OPINI | POLITIK
“Rakyat pun masih menyaksikan ada yang korupsi jumlah puluhan trilyun di Asabri dan Jiwasraya uang rakyat yang dihukum sekedarnya dan bahkan 349 trilyun yang belum tersentuh pengadilan oleh KPK,”
Oleh : Hasbi Indra
KITA hidup di negeri ini di atas yang di tahta, partai dan ormas. Inilah sikap rakyat yang sejati yang rindu bangsanya maju dan rakyat merasakan keadilan dan kemakmuran seluruhnya. Konsiderasi wajah bangsa menjadi pertimbangannya:
*Hutang di angka 8000 trilyun lebih, bunganya 500 trilyun wajib bayar setiap tahun melalui hutang juga yang jadi beban rakyat jumlahnya puluhan juta yang miskin dan menganggur yang di tahun 2O14 hanya 2600 trilyun, dan dalam pandangan Prof Hafidz Abbas rakyat sedang menikmati sedikit orang menguasai jutaan hektar tanah dan kekayaannya setara dengan puluhan juta dan bahkan di atas seratus juta rakyat di negeri ini.
*Rakyat pun masih menyaksikan ada yang korupsi jumlah puluhan trilyun di Asabri dan Jiwasraya uang rakyat yang dihukum sekedarnya dan bahkan 349 trilyun yang belum tersentuh pengadilan oleh KPK dan lembaga hukum saat ini untuk citarasa Tahta.
*Demokrasi yang rakyat takut bicara terancam jeruji besi yang kemudian bercitarasa otokrasi yang kembali ke pra sejarah berbangsa.
*Perangkat berbangsa dan bernegara seolah dalam kolam nihilisme yang menunjukkan bangsa ini tercitra dan terkerangkeng menjadi manusia kelas dua yang tak bisa menolong bangsa dan nasib rakyatnya.
*Bangsa merdeka 78 tahun lebih masih dalam kerangkeng sistem ekonomi dan politiks yang hanya dinikmati oleh sekelompok orang tertentu
*Sistem ekonomi kapitalis dan politik liberalis yang negara abai pada nasib rakyat, rakyat tak ada yang melindungi.
Fenomena bangsa sepertinya yang tak berbasis Pancasila dan anak negeri yang tak berdaya menghadapinya dan tak berdaya potensinya berhadapan dengan potensi asing atau tuan yang tak terlihat kaum seper kaya yang sedang menguasai jagad ekonomi dan politik saat ini.
Kondisi yang ada bak kerangkeng sepertinya akan diteruskan melalui pemilu yang kontroversials hasil dari cawe-cawe dari tahta dan kaki tangannya yang ingin menghasilkan yang di tahta sebagai peng-peng.
#Tahta peng-peng#
Negara akan terus dalam kerangkeng yang di tahta dan pengendalinya adalah pedagang yang sering disebut Rizal Ramli (ekonom, almarhum) penguasa pengusaha (peng-peng).
Negara dibawanya berdagang dengan rakyat. Rakyat selalu rugi yang di tahta selalu untung dan semakin menggemukkan harta para benalu bangsa dengan memeras keringat rakyat melalui kenaikan hutang, kenaikan pajak, kenaikan harga kebutuhan hidup, pendidikan, kesehatan dan lainnya.
Bangsa yang semakin jauh dari cita konstitusi tak terwujud keadilan, kesetaraan manusia dan kemakmuran seluruh rakyat yang menjadi amanah konstitusi
#Pemilu untuk rakyat banyak#
Ada ratusan juta rakyat merasakan hal itu. Bagi kaum superkaya atau kaum kaya yang jumlahnya kurang dari 2 persen kondisi bangsa saat ini tak merasakanya tapi ada ratusan juta rakyat merasakan hal itu.
Pemilu diselenggarakan untuk bangsa meraih cita konstitusinya. Sangat disayangkan pemilu masih sangat diwarnai oleh kehendak kaum superkaya yang mereka tak merasakan nestapa rakyat pada umumnya.
Mereka menikmati pemimpin yang didesainnya berserta kaki tangan yang punya tahta, punya kuasa gambar dan kuasa angka dan kuasa bicara melalui kumpulan alat demokrasi yang menyebabkan negara tak pro rakyat atau abai dengan rakyat.
Melalui kaki tangannya tak segan menghalalkan segala cara bila perlu langgar etika dan konstitusi. Bila perlu kejujuran yang disyaratkan konstitusi tak dipedulikan.
Tahta melanggar etika dan bahkan konstitusi ada indikasi keberpihakannya. Tahta layaknya tak boleh menjadi alat kemenangan pihak tertentu melalui ASN atau melalui perangkat desa atau secara diam-diam menggerakkan alat negara lainnya dan juga menggunakan uang rakyat yang dikumpulkan berupa bansos yang bisa mempengaruhi pilihan rakyat terhadap calon pemimpin negara.
Prilaku lain yang ditujukkan terutama oleh lembaga survey yang bermain angka yang umumnya tau bagi orang terdidik angkanya untuk menggiring opini dan mengdukung kemenangan calon yang sudah dikontraknya untuk di menangkan. Kemudian kontroversials prilakunya KPU yang ketuanya sudah tiga kali di hukum morals yang berat dan sistem rekap yang kontroversials.
Fenomena yang digambarkan sangat jelas melanggar etika dan konstitusi negara yang harus dibuka oleh rakyat melalui hak angket oleh wakil rakyat.
Bangsa ini jangan kalah oleh sekelompok manusia yang puluhan tahun menikmati asset ekonomi dan asset kekayaanya berserta kaki tangannya yang jumlahnya tak banyak menikmati kemerdekaan bangsa saat ini. Semenatara yang lainnya anak bangsa menjadi kaki tangan tangsung atau tak langsung untuk mereka menguasai ekonomi dan kemudian menguasai politik nagara.
Ini gambar sebuah bangsa yang tak berdaya oleh arogansi sekelompok kecil orang yang mengganggap yang lain manusia yang terus menjadi tak cerdas dan abai melihat kondisi bangsanya.
Layaknya buktikan bangsa masih cerdas buka kotak pendora melalui hak angket wakil rakyat. Bila tidak bangsa ini seperti bangsa yang masih tercitra bodoh pada saat penjajahan menghadapi VOC dan pemerintah penjajah dan kini memiliki nama lain yakni New VOC dan kaki tangannya. Buktikan anak bangsa umumnya masih memiliki kecerdasan merespons kondisi yang dihadapinya.
Malu dengan generasi para pahlawan dulu bila kita membiarkan bangsa ini berada di kondisi yang langitnya dikuasai New VOC dan kaki tangannya.
Bangsa yang pendidikannya sudah membudaya dan nilai kebangsaan dan nilai agamanya ada yang telah disebut ulama, pendeta, pastur, biksu dan juga disebut intelektual, jenderal polisi dan militer ada partai ada ormas termasuk ormas Islam berkerumun aktifisnya juga untuk kecerdasan bangsa nasibnya masih berada di alam ketakcerdasan??? Paling tidak kecerdasan politik untuk bangsa dan rakyat masih dimiliki. Bogor Maret 2024. (**)