“Muslimah mulai memahami bahwa berbaju syar’i bukan hanya sekedar fashion melainkan sebuah kewajiban. Maka mereka berlomba-lomba memakai pakaian yang sesuai dengan perintah Allah,”
Oleh : Deasy Yuliandasari, SE
Lapan6Online : Belakangan ini umat muslim mulai tersadar dari tidur panjang akan ketidakpahamannya terhadap hukum syar’i yang selama ini dicampakan oleh sistem sekuler kapitalis.
Ummat islam mulai mengenali lagi identitas asli sebagai jati dirinya sehingga sangat mudah kita melihat perubahan tersebut mulai dari cara berpakaian, beribadah, perekonomian yang mulai meninggalkan riba dan yang lainnya. Harus diakui bahwa ini merupakan keberhasilan dari dakwah yang selama ini dilakukan meski belum sepenuhnya dikatakan berhasil.
Salah satu perubahan itu antara lain dalam hal berpakaian di mana pakaian syar’i bagi perempuan saat ini menjadi trend fashion bukan saja di skala lokal tapi juga dunia internasional.
Tidak sedikit kalangan artis hijrah dari pakaian konvensional kemudian mengenakan hijab dan ada juga dari kalangan mereka beralih profesi menjadi designer-designer baju syar’i. Muslimah mulai memahami bahwa berbaju syar’i bukan hanya sekedar fashion melainkan sebuah kewajiban. Maka mereka berlomba-lomba memakai pakaian yang sesuai dengan perintah Allah. Sebagian lagi menyempurnakan dengan niqob atau cadar.
Empat imam besar (Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit rahimahullah, dari Kufah, Irak (hidup th 80 H – 150 H), Imam Malik bin Anas rahimahullah, dari Madinah (hidup th 93 H – 179 H), Imam Syafi’i Muhammad bin Idris rahimahullah, lahir di Ghazza, ‘Asqalan, kemudian pindah ke Mekkah. Beliau bersafar ke Madinah, Yaman dan Irak, lalu menetap dan wafat di Mesir (hidup th 150 H – 204 H), Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah dari Baghdad, ‘Irak (hidup th 164 H – 241 H) mempunyai pandangan yang berbeda tentang masalah cadar.
Ada yang menghukumi wajib, sunnah dan mubah. Karena itu tidak semua muslimah menggunakan cadar. Tapi sungguh muslimah yang menggunakan cadar mereka telah berupaya menjalankan salah satu syariat Allah SWT dengan meyakini salah satu imam mahzab tersebut.
Namun sangat disayangkan bahwa perkembangan pesat pemakaian cadar yang terjadi bukan saja di tanah air Indonesia ini distigmatisasi dengan sebutan teroris.
Terkait hal itu, larangan menggunakan cadar bagi pegawai negeri dan muslimah yang bekerja di kantor pemerintahpun diberlakukan dengan alasan sebagai uapaya keamanan dan pebegakkan disiplin dan aturan.
Apa yang membuat cadar bisa dibilang tidak aman? Apakah pernah selama ini cadar merugikan? Cadar menjadi tidak aman setelah framing media yang membuat muslimah bercadar identik dengan teroris. Muslimah bercadar dikaitkan dengan perempuan yang ikut melukai salah satu jendral dalam peristiwa yang terjadi di Banten belum lama ini.
Muslimah bercadar ini sejatinya adalah seorang muslimah yang dalam praktiknya telah memiliki ilmu yang mumpuni sehingga sanggup memakainya di tengah paham sekuler yang begitu terbuka dan mengumbar aurat dalam berpakaian.
Muslimah dengan cadar yang dikenakannya itu sudah paham betul tentang kewajiban menutup aurat yang tidak akan dibiarkannya satu helai rambutpun terlihat oleh mereka yang bukan mahrom.
Sedangkan pelaku bercadar kemarin dengan relanya difoto tanpa menggunakan khimar dan cadarnya.
Lalu apa sesungguhnya motif yang melatari pelarangan menggunakan cadar sesungguhnya? GF
*Penulis adalah ibu rumah tangga. Tinggal di Jember