“Perusahaan swasta sewajarnya menyisihkan dana perusahaan untuk tanggung jawab sosial perusahaan yang dipakai dalam memberdayakan masyarakat bukan justru menerima dana tersebut dari pemerintah,”
Oleh : Nora Trisna Tumewa
JAKARTA | LapanOnline : Saat ini Kemendikbud akan mengucurkan anggaran sebesar RP. 567 miliar per tahun untuk biaya program organisasi penggerak program (POP) guna memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak dalam meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik.
Namun, Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengaku heran karena dua lembaga besar yakni Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation masuk ke dalam daftar penerima hibah dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Keduanya dapat siraman sebesar 20 miliar per tahun sebagai hibah untuk program organisasi penggerak.
Kedua lembaga itu padahal masuk dalam kategori tanggung jawab sosial perusahaan atau dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Menurutnya, perusahaan swasta sewajarnya menyisihkan dana perusahaan untuk tanggung jawab sosial perusahaan yang dipakai dalam memberdayakan masyarakat bukan justru menerima dana tersebut dari pemerintah.
Setidaknya ada tiga kategori lembaga penerima hibah untuk melakukan kegiatan tersebut yakni Gajah, Macan dan Kijang. Untuk Gajah dialokasikan anggaran sebesar maksimal 20 miliar per tahun, Macan 5 miliar per tahun dan Kijang 1 miliar per tahun.
Hibah dana tersebut diberikan dalam program ini dengan melibatkan organisasi masyarakat sebagai pihak yang membuat dan mengelola pelatihan guru. Ormas diseleksi dengan cara mengirimkan proposal rencana pelatihan yang dievaluasi Kemendikbud. Program penggerak yang dibuat Mendikbud Nadiem Makarim ini untuk digunakan dalam pelatihan guru dan kepala sekolah.
Melalui pesan singkatnya, Senin (27/07/2020) Ahmad Rizali, salah satu penggagas gerakan nasional pemberantasan buta matematika agak heran karena organisasi seperti yayasan Bhakti Tanato dan Sampoerna Foundation juga melamar dan memperoleh dana gajah.
Dari data organisasi masyarakat, yang lolos evaluasi proposal Yayasan Putera Sampoerna pada kategori macan dan gajah. Sedangkan Yayasan Bhakti Tanoto lolos pada kategori gajah sebanyak 2 kali pertama untuk pelatihan guru SMP dan kedua untuk guru SD.
Ahmad yang juga mengikuti seleksi tersebut mengatakan keputusan Kemendikbud meloloskan kedua organisasi itu pada kategori gajah dinilai tidak elok karena keduanya merupakan organisasi CSR.
“APBN tidak pantas dihibahkan kepada organisasi yang didirikan dengan semangat membangun CSR karena mereka akan memperoleh keringanan pajak dari dana yang disisihkan oleh perusahaan induk,” ungkapnya. Ia menilai seharusnya Kemendikbud memberikan kesempatan tersebut pada organisasi masyarakat yang benar-benar berkecimpung di dunia pendidikan.
Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Tenaga Guru dan Kependidikan Kemendikbud Irwansyah syahril mengatakan pihaknya tak campur tangan dalam teknik seleksi peserta organisasi pergerakan. Ia menegaskan pihaknya juga sangat berhati-hati dalam menjalankan program ini karena melibatkan uang negara hingga ratusan miliar. Untuk itu Irwansyah menekankan seleksi dilakukan secara objektif tanpa memandang asal organisasi.
Sejauh ini jumlah peserta yang lolos seleksi evaluasi dalam program organisasi penggerak ada 183 organisasi. Pelatihan ini ditargetkan untuk menuntut kemampuan literasi dan numerasi guru serta kepala sekolah. Literasi dan numerasi adalah salah dua aspek yang ditekankan dalam asesmen kompetensi dan survei karakter yang menjadi pengganti ujian nasional.
Sayangnya program yang dibesut oleh Nadiem Makarim melalui Kemendikbud tersebut menuai banyak kritik karena kriteria pemilihan dan penetapan peserta yang lolos program dinilai tak jelas dan tidak transparan. Sejumlah organisasi pun memilih mundur akibat kisruh ini.
Selain itu program organisasi penggerak ini tidak sense of crisis, karena melihat kondisi negeri yang tengah dilanda wabah yang membuat banyak rakyat kehilangan penghasilan dan sedang susah. Bagimana orang tua susah mendapatkan pulsa, alat jaringan (untuk belajar siswa) kemudian tiba-tiba kementerian mengeluarkan kebijakan yang tidak tepat sasaran serta banyak cacat dalam implementasinya.
Akan lebih baik apabila negara mengalihkan anggaran dana POP untuk membantu proses belajar online selama di rumah akibat pandemi Covid-19. Termasuk menyediakan infrastruktur pembelajaran daring dan membantu orang tua, siswa serta mengedukasi guru, sehingga programnya akan lebih bermanfaat.
Akan tetapi meskipun program tersebut menuai banyak kritik Nadiem tetap memastikan program organisasi penggerak akan terus berjalan. Lalu di mana peran seorang pemerintah yang seharusnya menjadi pembela rakyatnya? Kini seolah hanya menjadi sebuah perusahaan yang mementingkan hubungan antar pengusaha lainnya dan hanya mementingkan laba semata. ****
*Penulis Adalah Mahasiswi Universitas Gunadarma, Jurusan Teknik Elektro