Belajar Daring Sungguh Bikin Pusing

0
374
Ilustrasi seorang siswa terlihat pusing saat memulai belajar daring/Foto : dok.Lapan6online.com
“Betapa berat beban untuk bisa mengikuti proses belajar daring ini. Ibu rumah tangga harus mengumpulkan uang receh demi membeli pulsa bahkan ada seorang bapak yang mencuri HP demi memperjuangkan sang anak yang tidak bisa mengikuti belajar daring,”

Oleh : Suci Hati, S.M

JAKARTA | Lapan6Online : Pengamat Pendidikan Universitas Negeri Medan dan ketua Lembaga Riset Publik Indonesia Muhammad Rizal menilai terkait fasilitas pembelajaran daring seperti sinyal dan perangkat pendukung yang belum memadai.

Dalam laman tribunnews.com, Medan (20/7/2020) dia mengatakan, kelemahan pembelajaran daring itu kalau di daerah adalah karena koneksi internet dan sinyal yang lemah atau perangkat HP yang belum dimiliki oleh anak-anak.

Persiapan sekolah di daerah ternyata belum optimal untuk sebuah proses pelaksanaan pembelajaran daring. Karena memang ini kondisi yang sangat luar biasa jadi tidak ada persiapan untuk itu.

Suci Hati, S.M/Foto : Ist.

Proses pembelajaran berjalan tidak optimal karena terkendala jaringan dan perangkat.

Dengan kopian materi belajar untuk siswa yang tidak memiliki ponsel bisa menjadi sebuah solusi efektif agar tidak tercipta fenomena lost generation atau generasi yang hilang karena tidak ikut dalam proses pembelajaran untuk meraih pengetahuan.

Ini merupakan sebuah pandangan seorang tokoh yang memiliki perhatian pada generasi masa depan dalam kondisi pandemi.

Pendidikan merupakan hak warga negara dan sekaligus menjadi kebutuhan pokok masyarakat yang harus diperhatikan oleh negara terlebih dalam kondisi pandemik seperti sekarang ini.

Polemik yang terjadi di masyarakat ini menimbulkan kegalauan di kalangan orangtua dan guru. Ditambah lagi dengan murid yang harus dibebankan memiliki smartphone; padahal tidak semua murid memiliki serta kouta yang terbilang tidak murah. Masalah jaringan yang tidak bisa dikompromikan semakin melengkapi kesulitan proses belajar daring di tengah pandemi ini.

Belajar dengan model daring ini membutuhkan dukungan dari semua pihak terutama negara. Artinya negara bukan hanya memberikan dan menetapkan kebijakan sebuah proses pembelajaran tetapi juga harus menyediakan fasilitas internet dan pendukung lain yang memperlancar proses implementasi pembelajaran tersebut baik di kota maupun daerah yang masih pelosok dam terkendala oleh fasilitas jaringan. Megara berkewajiban dalam hal ini sebagaimana yang dimanatkan oleh Undang-Undang.

Inilah polemik yang terjadi di kalangan orang tua yang dapat ĺmenghambat dunia pendidikan anak-anak karena tidak didukung sarana dan prasarana yang menunjang berlangsungnya proses belajar mengajar secara daring.

Negara dalam hal ini sejatinya berperan secara total sehingga kebutuhan-kebutuhan terhadap fasilitas internet di daerah pelosok maupun kota dapat terpenuhi secara maksimal. Kebijakan harus berjalan pararel dengan langkah nyata terkait penyediaan fasilitas, sarana dan prasarana.

Sungguh ironis dan membuat hati miris bahkan tangis yang begitu dramatis melihat ruwetnya persoalan pendidikan di dalam sistem sekuler ini.

Realita yang ditemukan di lapangan, ternyata persoalan dan kendala koneksitas internet terjadi juga di kota.

Betapa berat beban untuk bisa mengikuti proses belajar daring ini. Ibu rumah tangga harus mengumpulkan uang receh demi membeli pulsa bahkan ada seorang bapak yang mencuri HP demi memperjuangkan sang anak yang tidak bisa mengikuti belajar daring.

Oleh karena itu saat pandemi ini landasan dan arah tujuan pendidikan harus dikuatkan lagi sebagaimana tujuan pendidikan nasional.

Tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang digariskan Undang-Undang adalah menguatkan karakter ketaqwaan kepada Allah dan kepribadian yang mencintai bangsa dan Negara.

