OPINI
“Negara G7 membuat pertemuan sebagai showporce dan bisa dianggap sebagai pertemuan bersejarah karena dianggap menjadi simbol aliansi dan kemitraan dengan kawasan Indo-Pasifik sehingga berharap mampu mengatasi tantangan global seperti perubahan iklim, Covid-19, pelanggaran hak asasi manusia dan masyarakat terbuka,”
Oleh : Aktif Suhartini, S.Pd.I.,
SUDAH sepantasnya di dunia ini memiliki satu pemerintahan yang akan menjadi satu-satunya komando. Saat ini kita diatur oleh negara-negara yang menyatakan kelompoknya sebagai polisi dunia yakni Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) yang tugasnya mengatur regulasi pemerintahan semua negara yang ada di dunia ini.
Namun sangat disayangkan, PBB yang diharapkan bisa membantu sebagai moderator atau pengambil kebijaksanaan bila ada perselisihan dalam suatu negara atau antar negara ternyata tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Seperti yang terjadi di Palestina yang selalu dijajah oleh Israel mulai 1948 hingga saat ini tidak pernah dapat terselesaikan.
Sungguh kebijakan atau keputusan yang konkret tidak pernah dimunculkan, walaupun dengan jelas dan terang-terangan Israel membombardir dan menghancurkan Palestina yang notabene ingin dikuasainya. Sudah tidak ada lagi keraguan zalimnya Israel yang diaamiini semua negara, tapi PBB hanya mengecam tanpa aksi yang nyata. Sungguh terlalu.
Banyak sudah negara yang sudah mulai tidak mempercayai dan mempedulikan keberadaan PBB. Hingga muncul negara-negara G7 yang terdiri dari Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang dan Amerika Serikat, yang merupakan negara superpower yang ada di dunia ini.
Negara G7 membuat pertemuan sebagai showporce dan bisa dianggap sebagai pertemuan bersejarah karena dianggap menjadi simbol aliansi dan kemitraan dengan kawasan Indo-Pasifik sehingga berharap mampu mengatasi tantangan global seperti perubahan iklim, Covid-19, pelanggaran hak asasi manusia dan masyarakat terbuka, ketidaksetaraan gender dan kerawanan pangan. Mereka menganggap semua ini adalah hal yang mungkin untuk dilakukan. Semangat abizz…
Harapan terbesar berkumpul bersama negara G7 beserta negara undangan yakni Australia, India, Korea, Afrika Selatan dan Ketua ASEAN dapat menyelesaikan semua permasalahan yang ada, baik permasalahan di dalam negeri atau pun permasalahan antar negara. Masalah yang dibahas termasuk hubungan dengan Rusia, Cina dan Iran, serta krisis di Myanmar, kekerasan di Ethiopia dan perang yang masih terus berlangsung di Suriah.
Namun, faktanya dengan berkumpul bersama negara G7 beserta negara ASEAN menjelaskan bahwa ini adalah penyerahan diri ASEAN terhadap kepentingan negara kapitalis Barat yang akan menghancurkan peradaban dunia. Bukan kemaslahatan yang akan didapat, tapi hegemoni kapitalis yang makin menguat karena semua aturan yang dibuat hanyalah untuk kemashlahatan mereka.
Yakinlah tidak ada hukum yang dibuat oleh manusia bisa memberikan keadilan untuk keseluruhan tanpa adanya kepentingan golongan atau pun partai. Siapa yang berkuasa dialah penguasa yang sesungguhnya.
Kita bisa lihat, dalam pertemuan pertama kalinya Menteri Luar Negeri dan Pembangunan G7 membahas masalah yang mengancam demokrasi, kebebasan dan hak asasi manusia. Negara-negara tersebut berkumpul di London selama 3 hari mulai 3-5 Mei 2021.
Dalam pertemuan dibahas perlunya tindakan tegas terhadap permasalahan global paling kritis yang mengancam dan merusak demokrasi, kebebasan dan hak asasi manusia (HAM). Entah Demokrasi seperti apa yang dianut, dari rakyat untuk rakyat. Tapi rakyat yang mana? Atau menjungjung tinggi kebebasan dan HAM sehingga kebablasan menerobos bahkan menghilangkan norma agama. [*]
*Penulis Adalah : Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok