“DKI Jakarta memiliki backlock kepemilikan rumah yang pada tahun 2015 hingga 2018 yang meningkat hingga mencapai 10%. Angka ini diprediksi akan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan penduduk,”
Jakarta, Lapan6Online : Hingga tahun 2022, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menugaskan Perumda Pembangunan Sarana Jaya membangun 13.830 unit hunian baru. Penugasan tersebut terkait dengan komitmen Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memberi solusi hunian bagi warga ibu kota.
“Target RPJMD 2017-2022 hunian DP Rp 0 itu sebanyak 13.830 unit. Ini diperkirakan membutuhkan lahan seluas 30 hektare dimana 30 persennya untuk DP Rp 0. Realisasi hunian di Pondok Kelapa 780 unit, rencana 2021 sebanyak 3050 unit dan 2022 sebanyak 10 ribu unit,” ujar Direktur Pengembangan, Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Indra S. Arharrys, di Jakarta, Kamis (13/02/2020).
Pernyataan tersebjut disampaikan Indra saat berdiskusi dengan media bertema Perumda Pembangunan Sarana Jaya: Pengembangan Kawasan Jakarta 2020”.
“DKI Jakarta memiliki backlock kepemilikan rumah yang pada tahun 2015 hingga 2018 yang meningkat hingga mencapai 10%. Angka ini diprediksi akan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan penduduk,” ujar Indra.
Karenanya, kata Indra, sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta, Perumda Pembangunan Sarana Jaya memiliki misi untuk bersinergi dengan pihak Pemprov DKI Jakarta untuk ikut membangun ibukota, salah satunya melalui pembangunan hunian DP 0 Rupiah.
Indra menyebut, program DP 0 Rupiah ini merupakan salah satu program unggulan Pemprov DKI Jakarta dalam penyediaan hunian bagi masyarakat DKI Jakarta berpenghasilan rendah.
Dengan tingginya harga perolehan tanah di wilayah DKI Jakarta, penyediaan hunian bagi masyarakat disajikan dalam bentuk bertingkat.
Indra juga menambahkan bahwa selain menyediakan rumah hunian DP 0 persen, Perumda Pembangunan Sarana Jaya juga berencana untuk melakukan pengembangan sentra bisnis di Tanah Abang bernama Kawasan Sentra Primer Tanah Abang” yang akan menyerupai Sudirman Central Business District (SCBD).
Pada kesempatan diskusi itu, hadir pula beberapa pembicara terkait pengembangan properti di ibukota, seperti Kepala Bappeda DKI Jakarta, Ketua Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia, dan Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban Studies.
Kepala Bappeda DKI Jakarta, Nasrudin Djoko Surjono mengatakan, pemerintah selalu berupaya untuk berkolaborasi dengan sektor swasta dalam mengimplementasikan rancangan pengembangan kawasan.
Saat ini, katanya, Pemprov DKI Jakarta memiliki 73 kegiatan strategis daerah, di antaranya adalah penyediaan rumah DP 0 Rupiah, penataan kawasan pemukiman, hingga perbaikan tata kelola rumah susun.
“Karenanya, keberadaan BUMD seperti Perumda Sarana Jaya ini juga membawa special mission vehicle” untuk bersinergi bersama Pemprov DKI untuk membangun Jakarta,” kata Nasrudin.
Adapun tujuan dari berbagai pembangunan ini adalah untuk memfasilitas warga DKI berpenghasilan rendah (MBR) dan menata pemukiman kumuh secara kolaboratif. Pembangunan ini juga dilakukan tidak hanya top down tapi juga botton up, di mana Pemprov DKI melakukan kolaborasi dengan berbagai komunitas.
“Jadi kalau dulu warga dipandang sebagai objek, kini mereka dilibatkan dalam pembangunan, melalui pendekatan yang partisipatif dan kolaboratif,” imbuhnya.
Ketua Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia, Hadi Prabowo menambahkan, di Jakarta, kepemilikan hunian milik sendiri adalah 47,12 persen, sedangkan yang tidak merupakan milik sendiri adalah 52,88%.
Oleh karena itu, backlog DKI Jakarta di tahun 2015 adalah sebesar 1.276.424 unit rumah. Dengan kondisi seperti ini, maka pengembangan vertikal dengan kepadatan tinggi dapat menjadi solusi terkait kepemilikan hunian bagi warga Jakarta.
Senada dengan ini, Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja menyebut bahwa saat ini, Kampung Kota Jakarta sudah padat secara jumlah penduduk dan kegiatan, namun tidak berkualitas.
Terlebih jika dibandingkan dengan jumlah lantai dan luas lantai yang rendah. Karenanya, pembangunan kawasan hunian vertikal secara bertahap yang memiliki ruang mitigasi bencana, adaptif terhadap krisis iklim, perbaikan lingkungan, dan dilengkapi oleh interaksi sosial dan ruang mobilitas publik dapat menjadi solusi. Otn/kop/Mas Te
*Sumber : otonominews.co.id