Islam memandang betapa pentingnya ilmu dan mewajibkan setiap individu untuk menuntut ilmu. Maka rakyat harus terdidik dengan ilmu tersebut. Allah SWT berfirman,
… يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“… niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (TQS Al-Mujadalah [58]: 11).

Menuntut ilmu dalam Islam, baik agama dan atau ilmu terapan seperti sains dan teknologi adalah sebuah keharusan.

Islam juga memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan sehingga negara berkewajiban memberikan jaminan penyediaan sarana dan prasarana yang berkualitas demi mendukung berlangsungnya pembelajaran.

Design kurikulum penddidikan dilandasi oleh hukum Islam untuk membangun karakter an kepribadian Islam kepada generasi muslim sehingga lahir generasi khairu Ummah yang menguasai segala bidang.

Fakta dan sejarah telah membuktikan, bahwa kualitas output pendidikan yang dihasilkan oleh Islam mendapat pengakuan dunia. Islam menyediakan infastruktur pendidikan kelas satu untuk seluruh rakyatnya. Mulai dari sekolah, kampus, perpustakaan, laboratorium, tenaga pengajar hingga biaya pendidikan.

KH. Hafidz Abdurrahman menuliskan bahwa pada zaman Abbasiyah, Al Kuttab (sekolah dasar) banyak didirikan oleh Khilafah, menyatu dengan masjid. Di sana juga dibangun perpustakaan.

Perguruan tinggi pertama pada zaman itu adalah Bait Al Hikmah, yang didirikan oleh al Mamun (830 M) di Baghdad. Selain berfungsi sebagai pusat terjemah, juga digunakan sebagai pusat akademis, perpustakaan umum dan observatorium (Philip K Hitti, History of the Arabs, 514-515).

Setelah itu akademis pendidikan di era Khulafaaurrasyidiin juga berhasil melahirkan para pakar di bidang kedokteran seperti Ali At Thabari, Ar Razi, Al Majusi dan Ibn Sina; di bidang kimia Jabir bin Hayyan; astronomi dan matematika, Mathar, Hunain bin Ishaq, Tsabit bin Qurrah dll; geografi seperti Yaqut al Hamawi dan Al Khuwarizmi; historiografi, seperti Hisyam Al Kalbi dll. Mereka merupakan produk akademi pendidikan era Islam berjaya”. (voa-islam.com).

Hal ini diberikan secara cuma-cuma baik muslim maupun non muslim, laki-laki atau perempuan untuk seluruh rakyatnya.

Semua hal itu mampu memberikan pendidikan berkelas atau dengan kualitas tinggi namun murah dan gratis karena biaya seluruhnya ditanggung penuh oleh negara.

Dalam hal ini, Nabi Muhammad mengingatkan bahwa Imam itu adalah pemimpin dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. (HR. Al Bukhari).

Maka pemimpin dalam sebuah negara bertanggung jawab penuh mengurusi rakyatnya dengan segera dan sigap dalam kondisi normal maupun tidak.

Negara sejatinya menjamin fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang cukup seperti gedung-gedung, laboratorium, alat-alat canggih serta layanan jaringan yang mampu mendukung revolusi industri 4.0, menyediaan wifi secara gratis dan jugs balai-balai penelitian.

Kemudian negara juga menjamin gaji para pengajar serta instansi pendidikan dengan upah yang pantas sebagaimana Khalifah Umar bin Khatab ra yang pernah menggaji guru di Madinah sebesar 15 dinar setiap bulan yang diambil dari Baitul Mal.

Anggaran pendidikan dalam Islam diperoleh dari Baitul Mal, yaitu berupa harta milik umat sehingga pengelolaannya juga untuk kemaslahatan umat. Sumber Baitul Mal yaitu (1) pos fai dan kharaj, jizyah dan dhariba (pajak). (2) pos kepemilikan umum seperti tambang, minyak, gas hutan, laut.

Inilah peran dan fungsi sebuah Negara akan berusaha maksimal demi keberlangsungan proses pendidikan dengan layanan terbaik, baik dalam kondisi pandemik ataupun normal.

Bahkan negara memberi pelayanan secara sungguh-sungguh berupa fasilitas yang memadai. Sistem pendidikan Islam tidak akan berlangsung tanpa implementasi sistem Islam secara kaffah. WalLah a’lam bi ash-shawab. GF/RIN

*Penulis Adalah Alumni UMSU Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini