APIMA Keluhkan Dampak Lambatnya Izin Kapal, Rugikan Pengusaha dan Rantai Pasokan

0
25
Ketua Umum APIMA Haji Dede (Tengah) saat diwawancarai awak media. (Foto: REDHUGE)

Lapan6Online | JAKARTA : Haji Dede, Ketua Asosiasi Pedagang Ikan Muara Angke (APIMA) mengupas bagaimana dampak yang ditimbulkan sejak munculnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 58 Tahun 2020 tentang Usaha Perikanan Tangkap serta kebijakan izin satu pintu yang diterapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Kebijakan-kebijakan itu diakui oleh APIMA telah berdampak secara langsung tidak saja bagi para nelayan dan pengusaha kapal serta pekerja sektor informal utamanya adalah anak buah kapal yang kini menganggur, namun juga industri rantai pasokan seperti petani tambak dan udang yang kesulitan menjual hasil panen.

Jika sebelumnya, surat layak operasi (SLO) untuk kapal 30 GT (Gross Tonnage) ke bawah diatur oleh pemda, sekarang semua dialihkan ke Kementerian. Kebijakan inilah yang dinilai merugikan.

“Kita yang menjembatani dan menaungi semua anggota kita, minta ke Kementerian Kelautan dan Perikanan agar dipermudah lah pembuatan surat-surat kapal itu, perizinannya.” kata Haji Dede kepada Lapan6online, Rabu ditulis Sabtu (15/1/2022).

30-an Kapal Mangkrak

Selain SLO, setidaknya ada 3 surat yang harus diurus perizinannya oleh pemilik kapal, yakni Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI), untuk Kapal Penangkap Ikan dan Kapal Pengangkut Ikan berukuran di atas 10 GT sampai 30 GT.

Sementara untuk Kapal Penangkap Ikan berukuran sampai dengan 10 GT yang bukan dimiliki oleh Nelayan Kecil mereka diwajibkan memiliki SIUP dan SIPI.

Dimana SIUP berlaku selama 30 tahun dan dapat diperpanjang sementara SIPI dan SIKPI berlaku selama 1 tahun dan dapat diperpanjang. Namun Perizinan yang lambat membuat pengusaha dan anak buah kapal tak bisa bekerja. Dampaknya, kerugian besar harus ditanggung mereka.

Dampak lainnya, menurut Haji Dede, harga bandeng di DKI melonjak tinggi karena tidak adanya pasokan akibat sulitnya perizinan.

“Kasihan, yang terkena dampak itu DKI, harga bandeng itu melonjak dengan tidak adanya pasokan dari Sumatera. Seperti Udang dan Bandeng, pasokan dari Sumatera itu perbulan mencapai 10 hingga 15 ton,” terangnya.

Selain dampak di atas, Haji Dede mengungkapkan, aturan baru SLO yang sudah berjalan hampir satu bulan ini memicu dampak lainnya.

“Karena perizinan surat itu mandek, banyak anak buah kapal yang menganggur. Kita mohonlah kepada Kementerian untuk mempercepat perizinannya.” pinta dia.

“Perizinan itu kan sekarang harus satu pintu ke Kementerian. Sebelumnya di bawah 30 GT bisa langsung dari pemprov. Sekarang, katanya tidak bisa, harus ke Kementerian.” terang dia.

Ada 30-an kapal yang terpaksa mangkrak tak bisa berlayar, meski ada sebagian surat kapal yang masih hidup. Haji Dede pun meminta kepada Kementerian yang suratnya masih hidup dapat diizinkan untuk berlayar.

“Kami mohon kepada Kementerian, kami yang suratnya hidup, izinkanlah kami untuk berlayar, kami tetap akan mengurus surat-surat tersebut.” tandasnya.

Lambatnya Izin Hingga Bulanan

Sementara itu, Haji Gothor, salah satu pemilik kapal dari Muara Angke mengatakan sudah hampir 2 bulanan kapalnya tak bisa beroperasi. Kerugian yang harus ditanggung mencapai puluhan juta tiap bulannya.

Itu belum termasuk 60 orang anak buah kapal yang terpaksa menganggur. Ia pun meminta pemerintah mempercepat perizinan surat-surat Kapal.

“Kalau bisa surat-surat kapal itu cepat selesai lah bagaimana caranya. Kalau dulu kan bisa diurus di DKI sekarang harus di Kementerian.” keluh Haji Gothor.

Ia mengaku sudah mengajukan surat-surat perizinan kapal tersebut, “Katanya lamban. katanya bisa empat bulan lima bulanan. Jadi pengusaha ikan disana pada ngeluh semua kan,” jelasnya.

Akibat lambannya proses perizinan tidak hanya membuat kerugian bagi pemilik kapal semata, namun juga petani tambak bandeng dan Udang serta tambak lainnya yang tak bisa menjual hasil panen.

“Petani (petambak) disana juga menunggu-nunggu kapal kita kan datang kesana untuk mengangkut barangnya (hasil panen). Karena barang itu hanya bisa diangkut dengan kapal. Tidak bisa pakai mobil atau jalan darat. Harus jalan laut,” tandasnya.

Saat berita dirilis, belum diketahui apa sikap Kementerian Kelautan dan Perikanan soal kerugian pemilik kapal beserta Anak buah kapalnya yang menganggur karena kapal mereka tidak bisa melaut. [RED]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini