Anies Baswedan Tak Perpanjang Masalah ke Dewan Pers, Usai Pemimpin Kompas Akui Lalai

0
36

POLITIK | NUSANTARA

“Merasa perlu mendapatkan klarifikasi, mantan Rektor Universitas Paramadina itu pun melakukan tabayun kepada pimpinan Harian Kompas. Rupanya, berdasarkan pengakuan pemimpin Kompas,”

Lapan6Online | Jakarta : Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan buka suara terkait penggunaan foto dirinya saat mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diterbitkan Harian Kompas cetak edisi Kamis (8/9/2022).

Pemasangan foto mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini dianggap banyak pihak tidak relevan dengan topik yang diberitakan dalam berita itu. Berita yang dimaksud berjudul “Korupsi Bukan Lagi Kejahatan Luar Biasa”.

Merasa perlu mendapatkan klarifikasi, mantan Rektor Universitas Paramadina itu pun melakukan tabayun kepada pimpinan Harian Kompas. Rupanya, berdasarkan pengakuan pemimpin Kompas, kejadian itu adalah kelalaian.

Setelah mendengarkan penjelasan tersebut, Anies pun mengingatkan bahwa media massa memiliki tanggung jawab besar dalam penggiringan opini.

Agar publik tercerahkan atas peristiwa ini, Anies lantas membuat tulisan yang diunggah melalui akun medsosnya, sembari memastikan tidak akan membawa masalah ke Dewan Pers. Berikut tulisan lengkap Anies yang dikutip redaksi melalui akun Facebook resminya:

Kemarin, sehari sesudah memenuhi undangan KPK untuk memberikan keterangan terkait Formula-E, saya menerima banyak pesan memberitahukan tentang berita yg dimuat di Harian Kompas.

Judul beritanya besar: Korupsi Bukan Lagi Kejahatan Luar Biasa. Isinya mayoritas tentang pembebasan bersyarat 23 narapidana tipikor. Terdapat pula kolom berisi daftar napi tipikor yang dibebaskan.

Yang aneh: yang terpampang adalah foto Gubernur DKI. Tidak ada hubungan dengan topik yang ditulis di dalam artikel. Di bagian akhir artikel terdapat tiga paragraf kecil tentang kedatangan Gubernur DKI ke KPK, yang juga tidak ada hubungan dengan topik beritanya.

Media memang memiliki kekuatan besar dalam membentuk persepsi, opini dan perasaan pembacanya. Karena memiliki kekuatan besar inilah maka media harus memiliki tanggung jawab yang besar pula.

Media sebagai pilar demokrasi bukannya tidak boleh berpihak. Sebaliknya, ia justru harus berpihak, pada kebenaran, keadilan, dan objektivitas. Tanggung jawab media memang berat, karena risiko dampak salah langkahnya pun besar.

Kemarin, beberapa pemimpin Kompas menjelaskan pada saya, bahwa penempatan foto itu adalah kelalaian, tak ada niat framing buruk. Memang disayangkan kesalahan mendasar seperti itu terjadi di media seperti Kompas yang pastinya memiliki mekanisme pengawasan berlapis.

Hari ini, Kompas memasang berita baru yang menjelaskan secara lebih objektif terkait kedatangan saya ke KPK. Kompas hari ini memberi contoh kepada Kompas kemarin tentang bagaimana sebuah berita seharusnya ditulis.

Dahulu, Kompas sebenarnya hendak diberi nama Bentara Rakyat. Namun Bung Karno memberi usul nama Kompas, karena kompas adalah penunjuk arah dan jalan.

Kita berharap, filosofi nama Kompas ini terus dijaga. Apabila sebuah kompas berfungsi baik, maka kita lancar dan selamat mengarungi perjalanan. Apabila jarumnya terpengaruh oleh magnet (polar), maka ia tak lagi dapat menjadi penunjuk arah.

Saya memilih mempercayai penjelasan pemimpin di Kompas dan, walau banyak yang menyarankan, saya memilih tidak membawa masalah ini kepada Dewan Pers. Namun, saya memilih tetap menyampaikan catatan ini pada publik agar bisa menjadi pengingat bagi kita semua dalam bernegara dan berdemokrasi. (*rmol/red)

*Sumber : rmol.id