“MK malah bersikukuh menolak gugutan itu secara keseluruhan. Dengan keputusan Presiden tidak perlu cuti kampanye. Agak nya ada nuasa ketakutan dari hakim-hakim di MK kalau putuskan presiden perlu cuti kampanye. Malah bila perlu non aktif atau mundur bukan sekedar cuti doang,”
Oleh: Muslim Arbi, Gerakan Perubahan (Garpu)
Lapan6Online : Publik desak Petahana Cuti. Lalu ajukan Yudisial Review ke Mahkamah Konsitusi (MK). Bawaslu bilang Presiden Cuti ko. Cuti jam-jaman. Padahal publik minta pertandingan berjalan fair. Maka Cawapres Sandiaga Salahuddin Uno yang tadi nya adalah Wakil Gubernur bukan saja ajukan Cuti. Tapi mundur dari Kursi Wagub DKI. Mengapa demikian? Agar persiapan untuk menghadapi konstentasi pilpres tidak ganggu jabatan sebagai wakil gubernur.
Kalau melihat jalannya pilpres secara fairness jujur dan adil maka siapa pun yang jadi peserta sebagai Capres atau cawapres mesti berada pada posisi dan status yang sama.
Mengapa Capres dan Cawapres mesti, mundur, non aktif atau cuti? Agar berlaku fairness, jujur dan adil dalam kompetisi pilpres. Dan ini akan menjadi pembelajaran bagi masyarakat dan publik.
Jika ada pasangan Capres dan cawapres yang ingin bermain fairness, jujur dan adil sedangkan ada pasangan yang tidak. Maka permainan sudah tidak fair lagi.
Mahkamah konsitusi mesti nya kabulkan permohonan Rakyat yang di wakili oleh sejumlah Mahasiswa yang ajukan gugutan ke MK itu.
Malah sebalik nya MK malah terlihat berkutat pada UU Pemilu-an sich, padahal 9 hakim MK itu bisa membaca dan melihat lebih arif dan adil soal harapan Rakyat atas sebuah kontestasi pilpres yang fairness, jujur dan adil.
MK malah bersikukuh menolak gugutan itu secara keseluruhan. Dengan keputusan Presiden tidak perlu cuti kampanye. Agak nya ada nuasa ketakutan dari hakim-hakim di MK kalau putuskan presiden perlu cuti kampanye. Malah bila perlu non aktif atau mundur bukan sekedar cuti doang.
Agar jalan pemerintahan tidak terganggu dengan kegiatan pencapresan. Presiden bisa di jabat oleh Wakil Presiden. Sebagaimana pernah terjadi wakil Presiren Yusuf Kalla menjabat sebagai pejabat presiden di saat Presiden SBY sedang berada di luar negeri.
Tapi nampak nya ada ketakutan yang luar biasa dari capres petahana sehingga untuk cuti, non aktif apalagi mundur untuk di jabat oleh Wapres selama sebulan saja tidak berani. Ini ketakutan yang berlebihan.
Memang fakta-fakta kampanye di lapangan perlihatkan paslon no 2 lebih mendapat dukungan riel dari masyarakat di banding oleh Petahana.
Lalu, apakah dengan demikian cuti tidak perlu di lakukan agar Capres no 1 masih tetap sebagai presiden dan bisa gunakan fasilitas negara termasuk TNI-Polri, menteri – menteri, Gubernur- Gubernur, walikota, bupati camat dan kepala desa/lurah – lurah?
Membaca gelagat seperti itu, maka MK putuskan Presiden tidak perlu Cuti Kampanye, dianggap publik MK seperti timses petahana saja.
Padahal Bawaslu sebagai Pengawas Penyelenggara Pemilu membolehkan Presiden cuti jam-jaman. Seperti supir tembak aja.
Kelihatan Bawaslu perlihatkan sikap malu-malu soal cuti dengan membolehkan cuti jam-jaman. Tapi MK langsung full tidak perlu cuti. Asyik hehehe
Mau Tidak cuti, tidak non aktif dan tidak mundur sekalipun, semangat Rakyat Indonesia untuk memiliki presiden baru 17 April mendatang tak terbendung lagi. Kelihatan nya soal Cuti, cuti jam-jaman dan tidak cuti seperti bunyi tokek. Hehehe.. (Mojokerto 15 Maret 2019). ***