Alat Test Antigen Bekas Didaur Ulang, Bukti Komersialisasi Saat Pandemi

0
29
Penggerebekan dilakukan terkait dugaan adanya pemalsuan dokumen rapid test antigen

OPINI

“Menariknya, belakangan ini banyak orang atau pelaku kejahatan memanfaatkan celah kebijakan tersebut. Salah satu kasus yang pernah terungkap adalah pemalsuan surat keterangan hasil tes Covid-19,”

Oleh : Dina Aprilya

MENGEJUTKAN, lima orang telah ditetapkan menjadi tersangka dalam dugaan penggunaan alat tes antigen bekas di Bandara Kualanamu. Pengakuan para tersangka benar-benar bikin geleng-geleng kepala.

Seperti diketahui, lima orang tersangka yang telah ditetapkan Polda Sumut memiliki beragam peran. Posisi mereka pun bervariasi, mulai business manager hingga kurir.

Dari hasil pemeriksaan saksi-saksi, kegiatan penggunaan cotton buds swab antigen bekas tersebut mulai dilakukan oleh karyawan dari laboratorium Kimia Farma yang berlokasi di Jalan RA Kartini, Kelurahan Madras Hulu, Kecamatan Medan Polonia, Medan, sejak 17 Desember 2020. Saat itu alat tersebut diperuntukkan bagi swab di Bandara Kualanamu (detik.com/ 30/04/2021).

Kejadian ini terjadi ketika budaya machiavelisme (menghalalkan segala cara demi mendapatkan keuntungan materi) ‘bertemu’ dengan penanganan pandemi yang sebatas persoalan teknis saintifik.

Banyak pihak yang mengambil keuntungan dalam kasus pandemi ini termasuk bisnis antigen bekas, bisnis vaksin, hingga biaya perawatan dan pemakaman pasien covid 19.

Ini juga yang membuat masyarakat menjadi sulit mempercayai adanya pandemi dan akhirnya mengambil sikap seadanya (tidak peduli). Di satu sisi, pemerintah hanya mengatasi pandemi sebagai persoalan teknis saintifik.

Coba kita lihat, bagaimana kebijakan pemerintah yang menambah impor vaksin di tengah maraknya KIPI dan potensi setiap yang divaksin menjadi OTG baru tanpa adanya jaminan yang meyakinkan pemberian vaksin sebagai pencegah transmisi (penularan). Yang menjadi perhatian juga lemahnya kemampuan testing sehingga bukan kasusnya yang menurun tetapi testing yang menurun.

Hal ini bisa kita lihat buktinya dengan kota Medan dan Deli Serdang yang beberapa waktu lalu kembali menjadi zona merah yang tadinya sempat hijau. Jadi jelas, penanganan pemerintah yang hanya sebatas teknis ini semakin membuka peluang bagi pihak-pihak tertentu untuk mengambil keuntungan dari pandemi ini.

Pelaku bisnis antigen jelas harus ditindak hukum, tetapi pemerintah juga harus segera membenahi penanganan pandemi ini, apalagi dengan adanya varian baru virus Corona, jelas alat test yang ada sekarang tidak sensitif untuk mendeteksinya.

Maka tak heran jika Indonesia saat ini terus mengalami penambahan pasien Covid-19 dikarenakan banyak faktor yang tidak mampu terselesaikan.

Ditambah menjelang hari libur panjang atau hari raya biasanya terjadi peningkatan aktivitas pelaku perjalanan. Namun demikian, di tengah situasi penularan Covid-19 yang belum sepenuhnya terkendali, pemerintah telah menetapkan sejumlah syarat bagi pelaku perjalanan.

Syarat yang diperlukan antara lain keterangan hasil rapid test, swab PCR negatif, maupun GeNose. Menariknya, belakangan ini banyak orang atau pelaku kejahatan memanfaatkan celah kebijakan tersebut. Salah satu kasus yang pernah terungkap adalah pemalsuan surat keterangan hasil tes Covid-19 (bisnis.com/ 03/04/2021).

Dari sini bisa ditarik kesimpulan. Tidak adanya jaminan dari sistem yang diterapkan saat ini, berupa jaminan untuk mendapatkan pelayanan secara gratis dari negara.

Seperti inilah watak asli sistem kapitalisme. Sesuai namanya, kapitalisme hanya mementingkan keuntungan materi. Sistem kapitalisme memastikan negara hanya berperan sebagai regulator dan penguasa sesungguhnya ialah para pemilik modal.

Kepentingan rakyat selalu dijadikan topeng alasan. Kewajiban menanggung logistik tampaknya menjadi penyebabnya dan negara akan selalu keberatan untuk mensubsidi rakyatnya. Tak ada kata demi kemanusiaan apalagi tolong-menolong. Ditambah diperparahnya kondisi keuangan yang terpuruk. Sehingga di tengah wabah virus sekalipun tetap memberikan celah bagi para kapitalis kepada peluang demi peluang bisnis.

Berkebalikan dengan prinsip-prinsip Islam yang dijalankan oleh sebuah pemerintahan Islam. Islam memerintahkan penguasa menjadi penjamin keselamatan jiwa dan memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar setiap individu rakyat.

Islam tidak membolehkan penguasa abai terhadap keselamatan jiwa apa pun alasannya. Maka kebijakan Negara di masa wabah semestinya berorientasi tertinggi menyelamatkan nyawa dan menghentikan kesengsaraan orang yang sakit maupun semua pihak yang terdampak. Bukan mengejar ‘maslahat’ pertumbuhan ekonomi, apalagi bila alasan itu terbukti ditunggangi nafsu kerakusan segelintir elit kapitalistik.

Apalagi jika menyangkut nyawa seorang muslim, Islam sangat menghargai satu nyawa orang muslim, sebagaimana hadits dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).

Dengan demikian, Islam akan menjaga kehidupan manusia sesuai dengan penciptaan manusia itu sendiri berdasarkan petunjuk dari Allah Swt yang termaktub dan Al-Quran dan hadits.

Jika upaya penanggulangan wabah sudah dilakukan oleh negara tapi masih ada saja oknum yang melakukan tindak kejahatan maka negara Islam pun akan menindak tegas oknum yang melakukan tindak kriminal semacam ini, dengan menerapkan hukuman yang mengandung efek jera. Wallahu’alam bi ash shawab. (*)

*Penulis Adalah Mahasiswi Fakultas Farmasi Universitas Tjut Nyak Dien

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini