“Hanya satu masjid yang dibuka untuk Shalat Idulfitri di kota Bulung, Bay County, meskipun hanya penduduk berusia di atas 60 tahun yang diizinkan dengan pengawasan ketat polisi,”
Lapan6Online : Aparat keamanan di Xinjiang, China dilaporkan menggeledah rumah-rumah warga Uighur untuk mencegah mereka merayakan Idulfitri, termasuk Shalat Ied.
Menurut laporan RFA News pada Minggu (30/4/2023), hak-hak penduduk Muslim Uighur di Xinjiang, China semakin dibatasi, termasuk untuk sekadar merayakan Hari Raya Idulfitri.
Saat umat Muslim di seluruh dunia merayakan Idulfitri pada 20-21 April dengan Shalat Ied di masjid atau rumah mereka, etnis Uigur Muslim justru tidak dapat melakukan itu.
Selama Idulfitri, Muslim Uighur dilarang melakukan Shalat Ied di masjid, dan aparat Xinjiang bahkan menggeledah rumah-rumah warga Uighur untuk mencegah mereka Shalat Ied di dalam rumah.
Seorang staf administrasi dari kota Yarkowruk di Prefektur Akesu mengatakan satu masjid di sana dibuka untuk Shalat Ied, tetapi hanya memperbolehkan para lansia masuk.
“Hanya satu masjid yang dibuka untuk Shalat Idulfitri di kota Bulung, Bay County, meskipun hanya penduduk berusia di atas 60 tahun yang diizinkan dengan pengawasan ketat polisi,” kata petugas tersebut.
Polisi Xinjiang mengatakan hanya belasan lansia Uighur yang datang ke masjid untuk melakukan Shalat Ied. Sementara warga dibawah 60 tahun dilarang pergi ke sana.
Menurut kesaksian seorang wanita dari daerah Maralbexi di Prefektur Kashgar, pemerintah tidak memberikan mereka jatah libur maupun cuti untuk merayakan Idulfitri.
“Selain masjid yang ditutup, suami saya yang seorang polisi juga tetap bekerja di hari raya,” ujarnya.
Sejak 2017, China membatasi atau melarang kebiasaan etnis dan ritual keagamaan di antara sebagian besar Muslim Uighur dengan tujuan membasmi ekstremisme agama di negara itu.
Tindakan Cina sebenarnya telah menjadi perhatian internasional, salah satunya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Walau begitu, utusan PBB dikabarkan kerap dihalangi Cina ketika akan melakukan penyelidikan.
Di sisi lain, dalam laporan klarifikasi Kementerian Luar Negeri Cina terkait situasi di Xinjiang, Cina menyatakan apa yang mereka lakukan merupakan bentuk melawan ekstremisme di teritorialnya. Laporan tersebut menyebut contoh aksi terorisme yang terjadi di Urumqi pada 2014 lalu.
Cina juga memberikan contoh kasus pembunuhan kepala sekolah di Kashgar Prefecture yang bernama Niyaz Abdurexiti yang dibunuh akibat mengajarkan teori evolusi. Cina juga menjelaskan pemerintahannya sedang melakukan pendidikan vokasi demi meredam ekstremisme agama. (*bbs/rmol/arrahmah)
*Sumber : Berbagai sumber