Apa Makna Kemerdekaan yang Hakiki?

0
480
Aniza Rizky/Foto : Ist.
“Merdeka yang sejati hanya menghamba kepada Allah SWT. Manusia merdeka adalah manusia yang tidak mau didikte oleh manusia lain (aturan buatan manusia) baik fisik dan raganya apalagi pemikiran dan kemauannya,”

Oleh : Aniza Rizky

Jakarta | Lapan6Online : Beberapa hari lalu kita memperingati kemerdekaan RI ke-75. Apa momentum yang teringat dibenak kita setiap 17 Agustus? Sejak kecil mungkin kita identik menggambarkan 17-an dengan euforia upacara bendera, menonton pengibaran dan penurunan bendera di televisi, lomba makan kerupuk dan sebagainya. Di tengah euforia perayaan kemerdekaan ini pernahkah kita bertanya, “Benarkah kita sudah benar-benar merdeka?” “Benarkah kita sudah benar-benar terbebas dari segala bentuk penjajahan?”.

Menurut KBBI, merdeka artinya bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya); atau berdiri sendiri: tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu. Selain merdeka dari penjajahan dalam konteks “kita tidak lagi diperangi secara fisik oleh penjajah, tidak ada peperangan menggunakan senjata api dan sebagainya. Kini merdeka ala milenial seringkali ditafsirkan dengan ide sekuler liberal, seperti bebas dalam mengekpresikan dirinya, bebas menyuarakan feminisme, HAM dan sebagainya.

Apakah merdeka hanya bebas dari penjajahan fisik tapi diserang secara pemikiran? Mari kita tengok kondisi hari ini. Memang kita patut bersyukur di negeri kita saat ini tidak ada suara bom dan tembakan layaknya di Palestina, pun negeri terjajah lainnya. Namun, apakah kita sadar, sebenarnya kita belum merdeka seutuhnya? Dalam artian kita masih terjajah pada aspek pemikiran, kebijakan dan lainnya.

Wajar ada sebagian orang mengatakan kita (Indonesia) tidak ‘indepeden’ karena seringkali menjadi pembebek pemikiran dan gaya hidup asing. Seringkali masyarakat kita merasa memiliki pemikiran lebih maju dan modern ketika mengadopsi nilai-nilai pemikiran Barat. Dalam aspek kebijakan, misalnya saja freeport, apakah masyarakat di Papua mendapatkan ‘kemerdekaan’ untuk menikmati hasil kekayaan SDA mereka? Begitu pun pengolahan kekayaan alam lainnya, pendidikan, budaya, di berbagai daerah lainnya. Apakah sudah benar-benar digunakan untuk pemenuhan kebutuhan rakyat Indonesia?

Berdasarkan fakta yang ada, bangsa ini dapat dikatakan belum benar-benar merdeka secara hakiki. Kita belum benar-benar terbebas dari penjajahan. Secara fisik kita memang merdeka, namun secara pemikiran, ekonomi, politik, budaya dan lain sebagainya, sejatinya kita masih terjajah. Lepas dari penjajahan fisik, nyatanya tidak mampu melepaskan negeri-negeri kaum Muslimin dari penjajahan gaya baru alias neoimperialisme.

Setelah lepas dari jajahan Belanda dan Jepang yang telah menjajah selama 3 abad lebih, para penjajah baru dari negara-negara besar yang dikendalikan korporasi global mulai menginjak Indonesia. Penjajah tersebut memancing Indonesia dengan pembiayaan dan bantuan pembangunan, kemudian menjerat dengan utang dan proyek-proyek. Sebagai imbal baliknya Indonesia harus menyerahkan sumber daya alam seperti gunung emas di Mimika Papua, ladang minyak di Riau dan sebagainya kepada korporasi asing. Demikian terus-menerus masih terjadi hingga detik ini.

Selain itu, sistem dan hukum dari penjajahan Barat masih diterapkan di negeri-negeri bekas jajahan termasuk di Indonesia. Sistem politik Indonesia menggunakan demokrasi yang merupakan buatan bangsa penjajahan Barat Yunani. Sedangkan ekonominya menggunakan sistem liberal kapitalisme yang juga warisan dari bangsa penjajah.

