OPINI | POLITIK
“Pemerintah akan terus konsisten dengan cara memperbaiki pemberian bantuan sosial secara lebih tepat sasaran untuk mengurangi beban pengeluaran, pemberdayaan sosial dan ekonomi dengan memberikan jaminan peningkatan pendapatan,”
Oleh : Ria Imazya
SLOGAN ‘Gemah Ripah Loh Jinawi’ (tentram dan makmur serta sangat subur tanahnya) yang dulu menjadi semboyan negeri tercinta Indonesia, kini terasa jauh, dan lambat laun berganti nestapa. Pasalnya, kemiskinan ekstrem diperkirakan akan menghantui negeri ini karena jumlahnya melonjak drastis berdasarkan perhitungan pemerintah Indonesia.
Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, pemerintah menghitung garis kemiskinan sebesar US$1,9 purchasing powe parity (PPP) per hari sedangkan global sudah menggunakan US$ 2,15 PPP per hari. Dengan perhitungan itu saja, pemerintah harus mengentaskan kemiskinan sebesar 5,8 juta jiwa hingga mencapai nol persen pada 2024 setara dengan 2,9 juta orang per tahunnya.
Ia juga memastikan bahwa pemerintah akan terus konsisten dengan cara memperbaiki pemberian bantuan sosial secara lebih tepat sasaran untuk mengurangi beban pengeluaran, pemberdayaan sosial dan ekonomi dengan memberikan jaminan peningkatan pendapatan, serta memperluas akses pelayanan dasar (cnbcindonesia.com).
Sungguh jika kita cermat dalam melihat persoalan kemiskinan ekstrem yang ada di negeri ini, pastilah solusi untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem tersebut tidak cukup hanya memberikan bantual sosial saja karena penyebab utamanya sistem kapitalis yang diterapkan penguasa di negeri ini.
Sejatinya rakyat pun sudah berupaya dengan bekerja dari fajar hingga petang untuk untuk memenuhi kebutuhannya bahkan berupaya mencari pekerjaan tambahan, tapi tetap saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya. Di samping itu orang yang sudah kaya bertambah kaya tiap harinya, mereka bahkan bisa menguasai sumber daya alam dan energi negeri ini. Bukan rahasia lagi, sebanyak 90% cadangan nikel Indonesia tersebar di beberapa wilayah, di antaranya Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara dikuasai asing. Misalnya, PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) yang menguasai 50% produksi hilir nikel.
Penerapan ideologi kapitalis di negeri inilah yang bisa membuat para asing bisa menguasai sumber daya alam dan energi. Sehingga mereka mampu merampas hak milik rakyat dan rakyat hanya bisa merasakan kesengsaraan dan nestapa karena tidak bisa mengakses sumber daya alamnya. Jika kebijakan pemberian bantuan sosial dijalankan pun tidak bisa memberikan solusi yang tuntas melainkan tambal sulam yang mengakibatkan rakyat akan tetap sengsara.
Lain halnya dengan sistem Islam. Islam memiliki solusi dalam pengentasan kemiskinan yaitu dengan penerapan Islam secara kaffah. Penerapan sistem ekonomi Islam, akan mampu mengentaskan kemiskinan negri ini karena: Pertama, sistem Islam menjamin mensejahterakan individu dengan memastikan terpenuhinya kebutuhan primer dan membantu terpenuhinya kebutuhan sekunder sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan langkah ini bukan hanya isapan jempol ataupun solusi tambal sulam seperti sistem kapitalis.
Kedua, jaminan atas diaturnya sumberdaya alam dan energi yang dikelola negara hanya untuk kesejahteraan rakyat. Dengan bergitu, semua masyarakat akan merasakan kesejahteraan dari hasil pengelolaan sumberdaya alamnya dan bukan hanya dirasakan oleh segelintir orang.
Ketiga, jaminan pendistribusian yang merata ke seluruh masyarakat. Negara akan mengatur agar kekayaan bisa merata dinikmati oleh seluruh masyarakat yang membutuhkan. Salah satunya, negara akan memberikan tanah bagi rakyat untuk dikelola bagi yang mampu mengelolanya dan negara akan menyita tanah yang ditelantarkan oleh pemiliknya selama tiga tahun berturut-turut.
Demikianlah sistem Islam sangat mampu memberikan solusi untuk mengentaskan kemiskinan dan menbuat rakyatnya bisa merasakan gemah ripah loh jinawi nyata di depan mata. [**]
*Penulis Adalah Pemerhati Dakwah Islam