NUSANTARA
“Penyebaran video tersebut berbahaya apalagi jika jatuh ke tangan anak-anak. Risiko jangka panjang mengintai orang yang kecanduan pornografi karena dapat merusak sistem saraf otak, juga merangsang tubuh, fisik dan emosi yang diikuti perilaku seksual,”
Lapan6Online | Jakarta : Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA,red) menyoroti kasus enam pelajar SMP di Buleleng Bali yang viral, karena mereka membuat konten pornografi.
Menteri PPPA, Bintang Puspayoga mengatakan, pihakya mendorong penanganan kasus tersebut segera dituntasksan secara hukum dan diberikan pendampingan rehabitiltasi.
Penyelesaian perkara ini diharapkan dapat dituntaskan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Selain itu, kepada para terduga pelaku, Bintang juga meminta dapat diberikan rehabilitasi sebagai upaya pemulihan atas perilaku salah mereka, sesuai dengan Sistem Peradilan Pidana Anak.
“Saya berharap kasus ini ditangani tuntas secara hukum dan juga diberikan pendampingan rehabilitasi. Jangan biarkan anak-anak ini terjebak dalam perilaku yang salah dan membahayakan masa depannya. Diperlukan rehabilitasi fisik, spiritual, mental, moral dan sosial untuk pemulihan anak-anak tersebut,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga melalui siaran pers, di Jakarta, pada Jumat (24/12/2021) kemarin.
Ia pun mendesak penyebaran video porno lewat media apapun itu, dihentikan. Ia khawatir bila video tersebut jatuh ke tangan anak-anak.
“Penyebaran video tersebut berbahaya apalagi jika jatuh ke tangan anak-anak. Risiko jangka panjang mengintai orang yang kecanduan pornografi karena dapat merusak sistem saraf otak, juga merangsang tubuh, fisik dan emosi yang diikuti perilaku seksual. Anak-anak berisiko menjadi pelaku pornografi hingga terjebak dalam dunia prostitusi, baik sebagai pelaku, korban ataupun saksi,” papar Bintang.
Ia menjelaskan, saat ini Kemen PPPA telah menurunkan tim Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 ke Buleleng, Bali untuk mengidentifikasi kasus tersebut dan memastikan semua pihak melakukan perannya dalam memberikan penanganan dan pendampingan terhadap anak secara komprehensif.
Sekedar diketahui, berdasarkan hasil pemeriksaan Unit PPA Satreskrim Polres Buleleng, diketahui pelaku sering menonton video porno di handphone. Kasus ini melibatkan tujuh anak berhadapan dengan hukum, yakni enam laki-laki dan satu perempuan.
Bintang menjelaskan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, pada proses penyelesaian perkara, Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) perlu diupayakan untuk Diversi. Hal ini tidak dimaksudkan untuk membenarkan perbuatan pelaku, tetapi untuk memperbaiki perilakunya.
Pada proses Diversi perlu keterlibatan 3 (tiga) pihak, di antaranya penyidik, pekerja sosial dan Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan (PK Bapas).
Menteri Bintang menambahkan bahwa selain pendampingan, pemda juga perlu memastikan ABH mendapatkan pengasuhan yang layak.
Pada kasus ini, ada indikasi masih perlunya peningkatan pengetahuan dan kemampuan orang tua dalam mengasuh, menuntun, membimbing, membesarkan dan melindungi anak-anaknya.
“Ada dua alternatif yang bisa dilakukan sebagai upaya pemulihan, pertama pemda memastikan adanya pendampingan dan penguatan kapasitas bagi para orang tua ABH atau menyediakan pengasuhan alternatif secara perorangan (orang tua asuh), atau ditempatkan sementara pada lembaga rehabilitasi sebagai bagian dari proses pemulihan,” kata Menteri. (*Otn/Kop/Mas Te/Lpn6)