Indonesia yang kaya akan sumber daya alam emas dan minyak, Apakah rakyat mendapatkan hasilnya? Tidak. Itu disebabkan karena sistem politik dan ekonomi liberal telah membuat kekayaan Indonesia mengalir ke kantong swasta dan pihak asing. Undang-Undang Minerba hingga infrastruktur boleh bermodalkan dana asing alias utang ribawi.

Otomatis keuntungan operasional seperti jalan tol, bandara, pelabuhan dan pengelolaan sumber daya alam Indonesia seperti emas, barang tambang, minyak dan gas alam semua labanya bukan dinikmati oleh rakyat tapi oleh mantan penjajah kita. Inilah bahayanya. Pantas saja, 75 tahun Indonesia merdeka tapi masalah kemiskinan, kesehatan dan pendidikan masih merajalela. Rakyat masih tidak mendapatkan hak-haknya apalagi sekarang ini kita sedang terjerat utang dari pengelolaan infrastruktur.

Lalu sebenarnya apakah kemerdekaan yang hakiki itu? Islam adalah agama yang sempurna dan tentunya Islam memiliki konsep yang jelas terkait kemerdekaan. Rasulullah SAW pernah menulis surat kepada penduduk Najran, salah satu isinya: “Amma ba’du. Aku menyeru kalian ke penghambaan kepada Allah SWT dari penghambaan kepada hamba (manusia). Aku pun menyeru kalian ke kekuasaan (wilayah) Allah SWT dari kekuasaan hamba (manusia).” (Ibn Katsir, Al-Bidyah wa an-Nihayah. V/553, Maktabah al-Ma’arif, Beirut)

Dari surat tersebut jelas bahwa yang dikatakan merdeka adalah bebas dari menghamba terhadap kepentingan manusia, atau kepentingan orang yang berkuasa. Merdeka yang sejati hanya menghamba kepada Allah SWT. Manusia merdeka adalah manusia yang tidak mau didikte oleh manusia lain (aturan buatan manusia) baik fisik dan raganya apalagi pemikiran dan kemauannya.

Maka, Muslim yang dapat menerapkan Islam secara kaffah artinya dia adalah manusia yang merdeka, hanya menghamba kepada Allah bukan manusia. Setiap aktivitasnya dilakukan dalam rangka mengikuti aturan Allah.

Penghambaan kepada manusia bukanlah seperti perbudakan bersembah sujud di hadapan manusia, tetapi gambaran penghambaan saat ini adalah ketika kita rela menyerahkan wewenang membuat sistem hidup kepada sesama manusia padahal mulanya itu adalah wewenang Allah. Bisa saja hukum zina yang haram, dalam sistem demokrasi menjadi mubah.

Hal ini dapat dilihat dari merajalelanya konten berbau perzinaan baik di televisi atau internet, serta menjamurnya tempat-tempat lokalisasi. Yang halal diharamkan yang haram dihalalkan menjadi sah-sah saja dalam sistem demokrasi.

Lalu bagaimana caranya agar kita dapat merdeka dari penjajahan non fisik ini? Bagaimana kita dapat merdeka secara hakiki? Jelaslah bahwa negara ini tidak tunduk pada syari’at Allah SuWT, maka dikatakan masih terjajah, bukan merdeka yang sesungguhnya, karena hanya tunduk kepada Allah saja cara satu-satunya untuk menghilangkan perbudakan penjajahan satu negara atas negara lain.

Khilafah adalah wujud kemerdekaan hakiki atas tantangan kekinian dan pasti benar karena datang dari Allah SWT. Khilafah menjadi solusi bagi milenial untuk menjemput kemerdekaan yang hakiki. Sistem politik, ekonomi dan hukum sanksi akan sesuai dengan syari’at Allah. Zina dan utang ribawi pun akan dihilangkan secara sistemik. Dengan sistem keuangan, pendidikan dan pergaulan Islam terciptalah suasana keimanan dan rasa aman di tengah masyarakat. Itulah perwujudan Islam rahmatan lil alamin, Islam sebagai wujud kasih sayang Allah, Sang Pencipta dan Sang Pengatur, kepada seluruh alam, bukan hanya pada kaum Muslimin. ****

*Penulis Adalah Alumni Gizi Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini