Dari Demokrasi Menjadi Politik Dinasti, Apa Kabar Rakyat Kini?

0
32
Nurmaya Sari/Foto : Ist.

OPINI | POLITIK

“Selain karena umur, alasan kecurigaan lain adalah kenapa harus direvisi saat ini? Saat proses [pemenuhan persyaratan dukungan calon perseorangan] tengah berlangsung dan kenapa perubahannya lewat jalur-jalur potong kompas?“

Oleh : Nurmaya Sari

RANAH publik sedang di ramaikan dengan berita terkait keputusan MA mengenai batas usia calon kepala daerah, yaitu gubernur maupun wakil gubernur. Dan keputusan tersebut menuai banyak sekali perhatian, sehingga banyak yang menolak dan ada juga yang menerima.

Dan adanya berita ini tidak sedikit yang beranggapan bahwa keputusan MK dapat membuka jalan bagi putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep untuk terjun ke ranah politik.

Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan Partai Garuda terkait dengan batas usia kepala daerah, baik calon gubernur dan wakil gubernur. Kini, tak harus berusia 30 tahun untuk bisa mendaftar calon gubernur dan wakil gubernur.

Dalam putusan MA, mereka yang baru berusia 30 tahun pada saat pelantikan dilakukan, bisa mencalonkan diri sebagai calon gubernur dan wakil gubernur. Putusan tersebut tertuang dalam putusan Nomor 23 P/HUM/2024 diketok pada 29 Mei 2024. Kamis (kumparanNEWS/30/5/24).

Peneliti dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aisah Putri Budiarti mengatakan putusan MA itu membuka pintu bagi Kaesang yang baru akan berumur 30 tahun pada Desember mendatang untuk mencalonkan diri dalam pilkada tingkat provinsi.

“Selain karena umur, alasan kecurigaan lain adalah kenapa harus direvisi saat ini? Saat proses [pemenuhan persyaratan dukungan calon perseorangan] tengah berlangsung dan kenapa perubahannya lewat jalur-jalur potong kompas?“ Jumat (BBCNews/31/05/24).

Pengesahan keputusan ini memang merupakan sesuatu yang sedikit ekstrem, Karena memberikan dampak besar bagi dunia perpolitikan yaitu di bidang parlemen. Demikian juga keanggotaan yang dibentuk oleh pemerintah demokrasi dalam parlemen tersebut tidak jauh dari hubungan kekeluargaan. Artinya lingkaran yang mengikat di sekeliling mereka merupakan praktik politik dinasti.

Dari sini tampak jelas bahwa sistem reproduksi kekuasaan yang primitif karena mengandalkan darah dan keturunan masih sangat kental. Hal itulah yang disebut politik dinasti, dan di indonesia maupun yang menerapkan sistem kapitalis sendiri tidak ada larangan dalam UU sama sekali.

Inilah wajah asli kapitalis, yang dijunjung tinggi karena adanya syura’, tetapi malah meniscayakan penyalahgunaan kedudukan dan kekuasaan demi terwujudnya kepentingan pribadi atau pihak tertentu. Sehingga kekuasaan itu menjadi alat legitimasi, juga mengalahkan supremasi hukum. Alhasil rakyat yang terkena dampak buruknya, tidak diurusi dengan benar dan diperas dengan adanya pembayaran pajak dan pungutan lainnya.

Rakyat kini menjadi sakit sebab abainya penguasa, dan diluaran sana masih banyak yang terlantar dijalanan, masih banyak pelaku kejahatan, pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, pelecehan, dan sebagai nya. Tetapi hal ini diabaikan negara, mereka sibuk dengan perbaikan ekonomi sedangkan rakyat menghidupi dan menjalani hidupnya sendiri. Inilah bukti kebobrokan sistem kapitalis demokrasi.

Oleh karena itu kita sangat butuh perbaikan, dan perbaikan itu tidak akan terwujud dalam sistem kapitalisme yang rusak. Kita butuh islam beserta sistem dan aturannya. Karena asas kekuasaan tersebut sesuai Aqidah, tidak berlaku semena-mena, dan tidak berpangku tangan dengan barat.

Islam memandang Kekuasaan adalah Amanah yang harus dijaga, yang akan diminta pertanggungjawaban oleh allah di akhirat kelak. Islam punya konsep tatanan negara yang lengkap, sebab politik dalam islam adalah riayah syu’unil ummah yaitu mengurusi urusan umat. Bukan mencari kekuasaan demi kepentingan apalagi sampai mewariskannya untuk keturunan.

Dan Islam sudah memiliki mekanisme pemilihan terbaik kepala daerah, yaitu Khalifah menunjuk orang yang siap menerima amanah sebagai kepala daerah (wali/amil) setelah menyeleksi beberapa orang. Islam juga memiliki syarat tertentu siapa yang layak menjadi kepala daerah.

Diantara syaratnya ialah laki-laki, balig, muslim, berakal, merdeka, adil, dan mampu dalam memikul amanah. Jadi ketika syarat ini tidak terpenuhi maka akan di eliminasi, Dan bagi siapapun yang terpilih menjadi wali/amil, lalu tidak menjalankan tugas nya dengan baik sesuai syariat serta melanggar tujuh syarat sebelumnya dan berkhianat, maka khalifah berhak memberhentikan langsung jabatannya. Sebegitu ketat dan disiplin nya islam dalam menjalankan amanah untuk mengurusi rakyatnya. Maka sudah pasti hanya dengan islam rakyat bisa sejahtera dibawah naungan khilafah islamiyah. Wallahu‘alam bissawab. (**)

*Penulis Adalah Aktivis Muslimah