“Menghapus kelaparan di Indonesia memerlukan peningkatan investasi di sektor pertanian dan pedesaan untuk memacu produktivitas, modernisasi sistem pangan dan meningkatkan efisiensi pasar pangan,”
Oleh : Ummu Dzakiyah SHI
Lapan6Online : Kaget, Takjub, dan penasaran berjubel dalam benak ketika mendapati berita cnn.com 29-11-2019 yang menyatakan Perum Bulog akan membuang 20 ribu ton cadangan beras pemerintah yang ada di gudang mereka. Nilai beras tersebut mencapai Rp160 miliar.
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh mengatakan pemusnahan dilakukan karena usia penyimpanan beras tersebut sudah melebihi 1 tahun. Data yang dimilikinya, saat ini cadangan beras di gudang Bulog mencapai 2,3 juta ton. jika kita baca hanya sampai sini maka kesimpulan kita Indonesia sudah makmur. sampai-sampai beras digudang tidak keluar sampai dinyatakan membusuk.
Di sisi lain pula, Impor pertanian Indonesia juga meningkat dalam empat tahun terakhir. Pada tahun 2014 total volume impor pangan Indonesia yang sebesar 19,4 juta ton meningkat menjadi 28,6 juta ton di tahun 2018, atau naik lebih dari 9 juta ton.detik.com.
Namun ironi sekali ternyata disisi lain International Food Policy Research Institute (IFPRI) mengungkapkan 22 juta penduduk Indonesia masih mengalami kelaparan kronis. Untuk terus menekan angka kelaparan, diperlukan peningkatan investasi di bidang ketahanan pangan.kumparan.com.
Menghapus kelaparan di Indonesia memerlukan peningkatan investasi di sektor pertanian dan pedesaan untuk memacu produktivitas, modernisasi sistem pangan dan meningkatkan efisiensi pasar pangan,” kata Ketua Tim Peneliti pada Laporan ADB tentang Peningkatan Investasi untuk Ketahanan Pangan, Mark W. Rosegrant, melalui pernyataan resmnyai, pada Rabu (6/11/2019).
Selain dari pernyataan peneliti bukti Kelaparan di kabupaten Maluku yang dialami oleh sekitar 170 warga komunitas adat terpencil dilaporkan terjadi sejak awal Juli lalu, tetapi baru diketahui oleh pemerintah setempat kira-kira dua minggu kemudian.
Agar tidak mati kelaparan, sebagian warga yang mendiami kawasan hutan di pegunungan di Kabupaten Maluku Tengah itu dilaporkan sempat mengganjal perutnya dengan makan dedaunan, karena ada 3 orang yang tidak bisa bertahan hidup hingga ahirnya meninggal dunia kata seorang pendeta.
“Mereka bertahan hidup dengan makan daun, rotan dan pohon nibong,” kata pimpinan Gereja Protestan Maluku (GPM) di Maneo, Kabupaten Maluku Tengah, Pendeta Hein Tualena, kepada BBC News Indonesia, Selasa (24/07), mengutip keterangan tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Maluku Tengah yang menemui warga di lokasi.
Kapitalisme Merugikan Rakyat
Sebuah fakta diatas sangat mengejutkan bahwa ketika sebagian penduduk dunia negeri kelaparanhingga menghembuskan nyawanya akibat kekurangan pangan,namun pemerintah justru akan membuang makanan atau berasnya 20 ribu ton. Inilah bukti bahwa sistem ini merugikan rakyat.
Problem Pangan
Masalah ketahanan pangan di Indonesia memiliki dua dimensi kepentingan, yakni bagaimana agar masyarakat dapat mengakses pangan dengan harga terjangkau dan di sisi lain bagaimana kesejahteraan petani dapat terlindungi. Hampir setiap tahun, kita disibukkan dengan pro-kontra impor bahan pangan,hutang luar negeri yang semakin menumpuk namun semua itu untuk siapa jika buktinya rakyat masih berjuta – juta yang menderita kelaparan?
Solusi Masalah Ketimpangan Pangan
Sebagai sebuah agama yang sempurna, Islam memiliki konsep dan visi dalam mewujudkan ketahanan pangan. Islam memandang pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib dipenuhi per individu. Seorang pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah kelak bila ada satu saja dari rakyatnya yang menderita kelaparan. Apalagi hingga hilangnya nyawa manusia.
Lantas, bagaimana kebijakan pangan Khilafah untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya? Jawabannya ada dalam politik pertanian Khilafah, yang diarahkan untuk peningkatan produksi pertanian dan kebijakan pendistribusian yang adil, sehingga kebutuhan pokok masyarakat pun terpenuhi.
Dari aspek manajemen rantai pasok pangan, kita dapat belajar dari Rasul saw yang pada saat itu sudah sangat konsen terhadap persoalan akurasi data produksi. Beliau mengangkat Hudzaifah ibn al-Yaman sebagai katib untuk mencatat hasil produksi Khaybar dan hasil produksi pertanian.
Sementara itu, kebijakan pengendalian harga dilakukan melalui mekanisme pasar dengan mengendalikan supply and demand bukan dengan kebijakan pematokan harga.
Praktek pengendalian suplai pernah dicontohkan oleh Umar bin al-Khaththab ra. Pada waktu tahun paceklik dan Hijaz dilanda kekeringan, Umar bin al-Khaththab ra menulis surat kepada walinya di Mesir Amru bin al–‘Ash tentang kondisi pangan di Madinah dan memerintahkannya untuk mengirimkan pasokan. Lalu Amru membalas surat tersebut, “saya akan mengirimkan unta-unta yang penuh muatan bahan makanan, yang “kepalanya” ada di hadapan Anda (di Madinah) dan dan ekornya masih di hadapan saya (Mesir) dan aku lagi mencari jalan untuk mengangkutnya dari laut”.
kesimpulanya jelas, krisis pangan yang terjadi saat ini bukan karena jumlah pangan tidak mencukupi kebutuhan rakyat (terbukti Bulog berasnya menumpukhingga basi), melainkan karena sistem distribusi yang buruk, akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme dan kurangnya (bahkan tidak adanya) tanggung jawab negara dalam sistem rusak seperti ini. Nah, belum saatnyakah bagi kita untuk kembali pada solusi yang paripurna, yaitu sistem khilafah Islam yang akan mensejahterakan rakyat, yang telah memberikan solusi dengan sistem syariahnya, untuk mengatasi masalah pangan sekaligus dapat memacu peningkatan produksi pertanian untuk mencapai kemandirian dan ketahanan pangan? Sistem ini bukan saja telah teruji, tapi juga terberkahi dunia-akhirat.
Maka belumkah saatnya kita meyakini, hanya dengan Daulah Khilafah Islamiyyah sajalah kesejahteraan rakyat akan terjamin?Wallahu ‘alam. GF