“Melindungi segenap tumpah darah Indonesia adalah salah satu tujuan kita berbangsa dan bernegara. Ini menjadi tugas penting pemerintah sebagaimana diamanahkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Nyawa satu orang WNI sama berharganya dengan nyawa satu bangsa Indonesia. Jangan sampai pembelaan negara terhadap warganya yang menjadi korban perbudakan lemah,”
Jakarta | Lapan6Online : Ketua MPR RI, Bamsoet mengecam keras kasus perbudakan terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi Anak Buah Kapal (ABK) penangkap ikan berbendera China. Pemerintah diminta segera turun tangan menangani kasus yang terjadi di kapal penangkap Long Xin 605, Long Xin 629 dan Tian Yu 8.
Penderitaan WNI yang bekerja di kapal tersebut dilaporkan TV MBC asal Korea Selatan, yang meliput langsung tatkala kapal tersebut bersandar di Busan, Korea Selatan beberapa hari lalu. Para ABK WNI telah direnggut kebebasannya, bekerja dengan kondisi tidak layak, hak atas hidupnya direnggut serta jenasah WNI yang meninggal tidak dikubur di daratan, tetapi dibuang ke laut.
“Tindakan membuang jenazah WNI ke laut yang dilakukan kapal berbendera China, merupakan hal yang sangat serius. Tak hanya itu, kuat dugaan adanya perampasan Hak Asasi Manusia dengan mempekerjakan ABK WNI tak ubahnya seperti budak, dengan kondisi yang sangat memprihatinkan, harus mendapat perhatian serius dari Kementerian Luar Negeri. Di era modern seperti ini, perbudakan tak lagi diperkenankan. Setiap manusia diakui hak dan kewajibannya. Jika perlu, Kementerian Luar Negeri harus mengangkat ini menjadi isu internasional,” ujar Bamsoet, di Jakarta, pada Kamis (07/05/2020).
Mantan Ketua DPR RI ini menegaskan, Kementerian Luar Negeri Indonesia tak cukup hanya melayangkan nota diplomatik melalui Kedutaan Indonesia di Beijing, China. Melainkan juga harus segera memanggil Duta Besar China untuk Indonesia guna mendapatkan penjelasan utuh. Bahkan, jika perlu dilakukan investigasi mendalam terkait hal ini. Karena kejadian tersebut bukan kali ini saja terjadi.
“Melindungi segenap tumpah darah Indonesia adalah salah satu tujuan kita berbangsa dan bernegara. Ini menjadi tugas penting pemerintah sebagaimana diamanahkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Nyawa satu orang WNI sama berharganya dengan nyawa satu bangsa Indonesia. Jangan sampai pembelaan negara terhadap warganya yang menjadi korban perbudakan lemah,” tegas Bamsoet.
Tak hanya mendorong dari sisi diplomasi, Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini juga meminta Kepolisian dan Kementerian Tenaga Kerja menyelidiki adanya kemungkinan perdagangan manusia dalam pemberangkatan WNI yang menjadi ABK di berbagai kapal penangkap ikan. Besar kemungkinan, banyak warga yang karena tuntutan ekonomi, tergiur oleh iming-iming uang dari perusahaan penyalur tenaga kerja illegal.
“Bukannya bekerja secara formal dengan memiliki dokumen hukum yang jelas, warga kita malah menjadi korban perbudakan akibat perdagangan manusia. Bagaimana mereka bisa bekerja sebagai ABK, pasti ada penyalurnya. Perusahaan penyalur ini juga perlu diusut legalitasnya. Ini harus menjadi momentum bagi pemerintah membuktikan keberpihakan sekaligus kehadirannya dalam kehidupan rakyat,” pungkas Bamsoet.
Menlu Retno : Pemerintah Masih Menyelidiki
Sementara itu,Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi memaparkan kronologi rinci kasus anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal berbendera China, setelah disorot terkait perbudakan dan pelarungan jenazah di laut.
Melalui pernyataan pers secara daring pada Kamis (07/05/2020) sore, Retno menjelaskan perlindungan terhadap 46 ABK yang tengah diupayakan pemerintah saat ini. Serta kasus tiga ABK meninggal dunia yang jasadnya dilarung ke laut.
Jumlah 46 ABK tersebar di empat kapal ikan perusahaan China, yakni 15 orang di kapal Long Xing 629, delapan orang di kapal Long Xing 605, tiga orang di kapal Tian Yu 8, dan 20 orang di kapal Long Xing 606.
“Sejak 14 – 16 April 2020, KBRI Seoul menerima informasi adanya kapal Long Xing 605 dan Tian Yu 8 berbendera Tiongkok yang akan berlabuh di Busan membawa ABK WNI, serta informasi adanya WNI yang meninggal dunia di kapal tersebut,” kata Retno.
Kapal Long Xing 605 dan Tian Yu 8 adalah dua kapal yang membawa seluruh 46 ABK Indonesia melalui perairan Korea Selatan, dan sempat berlabuh di Busan. Kedua kapal itu saat ini sudah berlayar ke China.
Kedua kapal tersebut sempat tertahan karena 35 ABK Indonesia yang dialihkan dari Long Xing 629 dan Long Xing 606 tidak terdaftar sebagai ABK di kedua kapal yang berlabuh di Busan, sehingga mereka dianggap sebagai penumpang oleh otoritas pelabuhan.
Sebagian besar dari 46 ABK tersebut telah pulang ke tanah air, yakni total 11 orang ABK Long Xing 605 dan Tianyu 8 sudah kembali sejak 24 April, serta 18 orang ABK Long Xing 606 sudah kembali pada 3 Mei.
Sementara dua sisa ABK Long Xing 606 masih berada di perairan Korea untuk menyelesaikan proses keimigrasian sebelum dipulangkan kemudian, serta 15 ABK Long Xing 629 akan dipulangkan pada 8 Mei setelah sempat dikarantina di hotel selama 14 hari.
Dari 15 ABK Long Xing 629 yang akan kembali ke tanah air esok hari, satu orang telah meninggal dunia pada 27 April, usai dirawat sehari sebelumnya. Keterangan Busan Medical Center menunjukkan bahwa dia menderita pneumonia.
Di samping perkara 46 ABK tersebut, terdapat kasus tiga ABK meninggal dunia ketika masih di atas kapal yang kemudian jenazahnya dilarung di laut lepas, atau diperlakukan dengan cara burial at sea.
Perusahaan pengelola kapal menyebut pelarungan itu sudah sesuai dengan standar dan prosedur yang berlaku secara ketenagakerjaan internasional, dan mendapat persetujuan dari pihak keluarga mereka.
“Bagaimanapun, saat ini Kemlu RI tengah bekerja untuk memastikan kondisi di kapal terkait pemenuhan hak-hak para pekerja, serta penyelidikan lebih lanjut atas pernyataan pengelola kapal soal pelarungan jenazah. Soal pelarungan jenazah menurut pengelola kapal sudah disetujui pihak keluarga ABK,” jelasnya. mdk/kop/Mas Te