“Saat ini masih proses penyidikan terhadap kedua tersangka. Tim penyidik akan menyelesaikan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dan nantinya akan dilimpahkan ke oditur militer untuk proses selanjutnya,”
Lapan6Online | Jakarta : Panglima TNI, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto telah memerintahkan Kepala Staf TNI Angkatan Udara, Marsekal Fadjar Prasetyo, untuk mencopot dua perwira di Merauke, Papua.
Dua perwira tersebut yakni Komandan Pangkalan Udara, Johanes Abraham Dimara di Merauke, Kolonel Pnb Herdy Arief Budiyanto dan Komandan Satuan Polisi Militer Lanud setempat.
Pencopotan itu merupakan buntut dari insiden penganiayaan terhadap Steven, seorang tunawicara, pada Senin, 26 Juli 2021 lalu.
“Saya sudah memerintahkan KSAU untuk mencopot Komandan Lanud dan Komandan Satuan Polisi Militernya,” ungkap Hadi melalui pesan pendek pada Rabu (28/7/2021).
Hadi menjelaskan dua perwira itu dicopot lantaran tidak bisa membina anggotanya. Ia pun mengaku geram ketika melihat sikap dua anggota TNI AU yang menginjak kepala Steven di Merauke, Papua.
“Kenapa tidak peka, memperlakukan disabilitas seperti itu. Itu yang membuat saya marah,” ujarnya lagi.Ia memerintahkan proses serah terima jabatan harus sudah dilakukan pada hari ini juga. “Jadi, saya minta malam ini, langsung serah-terimakan (jabatan). Saya minta sudah ada keputusannya,” katanya.
Marsekal Fadjar langsung merespon instruksi Panglima TNI tersebut. KSAU langsung mengganti dua perwira yang bertugas di Merauke. Merespons instruksi dari Panglima TNI, KSAU langsung mengganti dua perwira yakni Komandan Lanud Johanes Abraham Dimara dan Komandan Satuan Polisi Militer Lanud Dma.
“Setelah melakukan evaluasi dan pendalaman, saya akan mengganti Komandan Lanud JA Dimara serta Komandan Satuan Polisi Militer Lanud JA Dimara,” kata Fadjar melalui keterangan tertulis pada hari ini.
Ia mengatakan pergantian itu sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kejadian tindak kekerasan yang dilakukan oleh dua anggota POM TNI AU.
“Pergantian ini sebagai bentuk pertanggungjawaban komandan satuan bertanggung jawab untuk membina anggotanya,” tutur dia lagi.
Fadjar memastikan proses penanganan kasus ini dilakukan secara transparan dan sesuai aturan yang berlaku.
Kemudian dua anggota TNI AU penganiaya tunawicara sudah ditetapkan jadi tersangka.
Sementara, terkait proses hukum yang sedang berlaku terhadap dua anggota TNI AU, Fadjar mengatakan Serda Dimas dan Prada Vian telah ditetapkan sebagai tersangka tindak kekerasan oleh penyidik.
“Saat ini kedua tersangka menjalani penahanan sementara selama 20 hari. Ini untuk kepentingan proses penyidikan selanjutnya,” kata dia.
Sedangkan, menyangkut sanksi hukuman yang diperoleh kedua tersangka, Fadjar meminta kepada publik agar sabar dan menanti proses hukum yang bergulir.
“Saat ini masih proses penyidikan terhadap kedua tersangka. Tim penyidik akan menyelesaikan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dan nantinya akan dilimpahkan ke oditur militer untuk proses selanjutnya,” tutur Fadjar.
Sebelumnya, Fadjar telah mengakui tindak penganiayaan itu murni kesalahan dua anggota TNI AU tersebut.
TNI AU, kata Fadjr, tak pernah memerintahkan ada tindak kekerasan dalam menghadapi warga Papua.
Bahkan, LBH Papua mendesak KSAU pecat dua anggota TNI AU yang aniaya
Tunawicara.
Sementara, Lembaga Bantuan Hukum Papua mendesak TNI agar dua anggota Polisi Militer TNI AU segera diberhentikan tidak hormat karena menganiaya tunawicara di Merauke.
Kejadian yang menimpa korban bernama Steven itu terjadi pada Senin (26/7/2021) di Jalan Raya Mandala. Peristiwa penganiayaan yang menimpa Steven direkam kamera dan viral di media sosial.
“Perdamaian atau permohonan maaf saja tidak menghapus tindak pidana yang terjadi. Yang bisa menghapus hanyalah putusan hakim di pengadilan,” ungkap Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay, ketika dihubungi melalui telepon pada Rabu (28/7/2021).
Apalagi, menurut Emanuel, korban penganiayaan yang dilakukan oleh Serda Dimas dan Prada Vian merupakan tunawicara. Sehingga, ia tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
“Itu kan di dalam video terlihat jelas anggota TNI AU ketika datang justru langsung memegang leher (korban). Cara memegangnya juga bukan dengan tangan, melainkan siku, lalu menarik. Jadi kelihatan sekali sikap arogansinya,” kata dia lagi.
Bagian yang membuat warganet geram karena korban dalam keadaan telanjang dada dan kaki dan ditelungkupkan.
Lalu, kaki salah satu anggota POM TNI AU menginjak kepala korban, padahal korban sudah tidak dalam keadaan berdaya.
Hal tersebut menurut Emanuel bertentangan dengan perintah konstitusi, bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perilaku yang merendahkan derajat martabat manusia. Poin itu tertuang di dalam Pasal 28G ayat (2) UUD 1945.
Selain itu, tindakan penganiayaan tersebut juga melanggar hak asasi manusia (HAM).
Emanuel menggarisbawahi perbuatan dua anggota TNI AU itu sudah masuk ke dalam kategori penyiksaan sesuai dengan Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam dan diatur di dalam Pasal 1 UU Nomor 5 tahun 1988. (*Red)