Penulis: Arthur Noija SH, (Gerai Hukum Arthur & Rekan)
Lapan6online.com : Gerai Hukum Art & Rekan berpendapat bahwa tindak pidana pemalsuan surat Tindak pidana pemalsuan surat diatur dalam Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi :
1. Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar· dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
2. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Dari bunyi ketentuan Pasal 263 KUHP di atas dapat kita simpulkan bahwa pemalsuan surat merupakan tindak pidana yang diancam pidana penjara yang cukup berat yaitu paling lama enam tahun penjara.
Perhitungan Masa Kadaluwarsa
Kemudian, mengenai perhitungan masa daluwarsa tindak pidana pemalsuan surat, maka kita merujuk ke dalam ketentuan mengenai daluwarsa penuntutan dalam hukum pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 78 KUHP yang berbunyi:
Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa :
1. Mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun;
2. Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun;
3. Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun;
4. Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.
5. Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga.
Sebagaimana dijelaskan pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun, maka sesuai dengan Pasal 78 ayat (1) angka 3 KUHP, kewenangan menuntut atas tindak pidana pemalsuan tersebut akan menjadi hapus karena daluwarsa sesudah 12 (dua belas) tahun.
Pertanyaannya
Dalam praktiknya, adanya pemalsuan surat diketahui setelah beberapa waktu sejak surat palsu tersebut dibuat atau digunakan.
- Maka, pertanyaan yang muncul adalah kapan daluwarsa penuntutan tindak pidana pemalsuan surat mulai dihitung?
- Apakah saat surat palsu tersebut dibuat dan digunakan atau saat surat tersebut diketahui palsu?
Jawab
Pasal 79 KUHP memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut sebagai berikut:
Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, kecuali dalam hal-hal sebagai berikut :
1. Mengenai pemalsuan atau perusakan mata uang, tenggang mulai berlaku pada hari sesudah barang yang dipalsu atau mata uang yang dirusak digunakan.
2. Mengenai kejahatan dalam pasal-pasal 328, 329, 330, dan 333, tenggang dimulai pada hari sesudah orang yang langsung terkena oleh kejahatan dibebaskan atau meninggal dunia.
3. Mengenai pelanggaran dalam pasal 556 sampai dengan pasal 558a, tenggang dimulai pada hari sesudah daftar-daftar yang memuat pelanggaran-pelanggaran itu, menurut aturan-aturan umum menentukan bahwa register-register catatan sipil harus dipindah ke kantor panitera suatu pengadilan, dipindahkan ke kantor tersebut.
Bahwa dapat disimpulkan berdasarkan Pasal 79 angka 1 KUHP, tenggang daluwarsa tindak pidana pemalsuan surat akan dihitung sesudah surat yang dipalsukan itu digunakan, bukan sejak surat tersebut dipalsukan maupun sejak pelaku membuat surat palsu tersebut.
Namun, bagaimana dengan surat yang dipalsukan merupakan suatu surat atau akta yang menimbulkan korban di pihak lain dan surat tersebut baru diketahui oleh korban setelah melewati tenggang waktu daluwarsa.
Maka untuk memenuhi rasa keadilan, pengaturan daluwarsa dalam keadaan seperti ini dapat merujuk pada Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor: 261/Pid/2014/PT. Bdg yang dalam pertimbangannya menyatakan:
Menimbang, bahwa Pengadilan Tinggi berpendapat untuk menghitung kapan dimulai dan dihitung tenggang waktu daluwarsa tindak pidana pemalsuan surat, bukankah pada hari sesudah perbuatan pemalsuan surat itu dilakukan, akan tetapi pada hari berikutnya surat yang diduga palsu itu dipergunakan dan adanya kepalsuan itu diketahui oleh korban atau orang atau pihak lain yang dirugikan akibat digunakannya surat yang diduga palsu tersebut.
Menjawab pertanyaan, daluwarsa penuntutan suatu tindak pidana pemalsuan surat dihitung 12 (dua belas tahun) sejak surat palsu tersebut diketahui oleh korban maupun pihak-pihak lain yang dirugikan atas adanya pemalsuan surat tersebut.
Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (*)
*Penulis adalah Pendiri Gerai Hukum Arthur & Partner dan Pimpinan Lembaga Peduli Nusantara Jakarta.