Benny Tjokro : “Saya Dijadikan Kambing Hitam Oleh Kekuatan Besar”

0
364
Direktur Utama PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro atau Benny Tjokro
“Kalau ada pengendali perusahaan ditetapkan sebagai tersangka, sedangkan yang lain tidak, tentunya ini patut dipertanyakan,”

Jakarta | Lapan6Online : Permasalah kasus Jiwasraya saat ini sedang bergulir di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dimana kasus ini membuat banyak orang menjadi bingung.

Dalam sidang perdana Rabu (03/06/2020) lalu, salah satu tersangka Direktur Utama PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro atau Benny Tjokro (BT) yang selalu dinyatakan melakukan tindak pidana kejahatan pencucian uang (TPPU) atas kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (AJS) sehingga merugikan negara Rp16,8 triliun.

Dalam perkara Jiwasraya, Kejaksaan Agung juga telah menetapkan lima tersangka lain, yakni Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, dan mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya, Hendrisman Rahim.

Selain itu ada mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya, Hary Prasetyo dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya, Syahmirwan dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.

Dalam sebuah surat pernyataan yang diterima otonominews dan koranpagionline.com Ahad (07/06/2020) malam terungkap bahwa BT hanya dijadikan kambing hitam oleh kekuatan besar. Dalam suratnya BT mempertanyakan apakah benar demikian seorang BT melakukan kejahatan tersebut ?

Berikut penjelasan BT atas beberapa pernyataan dan tanggapan yang selalu menyudutkannya dalam permasalahan ini agar bisa dinilai apakah benar BT / PT. Hanson melakukan hal tersebut ?

BT menulis ada satu point penting yang selalu Jaksa getol menyerang yaitu BT/PT. Hanson menggoreng saham milik Jiwasraya yang berjumlah 124 jenis saham. Dari sini muncul pertanyaan apakah semudah dan segampang itu seorang BT/PT.

Hanson menggoreng saham Jiwasraya sebanyak 124 tersebut ?

“Tidak mungkin bisa 124 saham tersebut dapat digoreng dengan mudah oleh seorang BT? Mana transaksinya, siapa counterpart /lawan transaksi dan aliran dana? apakah BT mendapat bagian dari keuntungan menggoreng saham tersebut ?” demikian BT mempertanyakan hal tersebut.

Dijelaskan, prinsip cari untung di saham adalah beli murah jual mahal, dalam kasus Jiwasraya ini bagaimana mungkin BT mendapatkan keuntungan Triliunan Rupiah dari transaksi ini ? Sedangkan BT tidak pernah ikut dalam transaksi tersebut.

“Hal ini dapat dilihat dari bukti aliran dana yang ada dan juga bukti konfirmasi transaksi di bursa saham. Sebagai penjelasan tambahan yang perlu diketahui bahwa yang menggoreng saham tersebut bukan Group BT,” paparnya.

Untuk saham group BT yang terkait repo, lanjuthya, dinyatakan sudah lunas, terbukti dari transaksi BT/PT. Hanson untuk buyback dengan harga lebih tinggi dari waktu BT/PT. Hanson jual.

“Untuk saham group BT/PT. Hanson yang sekarang ada di reksadana-reksadana semua dipegang/dimiliki ribuan pemegang saham. Tidak mungkin digoreng karena begitu naik ada banyak saham (Triliunan nilainya) yang ikut jual. “Seorang BT tidak mungkin kuat untuk menaikan harga saham tersebut,” tegas BT.

“Lagipula BPK dan Kejagung sudah tahu saham -saham tersebut dibeli dari siapa, yang jelas bukan dari BT/PT. Hanson, ini diduga merupakan rekayasa Kejagung yang bisa dinilai sebagai berikut : Pertama, menutupi isi portofolio (saham aneh spt kode SIAP dan Bakrie group sehingga tidak di ekspose ),” katanya.

Kedua, lanjutnya, tidak berani merinci transaksi tiap saham, siapa pelakunya ? yang untung siapa ? Kapan terjadi transaksi jual – belinya ? Contohnya saham SIAP. “Nanti rekayasa jaksa akan dikupas,” tulisnya.

Ketiga, tuduhan rekayasa yang paling konyol: bukti bahwa BT / PT. Hanson mencuri duit Jiwasraya adalah karena BT/PT. Hanson assetnya banyak. “Kenapa tidak tunjuk Bill Gates saja sekalian sebagai pencurinya karena assetnya juga banyak ? Kalau jaksa menolak transaksi saham dirinci item by item (setiap saham ) berarti menutupi kebenaran (rekayasa)!” tukas BT.

Sebelumnya, BT melaporkan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Hexana Tri Sasongko ke Polda Metro Jaya.

Kuasa hukum BT, Muchtar Arifin, mengatakan pelaporan dilakukan karena kliennya tidak terima dengan ucapan yang disampaikan Hexana kepada Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR.

“Kami sudah melaporkan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko dan juga sekretaris perusahaan atas dugaan fitnah,” kata Muchtar di Papa Ron’s Senayan, Jakarta, Senin, (24/02/2020) lalu.

