“Pemerintah dalam hal ini kementerian ESDM dan SKK Migas, seharusnya paham masalah ini. Harus tegas bersikap kepada Chevron yang masih bertanggung jawab atas Blok Rokan hingga 2021,”
Jakarta | Lapan6Online : Produksi Blok Rokan 2019 menurun drastis dibandingkan 2012. Di mana, produksi migas 2012 di Blok Rokan mencapai 338 ribu barrel per hari (bph). Sementara produksi 2019 susut tersisa 190 ribu bph.
Hal ini disebabkan karena investasi pengeboran sumur yg dilakukan pihak kontraktor, Chevron , menurun drastis. Pada 2012, dilakukan pengeboran di 615 sumur namun pada 2015, turun dan hanya ngebor di 200-an sumur. Sedangkan pada 2016, terdapat 110-an sumur baru, dan 2019 sama sekali tidak melakukan pengeboran sumur baru.
Dengan begitu, apabila 2020 tidak melakukan investasi pengeboran sumur, maka produksi diperkirakan turun menjadi 160 ribu bph. Dan, produksi 2021 (saat diserahkan ke Pertamina) diperkirakan tersisa 140 ribu bph. Alhasil, pendapatan negara bakal turun terus. Di lain sisi, kondisi ini akan meningkatkan impor BBM.
Pengamat energi, Sofyano Zakaria mengatakan, masalah Blok Rokan harus menjadi perhatian pemerintah. “Pemerintah dalam hal ini kementerian ESDM dan SKK Migas, seharusnya paham masalah ini. Harus tegas bersikap kepada Chevron yang masih bertanggung jawab atas Blok Rokan hingga 2021,” kata Sofyano, Jakarta, pada Sabtu (07/03/2020).
Sesuai regulasi khususnya menurut Permen ESDM Nomor 24 Tahun 2018 yang merupakan perubahan dari Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2017, dinyatakan bahwa kontraktor wajib melakukan investasi pada wilayah kerjanya dan menjaga kewajaran tingkat produksinya sampai dengan berakhirnya masa kontrak kerja, tambah Sofyano yang juga ketua Asosiasi Pengamat Energi Indonesia (APEI) itu.
“Selain itu, dinyatakan pula bahwa seluruh biaya Investasi akan diganti oleh Pemerintah (cost recovery). Jadi, sebetulnya tidak ada alasan bagi Chevron untuk tidak melakukan Investasi pengeboran karena kontrak kerja mereka masih berjalan sampai 8 Agustus 2021,” kata Sofyano yang juga Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) itu.
Sejak 1 Januari 2019, lanjutnya, Chevron tidak lagi melakukan investasi pengeboran sumur baru di Blok Rokan. Hal ini jelas-jelas melanggar aturan. Bisa disebut Chevron melakukan perbuatan yang berdampak kepada kerugian negara.
“Harusnya pemerintah lewat Kementerian ESDM dan SKK Migas segera bersikap dan bertindak,” lanjut Sofyano.
Kata dia, kontraktor seharusnya paham bahwa untuk mekanisme pengembalian biaya Investasi, diatur dalam Permen ESDM Nomor 47 Tahun 2017. Dan, untuk investasi di akhir masa kontrak yang akan diganti kontraktor baru, tetapi mengapa ini tidak dilakukan pada Blok Rokan. “Ada apa? Dan mengapa tak terdengar sikap tegas SKK Migas terkait hal ini,” tutup Sofyano. [ipe/inlh/red]
*Sumber : inilah.com