Jakarta, Lapan6online.com : Diketahui, Presiden Jokowi meminta agar kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diterapkan disertai penerapan darurat sipil guna menghadapi wabah virus corona (Covid-19).
Jokowi mengatakan bahwa negara ini perlu menerapkan kebijakan darurat sipil. Kebijakan tersebut diperlukan untuk memberlakukan aturan physical distanding dalam skala luas secara tegas, efektif, dan disiplin. Kebijakan ini akan diambil jika masalah virus corona ini tidak kunjung membaik.
“Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing, dilakukan lebih tegas, lebih disiplin dan lebih efektif lagi sehingga tadi sudah saya sampaikan, bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil,” kata Jokowi, di Istana Bogor, Senin 30 Maret 2020.
Lalu apa sebenarnya “Darurat Sipil” yang akan diberlakukan oleh Jokowi jika Indonesia makin memburuk karena corona, dan bagaimana prosedurnya?
Melansir artikel yang dirilis oleh Rizky Prasetya Redaktur situs Mojok.co disebutkan, Darurat sipil diatur oleh Perppu nomor 23 tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya.
Dalam Perppu tersebut, darurat sipil adalah keadaan bahaya yang ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang untuk seluruh atau sebagian wilayah negara.
Kebijakan tersebut ditetapkan jika Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan bahwa wilayah NKRI ditetapkan dalam bahaya. Bahaya yang dimaksud adalah yang pertama saat ada ancaman perang, kerusuhan, pemberontakan. Yang kedua adalah timbul perang dan bahaya perkosaan. Yang ketiga, hidup negara dalam ancaman bahaya.
Kebijakan tersebut hanya bisa dilaksanakan oleh Presiden, dan dibantu oleh badan yang dibentuk oleh Presiden.
Badan tersebut berisi Menteri pertama, Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Kepala Staf Angkata Darat, Kepala Staf Angkatan Laut, Kepala Staf Angkatan Udara, dan Kepala Kepolisian Negara. Presiden bisa mengangkat pejabat lain untuk masuk di badan tersebut. Ya terserah presidennya lah, orang cuma dia yang bisa.
Di level daerah, kekuasaan dipegang oleh Kepala Daerah tingkat II yaitu Bupati atau Wali Kota. Tapi tetep harus mengikuti arahan dari penguasa pusat. Hanya saja, ketika pusat menghapus aturan tersebut, kepala daerah harus tetap memberlakukannya selama 4 bulan.
Untuk kasus kali ini, Jokowi meminta karantina kesehatan, khususnya karantina wilayah, tetap jadi kepentingan pusat. Daerah tidak berwenang untuk melaksanakan tersebut dan hanya menjalankan perintah dari pusat.
Yang perlu diperhatikan adalah aturan tersebut berbeda dengan karantina wilayah. Karantina wilayah mewajibkan pemerintah untuk memberi warga negara bantuan, sedangkan untuk darurat sipil, pemerintah tak punya kewajiban untuk memenuhi kebutuhan warga negara saat diberlakukan.
Yang bisa kita lakukan sebagai warga negara adalah segera mempersiapkan diri untuk menghadapi diberlakukannya aturan itu.
Meski diberlakukan pembatasan sosial ekstrem yang disertai darurat sipil, Jokowi meminta apotek dan toko kebutuhan pokok tetap buka.
“Saya juga minta dan pastikan bahwa apotek dan toko-toko penyuplai kebutuhan pokok bisa tetap buka untuk melayani kebutuhan warga dengan tetap menerapkan protokol jaga jarak yang ketat,” tandasnya.
(*/RedHuge/Lapan6online)