan bidang tanah di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung Jakarta Timur,”
Lapan6Online | Jakarta : Tim penyidik tindak pidana khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta telah menetapkan 2 orang sebagai tersangka (TSK) dalam perkara dugaan korupsi mafia tanah di Cipayung yang dilakukan Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Pemprov DKI.
Kedua orang tersangka, salah satunya notaris dan juga pihak Swasta yang ikut membantu pengadaan tanah di Cipayung, Jakarta Timur.
“Pada Senin, 13 Juni 2022, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta telah menetapkan 2 orang tersangka, yakni LD selaku Notaris, dan MTT selaku pihak swasta atau mafia pengadaan Tanah Setu Cipayung,” kata Kasi Penkum Kejati DKI Jakarta, Ashari Syam dalam keterangannya, pada Selasa (14//06//2022).
Penetapan kedua tersangka, berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-58/M.1/Fd.1/06/2022 tanggal 13 Juni 2022. Dan berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-59/M.1/Fd.1/06/2022 tanggal 13 Juni 2022.
Adapun kontruksi perkara dugaan tindak pidana korupsi mafia tanah, Ashari menjelaskan bahwa pada 2018, Dinas Pertamanan dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta melakukan pembebasan lahan di Kelurahan Setu Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, terhadap 8 pemilik lahan.
“Pembebasan lahan guna kepentingan pengembangan RTH (Ruang Terbuka Hijau) DKI Jakarta,” ujar Ashari.
Kemudian, lanjut dia, dalam pelaksanaan pembebasan lahan di RT 008 RW 03, Kelurahan Setu, Cipayung, Jakarta Timur, tidak ada dokumen perencanaan pengadaan tanah, dan tidak ada peta informasi Rencana Kota dari Dinas Tata Kota.
“Serta tidak ada permohonan informasi Asset kepada Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) dan tidak ada persetujuan Gubernur Provinsi DKI Jakarta,” ungkap Ashari.
Bahkan, dalam proses pembebasan lahan tersebut, adanya kerjasama antara Tersangka LD dengan MTT dan pihak lainnya yang belum ditetapkan sebagai tersangka. Sehingga lahan di Kelurahan Setu Kecamatan Cipayung dapat dibebaskan oleh Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta.
“Bahwa Tersangka LD bersama-sama dengan pihak lainnya telah melakukan pengaturan dan atau pengaturan harga terhadap 8 pemilik atas sembilan bidang tanah di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung Jakarta Timur,” tuturnya.
Lebih lanjut dikatakan Ashari, pemilik lahan tersebut seharusnya hanya menerima uang ganti rugi pembebasan lahan sebesar Rp 1.600.000 per-meter.
Namun berdasarkan peran kedua tersangka itu, sehingga Dinas Pertamanan dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan uang rata-rata sebesar Rp 2.700.000 per meter.
Dengan demikian, total uang yang dibayarkan oleh Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI sebesar Rp 46.499.550.000,- (Rp 46 miliar lebih).
Sedangkan total uang yang diterima oleh pemilik lahan, ujar Ashari, hanya sebesar Rp 28.729.340.317,- (Rp 28 miliar lebih). Sehingga, sisa uang hasil pembebasan lahan yang dinikmati para Tersangka dan pihak lainnya sebesar Rp 17.770.209.683,- (Rp 17.7 miliar).
“Uang tersebut kemudian dibagikan kepada sejumlah pihak, termasuk kepada pihak Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta dan pihak lainnya melalui Tersangka MTT,” tegasnya.
Sementara dalam proses pembebasan lahan di Kelurahan Setu, Cipayung, Jakarta Timur, telah menyalahi ketentuan Pasal 45, Pasal 55 Peraturan Gubernur Nomor 82 tahun 2017 tentang pedoman pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum terkait rencana pengadaan.
Pasal yang disangkakan terhadap Tersangka LD adalah Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 5 ayat (1), Pasal 13 Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian Pasal yang disangkakan terhadap Tersangka MTT adalah Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 11, Pasal 12 huruf b Jo. Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*Syamsuri/Kop/Mas Te)