POLITIK | HUKUM
“Terkait Perpres 112 Tahun 2024 tentang pembentukan Korps Pemberantasan Korupsi di lingkungan Polri, Suparji berpendapat bahwa tidak ada masalah dengan pembentukan lembaga tersebut,”
Jakarta | Lapan6Online : Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Profesor Suparji Ahmad, mewanti-wanti masyarakat mewaspadai adanya upaya koruptor mengadu domba antar lembaga pemberantas korupsi.
“Koruptor adu domba antar lembaga pemberantasan korupsi,” ujar Prof Suparji Ahmad, Guru Besar Ilmu Pidana Universitas Al Azhar Indonesia, dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, pada Sabtu (19/10/2024).
Hal itu dikatakan Suparji menanggapi adanya pemberitaan yang menyebutkan Jaksa Agung Burhanuddin dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait masalah data pribadi, tanda tangan dan data pernikahan.
“Itu isu lama yang sudah terklarifikasi,” kata Suparji.
Bahkan, kata Suparji, pelaporan ke KPK adalah aneh, masak lembaga pemberantas korupsi diminta mengurusi masalah tersebut.
“Ya jadinya seperti Disdukcapil dan Pengadilan Agama. Itulah adu domba antar lembaga pemberantasan korupsi,” tandasnya.
Menurut Suparji, untuk masalah hidup mewah dan LHKPN, maka Suparji meyakini bahwa Jaksa Agung Burhanuddin masih on the track.
“Untuk itu, dapat diyakini pasti tidak seperti yang dilaporkan,” pungkasnya.
Bahkan, tambah Suparji, disinyalir ada pihak yang berkepentingan menggunakan tangan pihak lain untuk membunuh karakter Jaksa Agung Burhanuddin.
“Ya untuk saat ini kepentingannya adalah jabatan Jaksa Agung,” katanya.
Menurut Suparji, Jaksa Agung Burhanuddin dapat buktikan bahwa selama lima tahun kepemimpinan bisa membawa lembaga kejaksaan menjadi lebih baik dan lebih dipercaya publik daripada tahun tahun sebelum kepemimpinannya.
Untuk pemberantasan korupsi yang dilakukannya layak masyarakat untuk memberikan apresiasi.
Pada bagian lain Suparji mengungkapkan bahwa terkait Perpres 112 Tahun 2024 tentang pembentukan Korps Pemberantasan Korupsi di lingkungan Polri, Suparji berpendapat bahwa tidak ada masalah dengan pembentukan lembaga tersebut.
“Konteksnya korupsi harus diberantas bersama-sama antara Kejaksaan, Polri dan KPK,” ujarnya.
Suparji mengatakan, konsep pembentukan banyak jenis penyidik dan penyidikan (bersifat spesialis) dari berbagai instansi/lembaga pemerintah adalah sesuai dengan perkembangan hukum dan perkembangan kejahatan.
Dan, kejahatan yang terjadi saat ini dan kedepannya, sudah tidak mungkin hanya ditangani oleh satu lembaga penyidikan.
Dalam kerjanya lembaga-lembaga penyidik sebagai salah satu sub sistem dari Integrated Criminal Justice System tidak boleh lagi tersekat berdasarkan prinsip diferensiasi fungsional ala KUHAP, misalnya saja, hubungan penyidik dengan Jaksa Penuntut Umum yang selama ini tersekat dengan lembaga prapenuntutan, maka ke depannya tidak begitu lagi, mereka berada dalam satu kesatuan kerja, tidak ada lagi penyidii menerima P18/P19 atau P21 dari Penuntut Umum.
Yang ada adalah kerja bareng sejak Surat Pemberitahuan dimulainya penyidikan, persidangan dan eksekusi.
“Itulah yang tepat, yaitu penegakan hukum pidana yang integralistik berdasarkan Pancasila,” tutur Suparji. (*Kop/Syamsuri/MasTe/Lpn6)