“RUU Cilaka menghapus izin atau cuti khusus untuk keperluan menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan/keguguran kandungan,”
Jakarta, Lapan6Online : Pemerintah terus mempercepat penyelesaian Rencana Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker). Kini RUU Ciptaker sudah masuk ke DPR.
Namun, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) justru menolak RUU Ciptaker. Para buruh menilai justru RUU ini memberikan ketidakpastian kerja, jaminan sosial, dan pendapatan.
“Di dalam RUU Cipta Kerja ini, tidak ada kepastian kerja, kepastian jaminan sosial, kepastian pendapatan,” ungkap Presiden KSPI Said Iqbal, di Ballroom Hotel Mega Proklamasi, Menteng Jakarta Pusat, pada Minggu (16/2/2020).
Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Cipta Kerja (sebelumnya Cipta Lapangan Kerja alias ‘Cilaka’) merevisi ketentuan cuti khusus atau izin dalam Undang-Undang 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Salah satunya menghapus cuti khusus atau izin tak masuk saat haid hari pertama bagi perempuan. Dalam UU Ketenagakerjaan, aturan itu tercantum dalam Pasal 93 huruf a. Selain itu, RUU Cilaka menghapus izin atau cuti khusus untuk keperluan menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan/keguguran kandungan, hingga bila ada anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia (huruf b) Ketentuan cuti khusus atau izin lain yang dihapus adalah menjalankan kewajiban terhadap negara (huruf c); menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya (huruf d); melaksanakan tugas berserikat sesuai persetujuan pengusaha (huruf g); dan melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan (huruf h).
Dalam draf RUU Omnibus Cilaka, pengusaha tetap diwajibkan membayar upah buruh/pekerja yang absen hanya jika buruh/pekerja berada dalam empat kondisi. Empat kondisi itu adalah tengah berhalangan; melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya dan telah mendapatkan persetujuan pengusaha; melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya karena kesalahan pengusaha; serta menjalankan hak waktu istirahat atau cutinya.
“Jadi kami tidak pernah diundang, tidak pernah dimintai pandangan, tidak juga bersedia masuk ke dalam tim. Dengan demikian, melalui kawan-kawan media, dengan tegas kami menyatakan tidak pernah dan tidak akan masuk ke tim Menko Perekonomian dalam bahasan RUU Cipta Kerja omnibus law yang drafnya sudah resmi disampaikan Menko Perekonomian, perwakilan pemerintah, kepada pimpinan DPR,” kata Said. Red/BBS