Berburu Kursi Panas di Pilkada, Rakyat Diperdaya

0
37
Bella Lutfiyya/Foto : Ist.

OPINI | POLITIK

“Gembar-gembor kampanye dilakukan dengan berbagai cara. Banyak janji manis yang ditabur untuk menuai simpati rakyat. Kalangan artis digaet demi popularitas,”

Oleh: Bella Lutfiyya

SETENGAH tahun menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang akan dilaksanakan pada 27 November 2024 mendatang, sejumlah nama artis mulai muncul ke permukaan. Mereka tidak terang-terangan ingin mencalonkan kursi Bupati, namun lebih dibidik untuk posisi Wakil Bupati (rri.co.id, 10 Mei 2024).

Pilkada Jawa Barat (Jabar) menjadi sorotan penting dalam peta politik Indonesia mengingat posisinya sebagai salah satu provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Dengan berbagai dinamika politik dan kekayaan budaya yang dimilikinya, Pilkada Jabar menjadi ajang penting bagi partai politik untuk memperkuat posisi mereka dalam panggung politik nasional.

Mengingat Pilkada 2020 lalu, Dadang Supriatna melenggang mulus menjadi Bupati Bandung bersama wakilnya, Sahrul Gunawan. Akankah calon-calon gubernur lain ikut merangkul kalangan selebriti pada Pilkada tahun ini? Enam bulan lagi, suara rakyat diburu untuk memperebutkan kursi panas Pilkada. Yang terjadi, berburu kursi panas di Pilkada, rakyat diperdaya.

Gembar-gembor kampanye dilakukan dengan berbagai cara. Banyak janji manis yang ditabur untuk menuai simpati rakyat. Kalangan artis digaet demi popularitas. Padahal sejatinya, kontestasi ini bukanlah untuk kepentingan rakyat, namun demi kepentingan elit oligarki semata.

Inilah satu keniscayaan dalam sistem demokrasi yang memperalat kekuasaan menjadi sarana untuk meraih materi dan kedudukan/prestise. Program kerja yang diusung saat kampanye nyatanya hanya formalitas semata, tujuan sebenarnya adalah berburu kedudukan sebagai penguasa.

Orang kaya semakin kaya, orang miskin semakin miskin. Para penguasa naik jabatan, rakyat masih begini-gini saja. Saat janji-janji politik ditagih, banyak alasan yang terlontarkan, bahkan malah mengabaikan dan membungkam.

Padahal, dalam Islam, kekuasaan adalah amanah dan berkonsekuensi riayah (pemelihara rakyat) yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat nanti.

Oleh karenanya, menjadi pemimpin bukanlah hal yang mudah. Ada tanggung jawab berat yang diemban. Ada ratusan bahkan ribuan orang yang bertopang, berharap mendapat kesejahteraan. Saat memutuskan untuk menjadi pemimpin, tentunya hal tersebut sudah terpikirkan. Bukan hanya program yang berupa khayalan semata, tapi sanggupkah untuk merealisasikannya?

Berkaca pada kisah kepemimpinan Umar bin Khattab, sosok yang tegas dan ditakuti. Beliau adalah sosok yang sangat adil. Sebagaimana yang sering dikatakannya, “Jika seekor unta terpeleset di Iraq maka aku akan bertanggung jawab di hadapan Allah atas kecelakaan itu.”

Artinya, ia merasa bertanggung jawab atas semua kesalahan yang terjadi saat kepemimpinannya. Umar bin Khattab juga sering berjalan-jalan di tengah masyarakatnya di malam hari untuk memastikan bahwa rakyatnya aman. Ia pun sanggup memotong gaji seorang gubernur karena tidak menangani keluhan rakyat dengan adil.

Pemilihan kepala daerah dalam Islam sangat sederhana, cepat, murah, efektif, dan efisien, Pemilihan kepala daerah (wali atau amil) dipilih langsung oleh Khalifah. Mereka adalah perpanjangan tangan Khalifah dalam meriayah rakyat, bukan penguasa tunggal daerah.

Tegaknya kekuasaan, tidak ada kepentingan lain selain dengan menerapkan hukum syara yang berasal dari sumber-sumber bersifat baqa, tegas, dan adil, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Keduanya berasal dari Allah SWT sebagai hakim tertinggi.

“Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah senda gurau dan permainan. Sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya seandainya mereka mengetahui” (QS l-Ankabut: 64).

Wahai penguasa, kamu mungkin menikmati kedudukanmu yang tinggi di kursi pemerintahan. Kamu mungkin senang dengan gelimpangan harta yang didapatkan. Kamu enggan menoleh, bahkan menutup mata dan telinga terhadap keluhan rakyat yang kamu pimpin. Kamu perdaya rakyat, hanya untuk kepentingan pribadi semata. Tapi, ingatlah tanggung jawab yang kamu emban, akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat nanti. [**]

*Penulis Adalah Aktivis Muslimah