BPJS Naik di Saat Pandemi, Rezim Tak Punya Hati

0
175
Delila Fauziyyah Septarini/Foto :Istimewa
“BPJS naik di saat pandemi, rezim tak punya hati. Segala permasalahan yang terjadi saat ini, tidak lain dan tidak bukan dikarenakan pemerintahan yang bersistem kapitalis. Semua yang dilakukan hanya berorientasi kepada keuntungan untuk beberapa pihak,”

Oleh: Delila Fauziyyah Septarini

Jakarta | Lapan6Online : Pandemi Covid-19 yang menimpa hampir seluruh negara di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia, membuat sebagian besar orang dihadapkan dengan berbagai kesulitan termasuk dalam masalah perekonomian dan kesehatan. Semua bisnis dan usaha di berbagai sektor mengalami banyak kerugian dan berakibat omset pemasukan menurun drastis. Hal ini berimbas langsung pada karyawan dan pegawai kecil yang harus menerima putusan terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) secara terpaksa karena perusahaan tempat mereka bekerja sudah tidak sanggup memberikan upah/gaji untuk karyawan-karyawannya.

Akibat dari keputusan tersebut banyak masyarakat yang harus menghadapi kesulitan hidup, terutama dalam hal memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari.

Belum selesai mencari solusi dari permasalahan tersebut, masyarakat kembali dihadapkan fakta bahwa pemerintah pusat mengeluarkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebanyak hampir 98% dari total normal yang biasa dibayarkan.

Keputusan pemerintah dinilai mengabaikan Mahkamah Agung (MA) dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

“Sudah jatuh tertimpa tangga”, begitulah ibarat yang tepat untuk menggambarkan posisi dan kondisi masyarakat di tengah pandemi ini. Bukan solusi atau pun bantuan yang diberikan, masyarakat malah diberi beban berlapis yang harus dipikul dengan dipaksa bertahan di tengah kesulitan yang ada. Belum cukup dihadapkan kesulitan ekonomi, pemerintah seolah tutup mata atas kondisi yang menimpa rakyatnya. Bukan memberi fasilitas kesehatan yang baik dan lengkap, pemerintah dengan santainya menambah beban iuran BPJS yang hampir 2x lipat dari jumlah normal.

Maka, BPJS naik di saat pandemi, rezim tak punya hati. Segala permasalahan yang terjadi saat ini, tidak lain dan tidak bukan dikarenakan pemerintahan yang bersistem kapitalis. Semua yang dilakukan hanya berorientasi kepada keuntungan untuk beberapa pihak, sehingga rakyat dan masyarakat kecil yang menerima kesengsaraan di atas keuntungan mereka.

Jika kita telisik, ada berbagai fakta historis kebijakan di bidang kesehatan yang pernah dijalankan oleh pemerintahan Islam sejak masa Rasulullah SAW.

Pelayanan kesehatan gratis diberikan oleh negara (khilafah) yang dibiayai dari kas baitul mal. Adanya pelayanan kesehatan secara gratis, berkualitas dan diberikan kepada semua individu rakyat tanpa diskriminasi jelas merupakan prestasi yang mengagumkan.

Hal itu sudah dijalankan sejak masa Rasul SAW.

Pernah suatu ketika delapan orang dari Urainah datang ke Madinah menyatakan keislaman dan keimanan mereka. Lalu mereka menderita sakit gangguan limpa.

Rasulullah kemudian merintahkan mereka dirawat di tempat perawatan, yaitu kawasan penggembalaan ternak milik Baitul Mal di Dzi Jidr arah Quba’, tidak jauh dari unta-unta baitul mal yang digembalakan di sana. Mereka meminum susunya dan berada di tempat itu hingga sehat dan pulih.

Khalifah Umar bin al-Khaththab, menetapkan pembiayaan bagi para penderita lepra di Syam dari baitul mal. Para dokter dan perawat yang merawat mereka digaji dari baitul mal.

Tentang tugas penting dan mulia ini telah ditegaskan Rasulullah dalam tuturnya, yang dalam artinya beliau berkata: ”Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al-Bukhari).

Negara tidak luput melaksanakan tanggung jawabnya kepada orang-orang yang mempunyai kondisi sosial khusus, seperti yang tinggal di tempat-tempat yang belum mempunyai rumah sakit, para tahanan, orang cacat dan para musafir.

Untuk itu, negara mendirikan rumah sakit keliling tanpa mengurangi kualitas pelayanan. Ini seperti pada masa Sultan Mahmud (511-525 H). Rumah sakit keliling ini dilengkapi dengan alat-alat terapi kedokteran, dengan sejumlah dokter. Rumah sakit ini menelusuri pelosok-pelosok negara.

Dari manakah dana untuk menggratiskan layanan kesehatan di Khilafah Islam? Dalam Khilafah, kesehatan merupakan salah satu bidang di bawah divisi pelayanan masyarakat (Mashalih an-Nas). Pembiayaan rumah sakit seluruhnya ditanggung oleh negara.

Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa ada sinergi yang luar biasa oleh negara yang memfasilitasi manajemen kesehatan yang terpadu. Layanan kesehatan seperti ini hanya ada dalam Khilafah. Solusi Islam ini akan efektif mengatasi polemik BPJS Kesehatan.Di masa Khilafah, sehat tak lagi mahal. Wallahu a’lam bishshawab. ****

*Sumber : , Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini