OPINI | POLITIK
“Seperti keseimbangan alam terganggu sebagai dampak eksploitasi yang tak terukur dan cenderung serakah. Selain itu, aspek mitigasi yang lemah mengakibatkan banjir tak terbendung dan rakyat menjadi korbannya,”
Oleh : Ummu Mahirah
BENCANA alam berupa banjir masih terus dirasakan masyarakat Indonesia, salah satunya yakni melanda sebagian wilayah Jabodetabek, dan terparah terjadi pada wilayah Bekasi. Bahkan disebutkan jika di wilayah itu terjadi hampir setiap tahunnya.
Seperti yang dirasakan oleh keluarga Happy (32), selama 11 tahun tinggal di Pekayon, Bekasi Selatan, mereka sudah beberapa kali menjadi korban. (BBC News Indonesia).
Banjir Bekasi tersebut tidak hanya mengakibatkan kerusakan berbagai harta benda pada pemukiman warga saja, namun beberapa gedung sekolah juga terkena dampak dari kejadian ini. Berpotensi menyebabkan terhambatnya proses belajar mengajar di tiap sekolah.
Seperti dilansir oleh Beritasatu.com, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengatakan, banjir yang melanda wilayah Bekasi, Jawa Barat, menyebabkan 114 gedung sekolah mengalami kerusakan. Fasilitas pendidikan yang terkena dampak mencakup tingkat SD hingga SMA, baik di Kota maupun Kabupaten Bekasi. Sekolah di Bekasi yang terdampak banjir meliputi 90 SD, 7 SLB, 9 SMA, 5 SMK, dan 3 SMP.
Banjir di Jakarta-Bekasi bukan cuma karena curah hujan. Seperti dilansir oleh TRIBUNJABAR.ID, Peneliti ahli madya dari pusat riset limnologi dan sumber daya air BRIN, Yus Budiono menyebutkan bahwa ada empat faktor banjir di wilayah Jabodetabek, yakni penurunan muka tanah, perubahan tata guna lahan, kenaikan muka air laut, dan fenomena cuaca ekstrem.
Adapun tudingan datang dari Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo, beliau mengatakan bahwa program pembukan lahan 20 juta hektare hutan menjadi lahan untuk pangan, energi, dan air, pemicu terjadinya banjir di sejumlah wilayah Jabodetabek.
Kepala pusat riset limnologi dan SDA BRIN, Luki Subehi menambahkan jika banjir yang terjadi bukanlah semata karena curah hujan yang tinggi, melainkan karena pengelolaan SDA dan perubahan tata guna lahan di wilayah perkotaan.
Begitulah realita yang ada, bencana terjadi berulang dan terus menerus seolah tidak ada solusi yang tepat untuk mengatasinya. Jika terjadi masalah semua itu tidak jauh dari penyebab, pasti ada alasan kenapa banjir bisa terus terjadi karena hal ini bukan sekali dua kali dan tidak hanya berdampak pada wilayah kecil saja. Sehingga harus dicari akar masalahnya, karena bukan sekadar problem teknis, tapi sistemis.
Kemudian kebijakan berparadigma kapitalistik menghantarkan pada konsep pembangunan yang abai pada kelestarian lingkungan dan keselamatan manusia. Segala sesuatu di dalam sistem kapitalisme dinilai berdasarkan keuntungan dan manfaat belaka.
Para kapital dan pemegang kekuasaan saling bekerja sama menggunakan sumber daya alam untuk menghasilkan sebanyak-banyaknya materi. Mengeruk hasil bumi demi tujuan utama mereka yakni keuntungan, sehingga tidak akan ada kepedulian terhadap yang lain. Tanpa pernah memikirkan akibat yang akan datang setelahnya.
Padahal dampak dari perbuatan tersebut sangat besar terjadi pada kehidupan masyarakat dan lingkungan. Seperti keseimbangan alam terganggu sebagai dampak eksploitasi yang tak terukur dan cenderung serakah. Selain itu, aspek mitigasi yang lemah mengakibatkan banjir tak terbendung dan rakyat menjadi korbannya.
Hal itu sejalan dengan pernyataan sebelumnya bahwa sistem ini abai pada kelangsungan lingkungan hidup maupun keselamatan manusia. Dengan mitigasi yang lemah, banjir tidak tercegah, dan rakyat pun hidup susah. Sehingga pembangunan harus memiliki paradigma yang tepat, yang tidak hanya memudahkan kehidupan manusia, namun juga menjaga kelestarian alam.
Islam memberikan arahan pada negara bagaimana membangun negara dengan tepat, dengan posisi penguasa sebagai raa’in, maka penguasa akan terus mengurus rakyat dengan baik sehingga rakyat hidup sejahtera, aman dan nyaman, terhindar dari banjir. Penguasa juga akan menerapkan Islam sebagai asas konsep pembangunan dan melakukan mitigasi yang kuat untuk mencegah terjadinya bencana khususnya banjir. Wallahua’lam bishshawab. (**)
*Penulis Adalah Aktivis Dakwah
Disclaimer :
Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan Lapan6Online.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi Lapan6Online.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.