OPINI | POLITIK
“Karena yang ini mengapung, lalu berputar putar, kami menjadi curiga, kami mendekatinya dan mengetahui itu adalah kapal penjaga pantai Cina,”
Oleh : Alifvia An Nidzar
BEBERAPA waktu lalu beredar isu Cina mengklaim Kepulauan Natuna sebagai salah satu milik negaranya. Hal ini didasarkan pada letak geografis yang dinilai sesuai. Namun apa benar hal tersebut? Mari kita simak faktanya.
Dilansir dari bagikanberita.com, kapal patroli Cina tak segan menerobos batas teritorial negara Indonesia yakni zona ekonomi eksklusif (ZEE) atau disebut Laut Natuna pada 12 September 2020. Sebagaimana yang diungkap Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI Laksamana Madya Aan Kurnia. Menurutnya kapal patroli Cina memasuki ZEE di 200 mil lepas pantai Kepulauan Natuna Utara, Sabtu 12 September 2020 dan Senin 14 September menyingkir setelah dilakukan komunikasi radio.
Sebenarnya, di bawah hukum Internasional, kapal asing diizinkan melalui ZEE suatu negara, tapi Aan menyebut kapal tersebut terlalu lama berada di ZEE Indonesia. “Karena yang ini mengapung, lalu berputar putar, kami menjadi curiga, kami mendekatinya dan mengetahui itu adalah kapal penjaga pantai Cina,” katanya seperti dilansir Reuters, seraya menambahkan angkatan laut dan penjaga pantai akan meningkatkan operasi di perairan itu.
Indonesia mengganti nama bagian utara ZEE-nya pada 2017 menjadi laut Natuna Utara, mendorong kembali ambisi teritorial maritime Cina. Meskipun Cina tidak mengklaim pulau-pulau, kehadiran penjaga pantainya yang hampir 2.000kilometer dilepas daratannya telah mengkhawatirkan Indonesia, setelah banyak pertemuan antara kapal-kapal Cina di ZEE Malaysia, Filipina, dan Vietnam, yang mengganggu penangkapan ikan dan kegiatan energi.
Bila diperhatikan secara seksama, apa ya penyebab Cina yang melakukan ‘pemantauan’ selama dua hari pada September lalu? Apakah hanya sekadar melintas atau memiliki maksud dan tujuan lain??? Mengingat faktanya Laut Natuna memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Cadangan minyak bumi terbukti di Laut Natuna Utara sebesar 92,63 juta standar barel atau million stock tank barrel (MMSTB). Sementara itu, cadangan potensial minyak bumi di Laut Natuna Utara adalah 137,13 MMSTB. Cadangan potensial itu terdiri dari cadangan harapan besar sebesar 88,90 MMSTB dan cadangan mungkin 48,23 MMSTB (Kompas.com, 3 Desember 2021).
Di sisi lain, terbukti cadangan gas bumi di Laut Natuna Utara 1.045,62 juta kaki kubik atau billions of standard cubic feet (BSCF). Sedangkan cadangan gas bumi potensial di Laut Natuna Utara sebesar 1.605,24 BSCF yang terdiri dari 1.083,61 BSCF cadangan harapan dan 521,63 BSCF cadangan mungkin. Sementara itu dalam skala nasional, cadangan minyak bumi di Indonesia sebesar 3.774,6 MMSTB dan gas bumi sebesar 77,29 triliun kaki kubik atau trillions of standard cubic feet (TSCF).
Angka tersebut bukanlah angka yang sedikit, melainkan angka yang sangat besar dan bahkan mampu untuk memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia itu sendiri dalam jangka waktu lama bila penanganan serta pengelolaannya tepat. Namun hal ini tidak kita temukan hari ini, pengelolaan sumber daya alam yang melimpah ruah hanya ada dan bergulir di sekitar para pengusaha dan pejabat yang tentu memiliki modal serta jabatan.
Mereka dapat menikmati kekayaan alam tersebut dan bahkan dapat menjualnya demi kepentingan pribadi. Bahkan negara pun tidak dapat menangani hal tersebut. Kenyataannya adalah negara yang sibuk berutang sana sini untuk memenuhi kebutuhan anggaran dalam negeri. Seakan mata telah tertutup, bahwa kita memiliki sumber daya alam yang melimpah ruah.
Peristiwa ini hanyalah satu di antara banyaknya peristiwa yang terjadi pada negeri ini. Dari sini membuktikan lemahnya peran negara dan telah salah menerapkan sistem buatan manusia. Lantas sampai kapan rakyat akan terbelenggu jika tidak segera kembali kepada sistem buatan Sang Pencipta, Allah SWT, yakni sistem Islam. Karena memang, hanya dengan sistem Islam lah, rakyat tidak akan merasakan kesengsaraan. [*]
*Penulis Adalah Mahasiswi Depok