“Diakui atau tidak, Indonesia saat ini sudah terjerat sistem demokrasi liberal.
Dalam sistem ini, tidak ada aturan yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan,”
Oleh : Yolanda Anjani
BELAKANGAN ini kasus perceraian semakin sering terdengar, baik dikalangan masyarakat maupun di sosial media yang silih berganti menjadi berita konsumsi masyarakat.
Berita ini juga memberikan dampak yang berbeda-beda, ada yang belum menikah takut untuk menikah, yang sudah menikah menjadi lebih aware dengan pasangannya, bahkan ada yang menetapkan dirinya untuk sama sekali tidak menikah, memilih untuk hidup sendiri.
Indonesia menjadi negara dengan tingkat perselingkuhan kedua tertinggi di Asia setelah Thailand.
Dan menurut laporan World Population Review, Indonesia menjadi negara keempat dunia dengan kasus perselingkuhan terbanyak, setelah India, Cina, dan Amerika.
Faktor-faktor terjadinya perceraian ini banyak, misal kebosanan, ketakcocokan dengan pasangan, perselingkuhan, dan lain sebagainya.
Memang tidak bisa dimungkiri pula bahwa ketakwaan individu yang kurang menjadi salah satu penyebab perselingkuhan. Namun, kerusakan tata nilai dan aturan yang berlaku menjadi faktor yang lebih utama.
Diakui atau tidak, Indonesia saat ini sudah terjerat sistem demokrasi liberal.
Dalam sistem ini, tidak ada aturan yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan.
Semua diserahkan kepada pribadi atas nama kebebasan berperilaku. Pada titik inilah, pandangan masyarakat terhadap relasi antara laki-laki dan perempuan menjadi penentu bagi bentuk hubungan keduanya di tengah masyarakat. (muslimahnews.net)
Selain hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ada batasannya, standar kebahagiaan masyarakat juga terfokus pada materi. Sehingga kenikmatan dunia lebih banyak dikejar daripada kenikmatan akhirat yang tidak ada ujungnya.
Tampak jelas bagaimana sistem saat ini sangat jauh dengan Islam. Perlahan peran suami – istri tidak lagi diterapkan, Seperti fungsi qawwamah (kepemimpinan) yang hilang dari suami, serta fungsi ummun wa rabbatul baiti (ibu dan pengurus rumah tangga) yang hilang dari istri.
Islam memandang pernikahan adalah ibadah. Siapa pun yang menikah, mereka telah berjanji untuk saling memenuhi dan melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing sebagai suami istri.
Islam juga menyebut pernikahan sebagai mitsaqan ghalidza (perjanjian agung) yang tidak bisa dimain-mainkan (pada QS An-Nisa: 21). (muslimahnews.net)
Begitu indahnya islam, semua kehidupan telah ditetapkan aturannya oleh Allah SWT.
Bukan aturan yang hanya dibuat-buat oleh manusia saja tanpa adanya landasan, hanya bermodal akal yang itu pun diciptakan oleh Sang Maha Pencipta.
Sistem kehidupan sekuler menciptakan fenomena perselingkuhan, sedangkan sistem kehidupan Islam akan menjaga keutuhan keluarga sekaligus mengukuhkan bangunannya. Solusi terbaik hanyalah Islam, kembali ke identitas kita sebagai manusia sesungguhnya, yakni menerapkan sistem Islam. Wallahu’alam Bishawab. (*)
*Penulis Adalah Aktivis Dakwah