Anak Gagal Ginjal, Siapakah yang Bertanggung Jawab?

0
11
Irma Legendasari/Foto : Ist.

OPINI | KESEHATAN

“Terjadi karena tercatat 49 anak di seluruh Indonesia meninggal dunia akibat penyakit yang kemudian dinamai gangguan ginjal akut progresif atipikal,”

Oleh : Irma Legendasari

KEMENTERIAN Kesehatan menerbitkan surat edaran tentang kewajiban penyelidikan epidemiologi dan pelaporan kasus gangguan ginjal akut atipikal pada anak. Masyarakat untuk sementara diminta menyetop penggunaan obat sirop.

Hal itu menyusul ketetapan baru agar apotek maupun tenaga kesehatan di Indonesia tidak menjual atau meresepkan obat bebas dalam bentuk cair atau sirop kepada masyarakat. Tentu saja penghentian sementara penggunaan dari paracetamol sirup untuk anak menuai polemik.

Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, Magrip N Cold Syrup. Keempat sediaan paracetamol sirup di atas mengandung dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG) yang memicu terjadinya gagal ginjal yang mengarah pada meninggalnya puluhan anak di Gambia.

Terkait hal tersebut, BPOM juga telah mengawasi peredaran obat batuk yang beredar di masyarakat. Sesuai dengan instruksi dan persyaratan registrasi, BPOM juga telah menginstruksikan bahwa semua obat sirup anak dan dewasa tidak diperbolehkan menggunakan DEG dan EG.

“Namun EG dan DEG dapat ditemukan sebagai cemaran pada gliserin atau propilen glikol yang digunakan sebagai zat pelarut,” tambah BPOM. Sebagai langkah kehati-hatian, BPOM RI tengah menelusuri lebih lanjut adanya kandungan DEG maupun EG yang mungkin menjadi cemaran pada sejumlah produk yang beredar di Indonesia.

Masyarakat diimbau untuk terus mewaspadai penggunaan produk obat dengan membeli produk dari sumber resmi. ( detikhealth.com. 19 Oktober 2022)

Pelarangan tersebut, terjadi karena tercatat 49 anak di seluruh Indonesia meninggal dunia akibat penyakit yang kemudian dinamai gangguan ginjal akut progresif atipikal.

Kasus kematian terbanyak ada di Jakarta dengan 25 kematian, diikuti 11 kasus di Bali, 1 kasus di NTT, 7 di Sumatera Utara dan 5 kasus kematian di Yogyakarta. (CNN Indonesia, 18 Oktober 2022).

Setelah marak pemberitaan diatas, tak ayal seluruh orangtua dibuat khawatir atas kesehatan anaknya, karena mayoritas pemberian obat paracetamol sudah sangat umum diberikan, dan ini merupakan pertolongan pertama jika anak terserang demam tinggi.

Jika memang pemberian obat ini dapat memicu timbul penyakit berbahaya, lantas selama ini mengapa obat-obatan beredar bebas di apotik? Bagaimanakah nasib anak-anak yang sudah terinfeksi penyakit ini bahkan puluhan nyawa hilang akibat penyakit ini.

Sangat wajar hal ini terjadi pada sistem kapitalis, karena dalam sistem ini yang dicari adalah keuntungan materi. Selalu ada bisnis didalamnya, apakah ada keuntungan yang menggiurkan, berapa banyak obat-obatan yang dapat terjual, yang terpenting hanya nilai keuntungannya tanpa melihat nilai nurani dan kemanusiaannya.

Maka tanpa adanya perhatian dari pihak berwenang obat-obat yang disinyalir berbahaya beredar luas dan masyarakat bebas untuk membelinya tanpa ada resep dari dokter ahli, sehingga tanpa mengetahui bahaya kandungannya bagi kesehatan mereka membelinya, alih-alih sehat yang ada malah menghasilkan penyakit baru yang lebih parah.

Berbeda dengan Islam, Islam berpandangan bahwa kesehatan adalah merupakan kebutuhan pokok kehidupan bagi masyarakat, sama halnya dengan kebutuhan sandang, pangan ataupun papan. Sehingga pemenuhan kebutuhan pokok dalam Islam, itu semua adalah tanggung jawab sebuah negara.

Maka seorang pemimpin negara mempunyai tugas dan beban berat untuk memastikan apakah seluruh masyarakatnya sudah tercukupi semua kebutuhannya, hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah, yang berbunyi, Ibnu umar r.a berkata: saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya.”

Berdasarkan hadist tersebut, pemimpin dalam hal ini adalah negara, ada ketakutan akan ditanya pertanggung-jawabnnya kelak di akhirat, sebagai konsekwensi dari keimanan kepada Allah, maka negara seharusnya memberikan jaminan layanan kesehatan yang terpadu, sehingga seluruh lapisan masyarakat bisa mengakses kesehatan dengan cepat, lancar, tanpa ada masalah atau kesulitan, dengan biaya yang murah bahkan seharusnya gratis.

Bentuk tanggung jawab pemimpin dalam hal kesehatan dapat dilakukan dengan memberikan layanan kesehatan yang diterapkan diawali dengan menyediakan sarana dan prasarana yang lengkap dan canggih, memberikan pelayanan prima, terdapat sumber daya manusia yang profesional, ditunjang dengan melakukan akselerasi riset-riset untuk menghasilkan atau menciptakan temuan baru baik berupa obat-obatan, vaksinasi atau mencegah penyakit baru yang akan timbul.

Sangatlah wajar, jika pada saat sistem Islam diterapkan, begitu banyak lahir para peneliti dan ahli kedokteran yang menghasilkan banyak ilmu dan penemuan baru yang bisa kita rasakan sampai saat ini, karena pemimpin begitu memperhatikan dan mendukung diadakannya penelitian dan riset.

Oleh karena itu, kasus gagal ginjal akut pada anak tidak akan mungkin terjadi jika ada kerjasama antara pemerintah baik itu didalamnya pemilik wewenang dalam bidang regulasi obat-obatan dan para dokter ahli, melakukan riset secara berkala berbagai obat-obatan yang beredar luas dipasaran, dan melakukan edukasi kepada masyarakat, sehingga masyarakat akan hidup sehat, tenang dan tentram.Wallahu A’lam Bish Shawwab. [*GF/RIN]

*Penulis Adalah , Ibu Rumah Tangga