OPINI | POLITIK
“Hal ini membeberkan kondisi riil yang dialami orang-orang yang bersinggungan secara langsung di dalam pemerintahan yang mengakui jika pemerintahan dalam kondisi yang berat,”
Oleh : Puput Hariyani, S.Si
KABAR mencengangkan datang dari ekonom senior Universitas Indonesia, Faisal Basri yang menyoroti konflik kepentingan di tubuh pemerintahan saat ini.
Menurutnya, situasi saat ini sudah kritis dan sangat mengkhawatirkan dengan beragam kebijakan yang semakin dominan menguntungkan kepentingan oligarki dan mengorbankan kemaslahatan publik.
Seperti dilansir tempo.co, dalam sebuah webinar, Sabtu, 29 Januari 2022, Faisal Basri menguraikan kondisi terkini tentang pemerintahan oligarki yang dinilainya mirip dengan koalisi jahat, ketika koalisi jahat itu tidak langgeng mereka akan saling buka-bukaan karena pembagiannya tidak merata, bahkan ia menyebut teman-teman KPK mengerti yang biasanya enggak dapat melapor.
“Saya prediksi sih enggak sampai 2024 secara moral pemerintahan ini sudah ambruk karena mayoritas elite-nya sudah tidak bisa ditutup-tutupi lagi, melakukan skandal dan skandalnya semakin besar,” ujar Faisal.
Lebih jauh beliau mengungkap kekuatan negara dan korporasi di Indonesia sudah menyatu. Sehingga, negara berpotensi menjadi despotic leviathan, yaitu raksasa lalim yang memiliki kekuatan luar biasa.
Sementara Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Faldo Maldini mengklaim bahwa negara selama ini tak pernah menutup mata soal skandal para elite di negeri ini. Meski demikian, ia tidak mengelak bahwa pemerintah masih berada di jalan yang baik meski dalam kondisi berat (CNN Indonesia).
Hal ini membeberkan kondisi riil yang dialami orang-orang yang bersinggungan secara langsung di dalam pemerintahan yang mengakui jika pemerintahan dalam kondisi yang berat. Begitupun kritik yang dilontarkan Faisal Basri juga memiliki argumentasi sehingga muncul kesimpulan sebagaimana diungkapkan.
Kritik yang disampaikan tentu tidak hanya berfokus pada moral penguasa.
Namun lebih jauh dari itu, mengkonfirmasi adanya ketidakberesan tata aturan sehingga melahirkan banyak pejabat yang minim moralitas dan cacat kepribadian. Sekaligus ada indikasi kuat akan rusaknya sistem yang dijadikan rujukan kebijakan.
Realitas ini semestinya mengantarkan kesadaran seluruh warga negara khususnya kaum muslim bahwa kerusakan yang timbul itu adalah cacat bawaan dari sistem yang hari ini diterapkan yakni sistem sekuler demokrasi liberal.
Sistem yang dikenal dengan pemisahan antara pengaturan negara dengan agama ini memang sejak awal kemunculannya rentan dengan konflik. Isi kepala yang berbeda jika dibiarkan mengusulkan pengaturan telah secara nyata berefek pada kerusakan.
Sistem ini pula yang memposisikan Tuhan layak disembah, namun aturannya dianggap sampah. Padahal satu-satunya Dzat yang layak membuat hukum adalah Allah SWT. … Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah … (TQS
Yusuf: 40)
Semestinya tiada pilihan lain bagi seorang muslim sebagai bentuk ketundukan totalitas kecuali berpulang kepada syari’at secara menyeluruh.
Mengakhiri pengaturan yang bersumber dari sistem sukuler demokrasi dan mengambil alternatif solusi yang ditawarkan oleh Islam yang telah dibuktikan selama kurun waktu tak kurang dari 13 abad memimpin dunia dengan keteraturan yang dirasakan oleh seluruh penduduk bumi bahkan menginspirasi banyak negeri. Wallahu’alam bi ash-showab. [*RIN/GF)]
*Penulis Adalah Pendidik Generasi, Tim KCII