Muchtar menjelaskan BT yang sekarang berstatus tersangka kasus dugaan korupsi Jiwasraya itu mempermasalahkan keterangan Hexana di depan Panja DPR ihwal kerugian perusahaan pelat merah sebesar Rp 13 triliun semuanya merupakan saham dari proyek milik Benny Tjokro. “Ini kan fitnah yang luar biasa,” ujarnya.

Total kerugian sementara dari kasus Jiwasraya ini mencapai Rp 17 triliun.

Kejaksaan Agung sebelumnya telah meminta kepada Badan Pertanahan Negara (BPN) untuk memblokir 156 bidang tanah di Lebak dan Tangerang milik BT.

Dari perhitungan sementara, Kejagung menyatakan nilai aset yang disita dalam kasus Jiwasraya mencapai Rp 11 triliun. Kebanyakan aset tersebut merupakan milik BT.

Kejagung diminta mengedepankan asas disparitas dalam menyidik kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya. Artinya, penetapan tersangka harus sesuai porsinya.

“Kalau ada pengendali perusahaan ditetapkan sebagai tersangka, sedangkan yang lain tidak, tentunya ini patut dipertanyakan,” kata kuasa hukum BT, Bob Hasan di Jakarta, belum lama ini.

Dia menilai, BT seharusnya diperlakukan sama seperti pengendali emiten-emiten lain yang sahamnya dipegang Jiwasraya, baik langsung maupun tak langsung. Sebab, dia mengklaim BT tidak terlibat dalam kepemilikan saham Jiwasraya di PT Hanson International Tbk. (MYRX), perusahaan yang dikendalikan BT.

Menurutnya, skema investasi Jiwasraya diatur oleh pihak lain. Pihak inilah yang kemudian memutuskan membeli saham Hanson dan emiten-emiten lain, seperti PT Bakrieland Development Tbk. (ELTY), PT Himalaya Energi Perkasa Tbk. (HADE), dan PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk. (JGLE).

“Selain itu, porsi kepemilikan saham Jiwasraya di Hanson sangat rendah. Dalam dokumen rincian saham Jiwasraya, BUMN asuransi ini hanya memegang 2,13% saham Hanson. Jumlahnya mencapai 1,8 miliar saham Hanson dengan nilai pasar Rp92,3 miliar,” dia menegaskan.

Hal menarik tak ada kepemilikan saham langsung Jiwasraya di saham Hanson. Saham Hanson menjadi underlying reksadana yang dipegang Jiwasraya. Dalam setahun, saham MYRX turun 57%.

Kepemilikan saham terbesar Jiwasraya ternyata di saham PT Prima Cakrawala Abadi Tbk. (PCAR) dengan porsi 25,45%. Jumlahnya mencapai 296 juta saham senilai Rp73,6 miliar merujuk harga 10 Februari 2020.

Saham ini juga tak dibeli langsung, melainkan menjadi underlying reksadana pegangan Jiwasraya. Saham PCAR masih bisa diperdagangkan. Namun, per 12 Mei 2020, saham ini sudah ambles 94,9% dalam 12 bulan terakhir.

Peringkat kedua, ada saham PT Eureka Prima Jakarta Tbk. (LCGP) dengan kepemilikan 24,3%. Jumlahnya mencapai 1,3 miliar senilai Rp156 miliar merujuk harga terakhir Rp114. Saham LCGP telah lama disuspensi BEI.

Kemudian, ada saham PT SMR Utama Tbk. (SMRU) dengan kepemilikan 22,3%. Jumlah saham yang dipegang 2,7 miliar dengan harga pasar 10 Februari 2020 Rp139 miliar. Saham SMRU sudah lama “nyender” di Rp 50 dan turun 73% dalam 12 bulan terakhir.

Selanjutnya, ada saham PT Inti Agri Resources Tbk. (IIKP) yang mengambil porsi 19,8%. Jumlahnya mencapai 6,6 miliar dengan harga pasar Rp332 miliar. Saham ini kini di level Rp 50 dan turun 36,7% dalam setahun. “Jiwasraya juga banyak memegang saham JGLE yang dikendalikan Gr,” ungkap Bob Hasan.

Tak hanya itu, BT juga menggugat sejumlah pihak dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kejaksaan Agung. Gugatan didaftarkan Direktur Utama PT Hanson International Tbk tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Kamis (09/04/2020), dengan nomor perkara 199/Pdt.G/2020/PN Jkt.Pst.

Tiga pihak yang digugat yaitu auditor utama investigasi BPK I Nyoman Wara (tergugat I), BPK (tergugat II), dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Ali Mukartono (tergugat III). Dalam petitumnya, pihak BT menilai para tergugat telah lalai dalam menjalankan tugasnya.

“Menyatakan secara hukum bahwa tergugat I, tergugat II dan tergugat III lalai dalam menjalankan tugas dan kewenangannya sehingga secara sah telah melakukan perbuatan melawan hukum (Onrechtmatige Daad) terhadap penggugat,” seperti dikutip dari situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, Selasa (14/04/2020). Otn/kop/Mas Te

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini