”Bahwa Kadishub Barsel Dermaga Jalapat berada dalam kewenangan Dishub Prov Kalteng, sehingga Dishub Barsel tidak memiliki kewenangan dalam pengelolaan Dermaga Jalapat,”
Barsel | Kalteng | Lapan6Online | Dermaga Jalapat eksis Bongkar Muat CPO untuk wilayah Sawit Barito Timur dan Muara Teweh, saat ini diduga belum kantongi Ijin Bongkar Muat, ijin lingkungan, ijin limbah B3, dan ijin lainya bertalian kedermagaan dan lalu lintas Sungai Barito.
Sayang operasi dermaga tersebut bukan milik Pemda Barsel, meski secara fisik keberadaannya diwilayah Barito Selatan, Kalimantan Tengah.
Hasil investigasi Latif Kamarudin aktifis LP3K-RI menyebutkan,”Bahwa Kadishub Barsel Dermaga Jalapat berada dalam kewenangan Dishub Prov Kalteng, sehingga Dishub Barsel tidak memiliki kewenangan dalam pengelolaan Dermaga Jalapat, demikian jelas Latif kepada awak media lapan6online.com saat ada pertemuan mingguan dengan Perwakilan Lapan6online.com Kalteng.
“Unit angkutan khusus, wajib miliki ijin muatan khusus dari Dishub terkait, sudahkah mereka kantongi ijin tersebut?,” tegas Latif.
“Adakah ijin angkutan CPO bagi unit terkait angkutan terkait?, isu yang beredar ada keluarga pejabat ikut ambil kegiatan usaha Bongkar muat CPO ini, pantas operasinya tetap jalan meski tidak jelas pengelolaanya,” terang Latif.
Sementara unit yang ada kerja sekitar 55 unit, sudah berjalan tahunan,pemilik unit dari kota Kalua Kab Tabalong Prov Kalimantan Selatan.
Sedang yang baru mau masuk kontrak milik keluarga pejabat Kabupaten Bartim sekitar 25 unit dum truck sebagaimana dijelaskan H Ad driver dum truck bongkar muat CPO.
Demikian kegiatan udaha diwilayah DAS Barito ada saja keterlibatan oknum pejabat terkait ikut dalam usaha lokal dan antar kabupaten, hal ini diduga tabrakan dengan pasal 58 UU No 23 tahun 2014 Jo UU No 5 th 2014 Jo PP No 53 th 2010, UU administrasi Negara dan UU Management ASN, nah efeknya kegiatan usaha menjadi kurang sehat, lapangan pekerjaan makin sempit karena adanya oknum yang dekat dengan kekuasaan ikut bermain.
Saingan usaha jadi tidak sehat, usaha dimiliki pemodal besar dan pihak yang dekat dengan penguasa yang ada.
Disini sulitnya penegakkan hukum bagi semua, patut diduga gakkum bakal mantul, efek sosial makin berat bagi wong cilik.
Padahal dalam psl 33 UUD th 1945 negsra kita menganut asas ekonomi kekeluargaan, ekonomi bagi bersama sesuai jasa dan prestasi setiap pelaku sosial dan bisnis.
Lalu kapan kita mau kembali kepada ekonomi Pancasila yang lebih manusiawi?
Disini perlunya cita-cita Kemerdekaan, bahwa bumi, air, udara, dan kekayaan alam yang berada didalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan bagi kesejahteraan rakyat Indonesia, sampai saat ini kita semua hanya bisa berharap agar pejabat publik pembuat kebijakan secara aplikatif peduli terhadap wong cilik, NKRI bukan negara dengan sistim kapitalis, bukan begitu? (21/04/20.Tim Lapan6).