OPINI
“Dalam proses penggeledahan, penyidik menemukan 30 kamar terisi dengan anak-anak di bawah umur dan korban ada 15 orang. Semuanya anak di bawah umur,”
Oleh : Anindita Ekaning Saputri
MARAKNYA praktik prostitusi online di negeri ini semakin meresahkan, terlebih sudah banyak sekali menjerat anak-anak di bawah umur. Semestinya mereka fokus pada kewajibannya menuntut ilmu bukan justru terjerat pada hal yang tidak seharusnya.
Bisa dilihat pada salah satu kasus yang marak akhir-akhir ini yang menjerat artis ternama yakni Cynthiara Alona. Polisi menetapkan Cynthiara Alona sebagai tersangka dalam kasus prostitusi online yang menjadikan anak di bawah umur sebagai korban.
Pihak kepolisian juga menjelaskan dalam perkara ini tersangka terlibat bisnis prostitusi ini dibantu dengan dua tersangka lainnya yang berinisial DA sebagai mucikari dan AA sebagai pengelola hotel, sementara bisnis ini berjalan di hotel milik tersangka Alona.
Dilansir dalam CNN Indonesia, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan bahwa ketiganya sudah diinterogasi, sudah diperiksa dan akan dilakukan penahanan.
Alona menjadi tersangka karena membiarkan hotelnya menjadi tempat prostitusi online, dengan alasan menutupi operasional hotel dan bisnis.
Dalam proses penggeledahan, penyidik menemukan 30 kamar terisi dengan anak-anak di bawah umur dan korban ada 15 orang. Semuanya anak di bawah umur, rata-rata usia 14 sampai dengan 16 tahun.
Saat ini, belasan anak yang menjadi korban prostitusi online itu dititipkan pada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK,red) Handayani di bawah naungan Kementerian Sosial.
Belasan anak-anak di bawah umur itu mulanya dijanjikan pekerjaan oleh para tersangka, lalu mereka ‘dijajakan’ kepada pria hidung belang melalui aplikasi Michat dengan tarif dipatok mulai dari Rp400 ribu sampai dengan Rp1 juta.
Sungguh sangat miris, bahkan hotel tersebut mulai beroperasi sejak 2018 dan sudah hampir 2 tahun. Masyarakat mengaku menyimpan amarah dan keresahan terhadap hotel yang digunakan untuk praktik prostitusi online yang melibatkan anak-anak perempuan di bawah umur itu.
Prostitusi anak ini bukanlah pertama dalam sejarah negeri ini, namun terbongkarnya kembali prostitusi yang melibatkan artis dan anak-anak ini, tanda prostitusi anak semakin marak dan belum menemukan solusi tuntas.
Kemarahan dan penolakan warga agar negeri ini terbebas dari zina tidak bisa menghentikan praktik kemaksiatan ini. Sesungguhnya Islam telah memberikan solusi tuntas terhadap masalah ini dengan penerapan aturan Islam yang integral dan komprehensif dengan pilar pelaksaannya adalah negara, masyarakat dan individu/keluarga. Negara memiliki beban sebagai pengayom, pelindung dan benteng bagi keselamatan terhadap rakyatnya termasuk anak.
Mekanisme perlindungan untuk berantas prostitusi harus dilakukan dengan sistematis, yakni:
Pertama, menerapkan sistem ekonomi Islam, sebab kasus kekerasan anak terjadi karena fungsi ibu tidak berjalan karena tekanan ekonomi yang mengharuskan ibu bekerja di luar dan meninggalkan anak.
Oleh karena itu, Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan kerja yang cukup serta layak agar kepala keluarga dapat bekerja dan menafkahi keluarganya, sehingga tidak ada anak terlantar, krisis ekonomi dan ibu akan fokus pada fungsinya.
Kedua, adanya penerapan pendidikan Islam. Negara wajib menetapkan kurikulum berdasarkan akidah Islam yang nantinya akan melahirkan individu takwa. Sistem pendidikan Islam juga akan menghasilkan masyarakat yang senantiasa melaksanakan amar makruf nahi mungkar dan mengoreksi penguasa.
Ketiga, adanya penerapan sistem sosial. Negara wajib membangun sistem sosial yang menjamin interaksi antara laki-laki dan perempuan berlangsung sesuai syariat, di antaranya adalah perempuan diwajibkan untuk menutup aurat dan menjaga kesopanan, larangan berkhalwat, larangan memperlihatkan dan menyebarkan perkataan dan perilaku yang mengandung erotisme serta kekerasan yang mengandung pornografi dan pornoaksi yang mengundang gejolak naluri seksual.
Keempat, pengaturan media masa. Berita dan informasi yang disampaikan hanyalah konten yang membina ketakwaan dan menumbuhkan ketaatan. Sementara yang melemahkan keimanan dan segala sesuatu yang mendorong terjadinya pelanggaran hukum syara’ akan dilarang keras.
Kelima, penerapan sistem sanksi. Negara menjatuhkan hukuman tegas terhadap para pelaku kejahatan termasuk pelaku kekerasan dan penganiayaan anak sebab hukuman tegas akan membuat jera orang yang melakukan kemaksiatan dan mencegah orang lain untuk melakukannya.
Orang tua juga punya peran penting untuk mendidik dan menjaga anaknya dari ancaman kekerasan, kejahatan serta terjurumus dalam azab neraka. Salah satu materi yang harus diberikan orang tua pada anak terkait syariat Islam.
Pemahaman yang menyeluruh tentang hukum-hukum Islam menjadi benteng yang akan menjaga anak dari terjebak pada kondisi mengancam dirinya dan di saat yang sama masyarakat juga wajib melindungi anak-anak dari kekerasan, masyarakat wajib melakukan amal ma’ruf nahi munkar dan tidak akan membiarkan kemaksiatan terjadi di sekitar mereka, masyarakat juga bekewajiban mengontrol peran negara sebagai pelindung rakyat.
Namun, semestinya negaralah yang bertanggung jawab menghilangkan penyebab utama kerusakan yaitu penerapan sistem ekonomi kapitalis berikut sistem politiknya. Karena itu masyarakat juga wajib meminta negara untuk menerapkan Islam secara kaffah/menyeluruh bukan hanya dengan menutup tempat prostitusi. Ketika sistem Islam diterapkan maka Islam akan menjadi rahmat bagi semesta alam, anak-anak akan tumbuh dan berkembang dengan nyaman dan jauh dari bahaya yang mengancam. [*]
*Penulis Adalah Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka