Analisis Jepang : Trah Soekarno VS Keluarga Jokowi, Sejarah Amerika dan Kisah Bratayudha

0
15
Agusto Sulistio/Foto : Ist.

OPINI | POLITIK

“Megawati bisa diibaratkan sebagai Wisanggeni, tokoh wayang yang cerdik dan kuat, sedangkan Jokowi sebagai Gatotkaca yang berada dalam pengaruh Megawati sebagai “dalang” yang mengatur alur cerita dan kebijakan politik,”

Oleh : Agusto Sulistio

SEJARAH demokrasi Indonesia, dari mulai yang terpimpin hingga liberal, kini memasuki era demokrasi keluarga secara terbuka dan ekstrim. Sejarah politik Indonesia, sebelum era penjajahan Hindia Belanda, memperlihatkan bahwa posisi kedudukan memainkan peran vital dalam pemerintahan.

Sebagaimana pandangan umum masyarakat terhadap bangsawan, ningrat lebih memiliki keputusan mengatur orang disekelilingnya.

Jepang, melalui Nikkei Asia, dengan serius mengamati perkembangan politik Indonesia menjelang Pemilu 2024. Analisis ini menyoroti persaingan politik antara keluarga Joko Widodo (Jokowi) dan keturunan Presiden Pertama RI Sukarno di bawah pimpinan Megawati Soekarnoputri.

Bisa jadi ini bagian kehati-hatian Jepang pasca peristiwa kerusuhan 15 Januari 1974 atas kedudukannya sebagai investor, guna kepastian dan keselamatan investasi.

Dalam artikel “How Dynastic Politics Shaped Presidential Election in Indonesia,” yang dianalisis oleh media Jepang, Nikkei Asia mengulas perjalanan politik Jokowi, menekankan pada strategi untuk mempertahankan pengaruhnya. Terlibatnya keluarga Jokowi dalam Pilkada Medan dan Solo, serta Kaesang Pangarep menjadi Ketua Umum PSI, mencerminkan upaya kerasnya untuk mempertahankan dan memperluas kekuasaan.

Taktik memasuki pilpres 2024 sebagian gerbang terwujudnya kekuasaan baru, Jokowi melakukan “perubahan haluan” Jokowi mendukung Prabowo di Pilpres 2024, walaupun langkah tak secara langsung, namun menunjukkan niat dan sikapnya mempertahankan kekuasaan.

Apalagi kemudian menerobos Mahkamah Konstitusi (MK), kemudian mendukung Gibran sebagai calon wakil presiden Prabowo. Untuk hal itu, kemudian Jokowi fokus pada satu putaran Pemilu 2024 guna menghindari koalisi oposisi di putaran kedua dan mungkin terkait efisiensi anggaran.

Profesor Masaki Okamoto dari Universitas Kyoto menyoroti bahwa pemilihan dua putaran dapat membuka peluang bagi koalisi oposisi. Dengan Prabowo-Gibran unggul sementara, Nikkei Asia meramalkan kemenangan Jokowi pasca-meninggalkan jabatannya.

Politik Keluarga Elit Amerika
Dinamika politik tersebut terjadi dibanyak negara demokrasi didunia, seperti di Amerika, keluarga Presiden AS, Kennedy, dimana politik dapat menjadi warisan keluarga.

John F. Kennedy menjadi Presiden AS pada 1961, diikuti oleh saudaranya Robert Kennedy yang menjadi Jaksa Agung. Bahkan anak-anak Kennedy, seperti Caroline dan Patrick, juga terlibat dalam politik.

Keluarga Bush, dengan George H.W. Bush dan George W. Bush yang menjadi Presiden AS, juga menunjukkan pengaruh dan keturunan politik dalam sistem Amerika.

Pada pemilihan presiden 2016, Hillary Clinton, istri mantan Presiden Bill Clinton, menjadi calon presiden dari Partai Demokrat. Dinamika politiknya mencerminkan peran penting keluarga dalam politik AS.

Anak-anak Presiden Jokowi yang terlibat dalam politik lokal di Indonesia memiliki kesamaan dengan anak-anak Presiden AS yang sering maju dalam pemilihan lokal atau nasional setelah keberhasilan orang tua mereka.

Seiring berjalannya waktu, para politisi dapat membentuk koalisi atau aliansi dengan kelompok politik yang sebelumnya mungkin menjadi rival. Misalnya, dukungan dari mantan rival Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam pemilihan presiden Indonesia 2024, yang kemudian dilibatkan dalam kekuasaan yang berkelanjutan.

Panggung Politik Wayang Indonesia
Seperti dalam kisah dunia wayang, Gatotkaca dan Karna saling bersaing, politik Indonesia juga menyuguhkan pertarungan antara keluarga Jokowi dan Megawati sebagai dua kekuatan utama.

Dengan persaingan antara keluarga Jokowi dan Megawati sebagai puncaknya. Sebagai wayang kontemporer, peristiwa politik ini menjadi tontonan dramatis yang memikat perhatian dunia internasional, menciptakan ketegangan yang terus bergulir setelah Pemilu.

Dinamika politik Indonesia, seperti kisah wayang, menciptakan pertunjukan dramatis antara keluarga Jokowi dan Megawati, menarik perhatian dunia internasional yang terus mengikuti perjalanan demokrasi Indonesia.

Kesimpulan
Dalam kisah wayang Bratayudha, Megawati dapat diibaratkan sebagai dalang yang mengendalikan pergerakan para tokoh, seperti Arjuna dan Yudhistira, dalam panggung perpolitikan Indonesia. Persaingannya dengan keluarga Jokowi menciptakan dinamika yang mirip dengan konflik yang terjadi dalam pertempuran Bratayudha.

Sebagai contoh konkret, Megawati bisa diibaratkan sebagai Wisanggeni, tokoh wayang yang cerdik dan kuat, sedangkan Jokowi sebagai Gatotkaca yang berada dalam pengaruh Megawati sebagai “dalang” yang mengatur alur cerita dan kebijakan politik.

Meskipun terdapat adegan menegangkan, Jokowi tetap menjadi “wayang” yang dipandu oleh kendali Megawati dan Dalang lainnya sebagaimana tokoh dalam wayang yang tunduk pada peran dalangnya dalam kisah epik tersebut. Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu 28 Februari 2024 – 04.52 Wib. (***)

*Penulis Adalah Mantan Kepala Aksi & Aksi Advokasi PIJAR era90an