OPINI
“Islam mengatur seluruh aspek kehidupan, mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali, termasuk dalam urusan bermasyarakat dan bernegara. Islam bukan sekadar agama peribadatan, melainkan sebuah ideologi yang menyeluruh,”
Oleh : Syiria Sholikhah
MODERASI beragama semakin sering digaungkan. Pertanyaannya, masih adakah yang belum memahaminya? Secara sederhana, moderasi beragama diartikan sebagai beragama yang tidak berlebihan—sedang-sedang saja, atau biasa-biasa saja—dalam memegang prinsip-prinsip agama.
Tentu, dalam beragama memang tidak boleh berlebihan, tetapi juga tidak boleh kekurangan. Beragama harus sesuai dengan ajaran syariat yang telah ditetapkan.
Ber-Islam secara moderat berarti tidak menambah atau mengurangi ajaran yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dan diterapkan oleh para sahabat. Misalnya, dalam shalat subuh yang seharusnya dua rakaat, jika ditambah menjadi lima rakaat sesuai keinginan pribadi, itu namanya berlebihan.
Contoh lain adalah tradisi “sedekah laut”, yang dianggap berlebihan karena Islam hanya mengajarkan sedekah secara umum, tanpa tambahan unsur ritual yang tidak diajarkan oleh Nabi.
Sebaliknya, mengurangi ajaran agama juga merupakan penyimpangan. Misalnya, jika ada anggapan bahwa Islam hanya boleh diterapkan di masjid sebagai ibadah ritual, sedangkan dalam kehidupan sehari-hari tidak perlu mengikuti syariat, ini jelas keliru. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan, mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali, termasuk dalam urusan bermasyarakat dan bernegara. Islam bukan sekadar agama peribadatan, melainkan sebuah ideologi yang menyeluruh.
Lalu, mengapa moderasi beragama menjadi program pemerintah? Hal ini karena dengan moderasi, umat Islam diharapkan lebih mudah membaur dan menerima ajaran di luar Islam. Islam seolah didorong untuk hanya menjadi agama ritual, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji, tanpa melibatkan syariat dalam aspek lainnya, seperti berniaga, bersosialisasi, atau bernegara. Moderasi beragama ini justru menjauhkan umat Islam dari agamanya sendiri dan membuat umat alergi dengan syariat Islam.
Pihak yang menganut demokrasi sekuler tidak rela jika umat menyadari bahwa Islam adalah agama yang kaffah (menyeluruh). Mereka menginginkan umat Islam tetap terjebak dalam sekularisme, di mana agama dipisahkan dari kehidupan. Moderasi beragama ini diperkenalkan kepada pelajar untuk menjauhkan mereka dari penerapan syariat dalam kehidupan sehari-hari.
Apakah moderasi beragama benar-benar solusi untuk perbaikan generasi? Justru sebaliknya. Moderasi beragama menjadi jalan menuju dekadensi moral. Generasi muda dikenalkan dengan sekularisme dan pluralisme, yang pada akhirnya menjauhkan mereka dari ajaran Islam. Sekularisme memisahkan agama dari kehidupan, dan ini menjadi sumber banyak masalah, seperti kebebasan yang tidak terkendali. Pluralisme, di sisi lain, menganggap semua agama sama, padahal Islam adalah agama yang disempurnakan oleh Nabi Muhammad SAW.
Hak Asasi Manusia (HAM) sering kali dipakai untuk mendukung moderasi beragama. Namun, konsep HAM ini sendiri sering kali tidak berlaku adil bagi umat Islam. Misalnya, di negara yang katanya paling menegakkan HAM, justru ada larangan berhijab bagi muslimah. Bukankah menjalankan syariat agama juga bagian dari HAM? Ironisnya, HAM yang seharusnya melindungi kebebasan beragama malah membatasi hak muslimah untuk menjalankan syariat.
Liberalisme juga merusak praktik beragama. Banyak yang hanya mengambil hukum syariat yang mereka anggap cocok dan meninggalkan yang dianggap sulit, seperti riba. Hal ini jelas menunjukkan bahwa Islam dipraktikkan secara parsial, tidak menyeluruh. Padahal, beriman kepada Islam berarti siap menjalankan segala konsekuensi, termasuk menjauhi yang dilarang dan mengerjakan yang diperintahkan.
Moderasi beragama tidak akan memperbaiki moral remaja, yang justru semakin rusak karena menjauh dari agamanya. Seharusnya, para remaja dikenalkan dengan agama yang benar, yang menanamkan rasa takut kepada Allah atas segala dosa. Sistem pendidikan yang benar-benar menanamkan iman dan takwa hanya akan terwujud dalam sistem yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh.
Sebagian orang menganggap bahwa tanpa moderasi beragama, tidak ada toleransi. Ini pandangan yang keliru. Islam telah mengajarkan toleransi sejak awal, sebagaimana firman Allah, “Untukmu agamamu dan untukku agamaku.” Toleransi dalam Islam berarti tidak mencampuri keyakinan agama lain, namun tetap berpegang teguh pada ajaran Islam secara kaffah. Islam tidak membutuhkan moderasi; Islam harus dipraktikkan secara menyeluruh, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 208: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”. (**)